China Jengkel Kapal Perang AS Masuk Selat Taiwan untuk Ke-7 Kalinya
loading...
A
A
A
BEIJING - China jengkel setelah sebuah kapal perang berpeluru kendali Amerika Serikat (AS) melintasi Selat Taiwan di Laut China Selatan pada hari Rabu. Ini sudah ketujuh kalinya kapal perang Amerika melintasi wilayah itu di era pemerintah Presiden Joe Biden.
Angkatan Laut Amerika dalam sebuah pernyataan mengatakan kapal perusak USS Benfold kelas Arleigh Burke berlayar ke utara melalui Selat Taiwan pada hari Rabu.
Manuver itu dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan pada hari Kamis, di mana para pejabat Taipei mengatakan militer menggunakan intelijen gabungan, pengawasan, dan pengintaian untuk memantau pergerakan di laut dan di udara di sekitar Taiwan.
Menurut kementerian tersebut, kehadiran kapal perusak Angkatan Laut AS di Laut China Selatan tidak bertentangan dengan hukum internasional. Kementerian tersebut juga membenarkan bahwa itu adalah manuver ketujuh kapal perang Amerika diSelat Taiwan sejak Presiden AS Joe Biden menjabat.
Manuver terbaru Angkatan Laut AS telah membuat Beijing jengkel. Militer China mengatakan; "Washington adalah pencipta risiko keamanan terbesar di Selat Taiwan."
Juru bicara Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China, Kolonel Shi Yi, mengatakan; "AS telah menjadi perusak perdamaian dan stabilitas terbesar di kawasan itu."
"Pasukan regional China siap untuk menanggapi setiap ancaman dan gerakan provokatif," katanya. "Angkatan Laut China telah memantau pergerakan kapal perusak AS. China memiliki tekad, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas wilayahnya,” ujar Shi Yi yang dikutip dari situs Kementerian Pertahanan China, Kamis (29/7/2021).
Perairan Laut China Selatan telah lama menjadi titik sandungan dalam sengketa wilayah regional. Beijing menyatakan bahwa ia memiliki hak bersejarah atas perairan itu, tetapi klaim teritorialnya yang mencakup sebagian besar laut tersebut telah ditolak oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, yang memutuskan mendukung Filipina—sebuah putusan yang diabaikan oleh China.
Sementara wilayah yang berpotensi kaya sumber daya tersebut diperebutkan oleh beberapa negara Asia Tenggara, militer AS telah hadir di wilayah itu dengan dalih menjaga stabilitas di kawasan.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya akan berdiri berdampingan dengan negara lain dalam menghadapi “pemaksaan” China. Beijing telah berulang kali mengkritik intervensi AS, di mana Kementerian Luar Negeri-nya baru-baru ini menyatakan bahwa Washington sangat “tidak bertanggung jawab” untuk melibatkan diri dalam perselisihan wilayah perairan tersebut.
Angkatan Laut Amerika dalam sebuah pernyataan mengatakan kapal perusak USS Benfold kelas Arleigh Burke berlayar ke utara melalui Selat Taiwan pada hari Rabu.
Manuver itu dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan pada hari Kamis, di mana para pejabat Taipei mengatakan militer menggunakan intelijen gabungan, pengawasan, dan pengintaian untuk memantau pergerakan di laut dan di udara di sekitar Taiwan.
Menurut kementerian tersebut, kehadiran kapal perusak Angkatan Laut AS di Laut China Selatan tidak bertentangan dengan hukum internasional. Kementerian tersebut juga membenarkan bahwa itu adalah manuver ketujuh kapal perang Amerika diSelat Taiwan sejak Presiden AS Joe Biden menjabat.
Manuver terbaru Angkatan Laut AS telah membuat Beijing jengkel. Militer China mengatakan; "Washington adalah pencipta risiko keamanan terbesar di Selat Taiwan."
Juru bicara Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China, Kolonel Shi Yi, mengatakan; "AS telah menjadi perusak perdamaian dan stabilitas terbesar di kawasan itu."
"Pasukan regional China siap untuk menanggapi setiap ancaman dan gerakan provokatif," katanya. "Angkatan Laut China telah memantau pergerakan kapal perusak AS. China memiliki tekad, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas wilayahnya,” ujar Shi Yi yang dikutip dari situs Kementerian Pertahanan China, Kamis (29/7/2021).
Perairan Laut China Selatan telah lama menjadi titik sandungan dalam sengketa wilayah regional. Beijing menyatakan bahwa ia memiliki hak bersejarah atas perairan itu, tetapi klaim teritorialnya yang mencakup sebagian besar laut tersebut telah ditolak oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, yang memutuskan mendukung Filipina—sebuah putusan yang diabaikan oleh China.
Sementara wilayah yang berpotensi kaya sumber daya tersebut diperebutkan oleh beberapa negara Asia Tenggara, militer AS telah hadir di wilayah itu dengan dalih menjaga stabilitas di kawasan.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya akan berdiri berdampingan dengan negara lain dalam menghadapi “pemaksaan” China. Beijing telah berulang kali mengkritik intervensi AS, di mana Kementerian Luar Negeri-nya baru-baru ini menyatakan bahwa Washington sangat “tidak bertanggung jawab” untuk melibatkan diri dalam perselisihan wilayah perairan tersebut.
(min)