AS Tampar Myanmar dengan Sanksi Baru, Bekukan Aset 22 Pejabat Senior
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintahan Joe Biden menampar 22 pejabat senior Myanmar dan anggota keluarga dengan sanksi atas tindakan keras pemerintah negara itu terhadap protes demokrasi setelah kudeta .
Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) mengumumkan tindakan terhadap tujuh anggota militer Myanmar dan 15 pasangan dan anak-anaknya dari pejabat yang sebelumnya dikenai sanksi sebagai bagian dari respons AS terhadap kudeta Februari lalu dan kekerasan terhadap demonstran di negara itu.
“Penindasan militer terhadap demokrasi dan kampanye kekerasan brutal terhadap rakyat Burma tidak dapat diterima,” kata Departemen Keuangan AS.
“Amerika Serikat akan terus membebankan biaya yang meningkat pada militer Burma dan mempromosikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan kekerasan yang sedang berlangsung, termasuk dengan menargetkan sumber pendapatan bagi militer dan para pemimpinnya,” sambungnya menggunakan nama lain dari Myanmar seperti dikutip dari AP, Sabtu (3/7/2021).
Di antara pejabat yang ditargetkan adalah Menteri Penerangan Chit Naing, Menteri Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Aung Naing Oo, Menteri Tenaga Kerja, Imigrasi dan Kependudukan Myint Kyaing, Menteri Kesejahteraan Sosial, Bantuan dan Pemukiman Kembali Thet Thet Khine dan tiga anggota Dewan Tata Usaha Negara yang dibentuk militer setelah kudeta.
Sanksi tersebut membekukan aset apa pun yang mereka atau perusahaan mereka miliki di yurisdiksi AS dan melarang orang Amerika melakukan bisnis dengan mereka.
Sebelumnya, AS juga pernah menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar. Pada Februari, AS menjatuhkan sanksi terhadap penjabat presiden Myanmar dan beberapa perwira militer lainnya sebagai respons atas kudeta militer.
Kemudian pada bulan Maret, AS menjatuhkan sanksi terhadap dua anak pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing . Selain itu, AS juga menjatuhkan sanksi kepada enam perusahaan yang dikontrol oleh Min Aung. Sedangkan pada bulan April, AS memberlakukan sanksi baru terhadap Myanmar. Sanksi itu ditujukan kepada dua perusahaan (BUMN) milik Myanmar, setelah aksi kudeta militer yang menewaskan banyak pengunjuk rasa .
Militer Myanmar — juga dikenal sebagai Tatmadaw — mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari, menuduh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) melakukan kecurangan pemilu.
Mereka menahan pemimpin Kabinet Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya dan berjanji untuk menyerahkan kekuasaan setelah pemilu baru, yang tanggalnya belum diputuskan.
Sejak itu aksi demonstrasi menolak kudeta pecah di Myanmar, yang ditanggapi dengan aksi kekerasan oleh pihak militer. Belakangan, aksi kekerasan itu berubah menjadi bentrokan bersenjata setelah muncul kelompok sipil bersenjata dan kelompok-kelompok pemberontak turut mendukung demonstran anti kudeta.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Burma, sebuah kelompok pemantau, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 873 orang dalam penumpasan pasca-kudeta dan menahan sedikitnya 6.231 orang termasuk pemimpin sipil negara itu Aung San Suu Kyi.
Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) mengumumkan tindakan terhadap tujuh anggota militer Myanmar dan 15 pasangan dan anak-anaknya dari pejabat yang sebelumnya dikenai sanksi sebagai bagian dari respons AS terhadap kudeta Februari lalu dan kekerasan terhadap demonstran di negara itu.
“Penindasan militer terhadap demokrasi dan kampanye kekerasan brutal terhadap rakyat Burma tidak dapat diterima,” kata Departemen Keuangan AS.
“Amerika Serikat akan terus membebankan biaya yang meningkat pada militer Burma dan mempromosikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan kekerasan yang sedang berlangsung, termasuk dengan menargetkan sumber pendapatan bagi militer dan para pemimpinnya,” sambungnya menggunakan nama lain dari Myanmar seperti dikutip dari AP, Sabtu (3/7/2021).
Di antara pejabat yang ditargetkan adalah Menteri Penerangan Chit Naing, Menteri Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Aung Naing Oo, Menteri Tenaga Kerja, Imigrasi dan Kependudukan Myint Kyaing, Menteri Kesejahteraan Sosial, Bantuan dan Pemukiman Kembali Thet Thet Khine dan tiga anggota Dewan Tata Usaha Negara yang dibentuk militer setelah kudeta.
Sanksi tersebut membekukan aset apa pun yang mereka atau perusahaan mereka miliki di yurisdiksi AS dan melarang orang Amerika melakukan bisnis dengan mereka.
Sebelumnya, AS juga pernah menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar. Pada Februari, AS menjatuhkan sanksi terhadap penjabat presiden Myanmar dan beberapa perwira militer lainnya sebagai respons atas kudeta militer.
Kemudian pada bulan Maret, AS menjatuhkan sanksi terhadap dua anak pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing . Selain itu, AS juga menjatuhkan sanksi kepada enam perusahaan yang dikontrol oleh Min Aung. Sedangkan pada bulan April, AS memberlakukan sanksi baru terhadap Myanmar. Sanksi itu ditujukan kepada dua perusahaan (BUMN) milik Myanmar, setelah aksi kudeta militer yang menewaskan banyak pengunjuk rasa .
Militer Myanmar — juga dikenal sebagai Tatmadaw — mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari, menuduh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) melakukan kecurangan pemilu.
Mereka menahan pemimpin Kabinet Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya dan berjanji untuk menyerahkan kekuasaan setelah pemilu baru, yang tanggalnya belum diputuskan.
Sejak itu aksi demonstrasi menolak kudeta pecah di Myanmar, yang ditanggapi dengan aksi kekerasan oleh pihak militer. Belakangan, aksi kekerasan itu berubah menjadi bentrokan bersenjata setelah muncul kelompok sipil bersenjata dan kelompok-kelompok pemberontak turut mendukung demonstran anti kudeta.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Burma, sebuah kelompok pemantau, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 873 orang dalam penumpasan pasca-kudeta dan menahan sedikitnya 6.231 orang termasuk pemimpin sipil negara itu Aung San Suu Kyi.
(ian)