Sejumlah Warga Inggris Diduga Diam-diam Gabung Taliban di Afghanistan
loading...
A
A
A
LONDON - Gerakan Taliban terus membuat kemajuan pesat saat pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO menarik diri dari Afghanistan .
Taliban kini telah merebut kendali atas Kandahar dan kota Ghazni yang sangat strategis, berada di jalan menuju ibu kota, Kabul.
Beberapa warga Inggris dilaporkan telah secara diam-diam menyelundupkan diri mereka ke Afghanistan untuk bergabung dengan barisan Taliban.
“Panggilan telepon teroris dengan aksen Inggris telah disadap,” ungkap seorang pejabat senior intelijen militer yang dikutip The Sun.
Pejabat intelijen itu menambahkan, "Kami telah menerima beberapa penyadapan dari dua pria Inggris, mungkin di bawah 30 tahun, berbicara secara terbuka di ponsel. Salah satunya memiliki aksen London, yang bisa Anda sebut sebagai aksen jalanan."
“Intelijen intermiten” konon menunjukkan bahwa pria Inggris telah mengangkat senjata melawan pemerintah Afghanistan yang berjuang melawan Taliban.
“Kami tidak tahu siapa mereka. Sulit untuk menyebutkan nomornya,” ungkap petugas keamanan.
Beberapa warga Inggris diyakini telah melakukan perjalanan ke Afghanistan melalui daerah suku-suku Pakistan untuk mencapai garis depan, tempat Taliban pada Kamis mengumumkan mereka telah merebut Kandahar, kota terbesar kedua di negara itu, dan menyerbu Herat di Afghanistan barat.
“Banyak jihadis Inggris dan asing lainnya melakukan perjalanan ke Afghanistan sebelum dan setelah 9/11 untuk berperang di sana dan, dalam banyak kasus melatih, mengatur dan kemudian melakukan perjalanan ke tempat lain untuk jihad,” ungkap mantan kolonel Richard Kemp, yang memimpin pasukan Inggris di Afghanistan, seperti yang dilaporkan The Sun.
Pada Kamis, laporan menyatakan Taliban telah merebut dua kota terbesar Afghanistan yakni Kandahar dan Herat.
Taliban juga telah menguasai Ghazni, yang terletak di jalan Kandahar-ke-Kabul sekitar 150 km barat daya ibukota.
“Semakin banyak keuntungan yang diperoleh Taliban, semakin akan mendorong para militan melakukan serangan di rumah dan juga menuju Afghanistan,” ujar Richard Kemp.
Dia memperingatkan, “Jika negara, atau sebagian besar, secara permanen dikendalikan Taliban, itu akan kembali menjadi tempat yang aman bagi teroris seperti sebelum 9/11. Kita berada di ambang ancaman tidak kurang dari itu, dari ISIS (Daesh) pada puncaknya.”
Pemerintah Inggris mengatakan para pejuang Taliban dari Inggris akan "menimbulkan risiko keamanan nasional yang sangat serius."
Amerika Serikat dan Inggris telah mengumumkan mereka akan mengirim pasukan untuk membantu mengevakuasi staf kedutaan mereka mengingat "kondisi keamanan" saat ini.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan keamanan warga negara Inggris, personel militer dan mantan staf Afghanistan adalah prioritas pertama pemerintah.
Dia menggarisbawahi, sangat penting untuk "melakukan segala yang kita bisa untuk memastikan keselamatan mereka."
Kementerian Pertahanan (MoD) Inggris mengatakan, “Pengerahan pasukan tambahan sekitar 600 tentara Inggris ke Afghanistan datang mengingat meningkatnya kekerasan dan memburuknya lingkungan keamanan dengan cepat di Afghanistan."
Diumumkan oleh Kementerian Pertahanan Inggris bahwa Duta Besar Inggris Sir Laurie Bristow yang akan tetap berada di Afghanistan dengan tim personel kecil, akan dipindahkan ke lokasi yang lebih aman di Kabul.
Kedutaan Inggris juga dilaporkan akan membantu Kebijakan Relokasi dan Bantuan Afghanistan (ARAP) yang mendukung relokasi mantan staf Afghanistan dan keluarga mereka ke Inggris.
AS juga mengirimkan sekitar 3.000 pasukan militer tambahan ke bandara di Kabul untuk membantu mengevakuasi sejumlah "signifikan" staf kedutaan.
"Kami berharap menarik kehadiran diplomatik inti di Afghanistan dalam beberapa pekan mendatang," ungkap juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price.
Departemen Luar Negeri AS berjanji mempercepat penerbangan Visa Imigrasi Khusus untuk warga Afghanistan yang membantu pasukan AS di negara itu.
Ini terjadi ketika pejuang Taliban mungkin bisa mengambil alih ibukota Afghanistan Kabul dalam waktu 90 hari, menurut seorang pejabat pertahanan AS mengutip penilaian intelijen pada Rabu.
"Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti," ungkap sumber itu seperti dikutip Reuters.
Di tengah situasi yang bergejolak, utusan internasional yang bertemu perunding pemerintah Afghanistan dan perwakilan Taliban di Qatar menegaskan kembali bahwa dunia internasional tidak akan mengakui pemerintah mana pun di Afghanistan "yang dipaksakan melalui penggunaan kekuatan militer".
Mereka mendesak proses perdamaian yang dipercepat untuk Afghanistan sebagai "masalah yang sangat mendesak."
Taliban kini telah merebut kendali atas Kandahar dan kota Ghazni yang sangat strategis, berada di jalan menuju ibu kota, Kabul.
Beberapa warga Inggris dilaporkan telah secara diam-diam menyelundupkan diri mereka ke Afghanistan untuk bergabung dengan barisan Taliban.
“Panggilan telepon teroris dengan aksen Inggris telah disadap,” ungkap seorang pejabat senior intelijen militer yang dikutip The Sun.
Pejabat intelijen itu menambahkan, "Kami telah menerima beberapa penyadapan dari dua pria Inggris, mungkin di bawah 30 tahun, berbicara secara terbuka di ponsel. Salah satunya memiliki aksen London, yang bisa Anda sebut sebagai aksen jalanan."
“Intelijen intermiten” konon menunjukkan bahwa pria Inggris telah mengangkat senjata melawan pemerintah Afghanistan yang berjuang melawan Taliban.
“Kami tidak tahu siapa mereka. Sulit untuk menyebutkan nomornya,” ungkap petugas keamanan.
Beberapa warga Inggris diyakini telah melakukan perjalanan ke Afghanistan melalui daerah suku-suku Pakistan untuk mencapai garis depan, tempat Taliban pada Kamis mengumumkan mereka telah merebut Kandahar, kota terbesar kedua di negara itu, dan menyerbu Herat di Afghanistan barat.
“Banyak jihadis Inggris dan asing lainnya melakukan perjalanan ke Afghanistan sebelum dan setelah 9/11 untuk berperang di sana dan, dalam banyak kasus melatih, mengatur dan kemudian melakukan perjalanan ke tempat lain untuk jihad,” ungkap mantan kolonel Richard Kemp, yang memimpin pasukan Inggris di Afghanistan, seperti yang dilaporkan The Sun.
Pada Kamis, laporan menyatakan Taliban telah merebut dua kota terbesar Afghanistan yakni Kandahar dan Herat.
Taliban juga telah menguasai Ghazni, yang terletak di jalan Kandahar-ke-Kabul sekitar 150 km barat daya ibukota.
“Semakin banyak keuntungan yang diperoleh Taliban, semakin akan mendorong para militan melakukan serangan di rumah dan juga menuju Afghanistan,” ujar Richard Kemp.
Dia memperingatkan, “Jika negara, atau sebagian besar, secara permanen dikendalikan Taliban, itu akan kembali menjadi tempat yang aman bagi teroris seperti sebelum 9/11. Kita berada di ambang ancaman tidak kurang dari itu, dari ISIS (Daesh) pada puncaknya.”
Pemerintah Inggris mengatakan para pejuang Taliban dari Inggris akan "menimbulkan risiko keamanan nasional yang sangat serius."
Amerika Serikat dan Inggris telah mengumumkan mereka akan mengirim pasukan untuk membantu mengevakuasi staf kedutaan mereka mengingat "kondisi keamanan" saat ini.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan keamanan warga negara Inggris, personel militer dan mantan staf Afghanistan adalah prioritas pertama pemerintah.
Dia menggarisbawahi, sangat penting untuk "melakukan segala yang kita bisa untuk memastikan keselamatan mereka."
Kementerian Pertahanan (MoD) Inggris mengatakan, “Pengerahan pasukan tambahan sekitar 600 tentara Inggris ke Afghanistan datang mengingat meningkatnya kekerasan dan memburuknya lingkungan keamanan dengan cepat di Afghanistan."
Diumumkan oleh Kementerian Pertahanan Inggris bahwa Duta Besar Inggris Sir Laurie Bristow yang akan tetap berada di Afghanistan dengan tim personel kecil, akan dipindahkan ke lokasi yang lebih aman di Kabul.
Kedutaan Inggris juga dilaporkan akan membantu Kebijakan Relokasi dan Bantuan Afghanistan (ARAP) yang mendukung relokasi mantan staf Afghanistan dan keluarga mereka ke Inggris.
AS juga mengirimkan sekitar 3.000 pasukan militer tambahan ke bandara di Kabul untuk membantu mengevakuasi sejumlah "signifikan" staf kedutaan.
"Kami berharap menarik kehadiran diplomatik inti di Afghanistan dalam beberapa pekan mendatang," ungkap juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price.
Departemen Luar Negeri AS berjanji mempercepat penerbangan Visa Imigrasi Khusus untuk warga Afghanistan yang membantu pasukan AS di negara itu.
Ini terjadi ketika pejuang Taliban mungkin bisa mengambil alih ibukota Afghanistan Kabul dalam waktu 90 hari, menurut seorang pejabat pertahanan AS mengutip penilaian intelijen pada Rabu.
"Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti," ungkap sumber itu seperti dikutip Reuters.
Di tengah situasi yang bergejolak, utusan internasional yang bertemu perunding pemerintah Afghanistan dan perwakilan Taliban di Qatar menegaskan kembali bahwa dunia internasional tidak akan mengakui pemerintah mana pun di Afghanistan "yang dipaksakan melalui penggunaan kekuatan militer".
Mereka mendesak proses perdamaian yang dipercepat untuk Afghanistan sebagai "masalah yang sangat mendesak."
(sya)