Ulama Al Azhar Bolehkan Pernikahan Paruh Waktu Picu Kemarahan

Senin, 23 Agustus 2021 - 10:48 WIB
loading...
Ulama Al Azhar Bolehkan...
Seorang pengantin dihiasi henna pada tangannya. Seorang ulama Al Azhar Mesir memicu kemarahan setelah merestui pernikahan paruh waktu. Foto/REUTERS
A A A
KAIRO - Dr Ahmed Karima, ulama yang juga Profesor Perbandingan Yurisprudensi Universitas Al Azhar, memicu kemarahan publik Mesir . Musbabnya, dia berpendapat bahwa pernikahan paruh waktu sah dan diperbolehkan.

Karima mengatakan dalam sebuah acara bincang-bincang televisi Mesir bahwa syarat untuk menikah dalam syariah Islam adalah persetujuan antara dua pasangan, saksi, dan mahar.



"Jika syarat-syarat itu terpenuhi, maka perkawinan itu menjadi sah, dan mengandung hak-hak, termasuk warisan bersama, hidup bersama, dan kenikmatan dengan cara yang sah,” katanya.

"Seseorang tidak dapat melarang atau mengkriminalisasi pernikahan paruh waktu, selama kontrak pernikahan memenuhi persyaratan. Berbeda dengan nikah mut'ah yang dibatasi waktu satu atau dua bulan atau lebih, yang batal dalam Islam, nikah paruh waktu adalah sah," lanjut dia, seperti dikutip dari Gulf News, Senin (23/8/2021).

Ide pernikahan paruh waktu awalnya diusulkan oleh pengacara Ahmed Mahran, yang mengatakan dalam sebuah posting di halaman Facebook-nya; "Pernikahan ini akan mengurangi perceraian dan masalah perkawinan karena Mesir memiliki lebih dari 2,5 juta perceraian.”

Orang-orang Mesir bereaksi keras terhadap gagasan pernikahan paruh waktu di media sosial.

Banyak yang menganggap itu dilarang oleh syariah Islam dan mengatakan gagasan itu harus dikubur.

"Apakah orang-orang ini (yang menyarankan pernikahan paruh waktu) manusia?" kata Sherine Hilal, salah seorang warga setempat yang mengecam gagasan tersebut.

Para warga lainnya menganggap bahwa Ahmed Mahran sedang mencari penghancuran nilai-nilai keluarga, menyebarkan amoralitas dan memfasilitasi perzinaan.



Beberapa warga Mesir pengguna media sosial mengatakan mereka berpikir jika pernikahan paruh waktu dilegalkan, wanita akan menjadi komoditas yang murah dan memalukan. Menurut mereka, hal itu akan membuat wanita setiap hari akan menikah paruh waktu, dan pria akan memanfaatkan celah ini.

Mereka juga menyerukan Al Azhar, otoritas agama tertinggi di Mesir, untuk memberikan pendapat yang pasti tentang keabsahan pernikahan semacam itu.

Sekitar 200.000 pasangan menikah bercerai setiap tahun di Mesir, dan menurut Presiden Abdel Fatah Al Sisi, penelitian menunjukkan bahwa 40 persen pernikahan berakhir dalam lima tahun pertama.

Dalam nada yang sama, Wakil Menteri Kesehatan dan Pengawas Umum Dewan Kependudukan, dan Anak-anak dan Ibu, Maysa Shawky, mengatakan pada 2017 tingkat perceraian di kota-kota Mesir meroket menjadi 60,7 persen. Sedangkan beberapa desa melaporkan 39,3 persen.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2454 seconds (0.1#10.140)