Ebrahim Raisi: Presiden Iran Pertama yang Menjabat di Bawah Sanksi AS

Minggu, 20 Juni 2021 - 08:10 WIB
loading...
Ebrahim Raisi: Presiden Iran Pertama yang Menjabat di Bawah Sanksi AS
Presiden Iran terpilih Ebrahim Raisi, jadi presiden pertama yang menjabat di bawah sanksi AS. Foto/CBC
A A A
TEHERAN - Ulama ultrakonservatif sekaligus kepala peradilan, Ebrahim Raisi (60), terpilih sebagai presiden baru Iran dalam pemilu yang digelar Jumat lalu. Ia akan menggantikan sosok reformis, Hassan Rouhani.

Raisi memenangkan pemilihan presiden dengan telak. Ia memenangkan 17,9 juta suara dari 28,9 juta suara yang diberikan selama pemilihan presiden .

Mantan kepala IRGC Mohsen Rezaei berada di urutan kedua dengan 3,4 suara diikuti oleh mantan bankir top Abdolnasser Hemmati dengan 2,4 juta dan mantan wakil ketua parlemen Ghazizadeh Hashemi dengan sekitar 1 juta suara.

Dia adalah salah satu dari tujuh kandidat - dua reformis dan lima konservatif - yang mendapat lampu hijau dari badan pemeriksaan pemilihan tertinggi negara itu, Dewan Wali, untuk maju dalam pemilihan.



Dikutip dari Anadolu, Minggu (20/6/2021), Raisi telah memegang beberapa jabatan penting dalam peradilan Iran sejak revolusi 1979, selain memimpin kompleks kuil Rezavi yang berpengaruh di timur laut provinsi Mashhad.

Dia menjabat sebagai wakil kepala Majelis Ahli, badan musyawarah tinggi yang diberdayakan untuk memilih Pemimpin Tertinggi Iran, sejak 2016.

Tetapi jabatan utamanya datang pada Maret 2019, ketika ia dipilih oleh Ali Khamenei untuk memimpin peradilan negara itu, menggantikan Sadeqh Amoli Larijani, yang pindah ke badan tinggi lainnya.

Dalam perannya sebagai kepala kehakiman, kedudukan dan pengaruh Raisi di kalangan konservatif negara itu tumbuh secara mencengangkan, terutama setelah ia memperketat "sekrup" pada pejabat pemerintah yang korup.

Saat mengkritik kinerja pemerintahan reformis yang dipimpin Hassan Rouhani selama debat presiden, Raisi mengatakan sejumlah besar kasus korupsi selama masa jabatannya sebagai kepala kehakiman terkait dengan cabang eksekutif.

Namun, ia juga dikritik atas peran pengadilan dalam menyaring media sosial, penahanan pengunjuk rasa anti-pemerintah dan eksekusi seorang jurnalis pembangkang.

Raisi sempat mencoba peruntungannya di jabatan eksekutif puncak negara itu pada tahun 2017, ketika ia menjadi penantang konservatif utama Rouhani. Namun, Rouhani berhasil mengalahkan Raisi dengan setelah mengumpulkan 23,5 juta suara melawan 15,7 juta suara Raisi selama pemilu.

Dalam pemilu kali ini, situasi berbalik mendukung kaum konservatif setelah pemerintah Rouhani mendapat kecaman karena meningkatnya kesengsaraan ekonomi dan kondisi kehidupan yang sulit.

Raisi dan kandidat konservatif lainnya menjadikan kinerja buruk pemerintah Rouhani sebagai masalah utama mereka selama kampanye, mencari suara untuk “perubahan status quo”.

Didiskualifikasinya tokoh reformis kunci oleh Dewan Wali semakin meningkatkan peluang Raisi, menjadikannya sebagai favorit.



Raisi adalah seorang ulama-politisi berpangkat tinggi. Ia dianggap sebagai tokoh konservatif garis keras di Iran dan kritikus keras terhadap Barat, khususnya Amerika Serikat (AS).

Dia termasuk di antara pembantu dekat Khamenei yang dikenai sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada November 2019, sehingga menjadi presiden Iran pertama yang berada di bawah sanksi pada saat menjabat.

Dalam pernyataannya, Departemen Keuangan AS mengatakan pihaknya memberikan sanksi kepada Raisi karena penumpasan brutal terhadap aksi protes Gerakan Hijau Iran setelah pemilu 2009. Saat itu, Raisi menjabat sebagai wakil kepala peradilan, dan juga "eksekusi di luar hukum" para tahanan politik pada tahun 1988 ketika dia menjadi jaksa agung Teheran.

Sebagai pengkritik keras keterlibatan AS di kawasan itu dan sanksinya, Raisi telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakan satu momen pun untuk mencabut atau menetralisir sanksi. Tidak seperti Rouhani, menurut orang-orang yang dekat dengannya, pendekatannya cenderung lebih keras.



Raisi telah menjadi kritikus keras terhadap kebijakan luar negeri pemerintah Rouhani, khususnya negosiasi dengan Barat untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir penting 2015, yang terbukti dari pernyataannya dalam tiga debat.

Kepala kehakiman Iran itu mengatakan penghapusan sanksi "kejam" akan menjadi "kewajiban" bagi pemerintahannya, yang katanya akan dicapai melalui "diplomasi ekonomi aktif", tanpa memberikan rinciannya.

Dia diharapkan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih tegas dalam kebijakan luar negeri Iran, terutama dalam negosiasi dengan kekuatan AS dan Eropa untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015.

Spekulasi tersebar luas bahwa presiden terpilih, dengan dukungan parlemen yang dipegang konservatif, dapat menolak persyaratan yang disepakati dalam negosiasi baru-baru ini untuk menghidupkan kembali kesepakatan dan bernegosiasi ulang dengan persyaratannya sendiri.

Raisi, tidak seperti Rouhani, kemungkinan akan mendasarkan pendekatannya dalam hubungan dengan Barat dan dunia Arab pada arahan Khamenei, yang juga menjadi mentor politiknya.

Dalam salah satu debat presiden, Raisi berbicara tentang berinteraksi dengan dunia dan diplomasi aktif, dengan peringatan bahwa kemajuan negara tidak boleh terikat padanya.

Selama kampanye pemilihannya, Raisi berbicara tentang banyak rencana ambisius, tetapi tidak mengungkapkannya secara detail tentang pelaksanaannya.

Dalam memperoleh kemenangan di pemilu presiden Iran, Raisi mengandalkan suara kaum muda, mendesak mereka untuk tidak membalas dendam terhadap pemerintahan berikutnya atas kesulitan yang mereka hadapi selama pemerintahan Rouhani.

Menggambarkan generasi muda sebagai sumber daya paling signifikan dan kekuatan penggerak ekonomi negara, Raisi berjanji untuk fokus pada masalah yang dihadapi kaum muda seperti pengangguran, biaya pernikahan yang tinggi, dan kenaikan harga perumahan yang cepat.

Dia juga menekankan perlunya sistem birokrasi diperbaiki, termasuk perang melawan korupsi dan birokrasi, sambil berjanji untuk menurunkan inflasi ke angka tunggal dengan meningkatkan produksi.

Salah satu janji jajak pendapat Raisi yang menggugah minat media adalah internet gratis untuk masyarakat dari lapisan bawah, dan juga advokasinya terhadap media sosial gratis.

Dia menghadapi serangan dari kandidat reformis setelah tim kampanyenya meluncurkan halaman media sosialnya, dengan Hemmati memintanya untuk mengeluarkan perintah sebagai kepala kehakiman untuk mencabut filter media sosial. Janji kampanyenya juga mencakup peninjauan memo internal pemerintah dan pengaturan gaji.

Raisi mengatakan mata pencaharian masyarakat telah sangat rusak, menambahkan bahwa negara itu tidak memiliki kemandirian ekonomi, sebuah serangan yang ditujukan kepada pemerintah reformis yang berkuasa.

Dia juga menyebut perampasan tanah di Iran, mengatakan masalah itu dapat diselesaikan melalui formalisasi dokumen, aktivasi LSM, dan mengundang orang untuk melakukan pengamatan.

Komposisi kabinet Raisi belum diketahui, tetapi pengamat percaya dia akan mengikat orang-orang dari faksi konservatif serta beberapa kandidat presiden yang mundur dari pemilihan untuk mendukungnya.

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2065 seconds (0.1#10.140)