Ebrahim Raisi: Presiden Iran Pertama yang Menjabat di Bawah Sanksi AS

Minggu, 20 Juni 2021 - 08:10 WIB
loading...
A A A
Namun, ia juga dikritik atas peran pengadilan dalam menyaring media sosial, penahanan pengunjuk rasa anti-pemerintah dan eksekusi seorang jurnalis pembangkang.

Raisi sempat mencoba peruntungannya di jabatan eksekutif puncak negara itu pada tahun 2017, ketika ia menjadi penantang konservatif utama Rouhani. Namun, Rouhani berhasil mengalahkan Raisi dengan setelah mengumpulkan 23,5 juta suara melawan 15,7 juta suara Raisi selama pemilu.

Dalam pemilu kali ini, situasi berbalik mendukung kaum konservatif setelah pemerintah Rouhani mendapat kecaman karena meningkatnya kesengsaraan ekonomi dan kondisi kehidupan yang sulit.

Raisi dan kandidat konservatif lainnya menjadikan kinerja buruk pemerintah Rouhani sebagai masalah utama mereka selama kampanye, mencari suara untuk “perubahan status quo”.

Didiskualifikasinya tokoh reformis kunci oleh Dewan Wali semakin meningkatkan peluang Raisi, menjadikannya sebagai favorit.



Raisi adalah seorang ulama-politisi berpangkat tinggi. Ia dianggap sebagai tokoh konservatif garis keras di Iran dan kritikus keras terhadap Barat, khususnya Amerika Serikat (AS).

Dia termasuk di antara pembantu dekat Khamenei yang dikenai sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada November 2019, sehingga menjadi presiden Iran pertama yang berada di bawah sanksi pada saat menjabat.

Dalam pernyataannya, Departemen Keuangan AS mengatakan pihaknya memberikan sanksi kepada Raisi karena penumpasan brutal terhadap aksi protes Gerakan Hijau Iran setelah pemilu 2009. Saat itu, Raisi menjabat sebagai wakil kepala peradilan, dan juga "eksekusi di luar hukum" para tahanan politik pada tahun 1988 ketika dia menjadi jaksa agung Teheran.

Sebagai pengkritik keras keterlibatan AS di kawasan itu dan sanksinya, Raisi telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakan satu momen pun untuk mencabut atau menetralisir sanksi. Tidak seperti Rouhani, menurut orang-orang yang dekat dengannya, pendekatannya cenderung lebih keras.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1346 seconds (0.1#10.140)