Pilpres Iran Telah Dimulai, Ulama Garis Keras Diprediksi Menang
loading...
A
A
A
TEHERAN - Pemilihan presiden (pilpres) ke-13 Iran telah dimulai pagi ini (18/6/2021). Calon presiden (capres) Ebrahim Raisi , seorang ulama garis keras, diprediksi akan menang.
Ebrahim Raisi, 60, kepala kehakiman Iran yang juga sekutu dekat Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, difavoritkan untuk menggantikan Presiden Hassan Rouhani—yang dilarang konstitusi untuk mencalonkan diri lagi karena sudah dua periode menjabat presiden.
Kemenangan untuk ulama garis keras Syiah itu—jika benar terjadi—akan mengonfirmasi kematian politik politisi pragmatis seperti Rouhani, yang dilemahkan oleh keputusan Washington untuk keluar dari kesepakatan nuklir 2015 dan menerapkan kembali sanksi dalam sebuah langkah yang menghambat pemulihan hubungan dengan Barat.
Para pejabat Iran mengeklaim, kemanangan Raisi tidak akan mengganggu upaya Iran untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 dan membebaskan diri dari sanksi minyak dan keuangan yang keras dari dunia internasional.
Menurut mereka, para ulama yang berkuasa sadar bahwa nasib politik mereka bergantung pada penanganan kesulitan ekonomi yang memburuk.
“Tantangan utama Raisi adalah ekonomi. Letusan protes tidak akan terhindarkan jika dia gagal menyembuhkan penderitaan ekonomi bangsa,” kata seorang pejabat pemerintah yang menolak disebutkan namanya, seperti dikutip AFP.
Pemilihan presiden ke-13 memungkinkan setiap warga negara Iran yang berusia di atas 18 tahun untuk memberikan suara. Namun, seruan boikot pemilu telah bergema di negara berpenduduk 83 juta jiwa itu.
Awalnya, ada tujuh kandidat untuk jabatan presiden di Iran. Namun, hanya empat yang terus bersaing untuk posisi itu. Mereka adalah hakim tinggi, Ebrahim Raisi; kepala Bank Sentral, Abdolnaser Hemmati; seorang anggota parlemen, Sayyid Ghazizadeh; dan kepala Dewan Kebijaksanaan Iran, Mohsen Rezaee.
Khamenei melalui Twitter telah menyerukan rakyat Iran untuk menggunakan hak pilihnya.
"Hari pemilihan adalah hari bangsa Iran. Rakyatlah yang menentukan masa depan negara untuk tahun-tahun mendatang melalui pemungutan suara. Apa pun yang dilakukan bangsa Iran hari ini akan membangun masa depan mereka dan menentukan nasib mereka untuk tahun-tahun mendatang," tulis Khamenei via akun Twitter-nya, @khamenei_ir.
Ebrahim Raisi, 60, kepala kehakiman Iran yang juga sekutu dekat Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, difavoritkan untuk menggantikan Presiden Hassan Rouhani—yang dilarang konstitusi untuk mencalonkan diri lagi karena sudah dua periode menjabat presiden.
Kemenangan untuk ulama garis keras Syiah itu—jika benar terjadi—akan mengonfirmasi kematian politik politisi pragmatis seperti Rouhani, yang dilemahkan oleh keputusan Washington untuk keluar dari kesepakatan nuklir 2015 dan menerapkan kembali sanksi dalam sebuah langkah yang menghambat pemulihan hubungan dengan Barat.
Para pejabat Iran mengeklaim, kemanangan Raisi tidak akan mengganggu upaya Iran untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 dan membebaskan diri dari sanksi minyak dan keuangan yang keras dari dunia internasional.
Menurut mereka, para ulama yang berkuasa sadar bahwa nasib politik mereka bergantung pada penanganan kesulitan ekonomi yang memburuk.
“Tantangan utama Raisi adalah ekonomi. Letusan protes tidak akan terhindarkan jika dia gagal menyembuhkan penderitaan ekonomi bangsa,” kata seorang pejabat pemerintah yang menolak disebutkan namanya, seperti dikutip AFP.
Pemilihan presiden ke-13 memungkinkan setiap warga negara Iran yang berusia di atas 18 tahun untuk memberikan suara. Namun, seruan boikot pemilu telah bergema di negara berpenduduk 83 juta jiwa itu.
Awalnya, ada tujuh kandidat untuk jabatan presiden di Iran. Namun, hanya empat yang terus bersaing untuk posisi itu. Mereka adalah hakim tinggi, Ebrahim Raisi; kepala Bank Sentral, Abdolnaser Hemmati; seorang anggota parlemen, Sayyid Ghazizadeh; dan kepala Dewan Kebijaksanaan Iran, Mohsen Rezaee.
Khamenei melalui Twitter telah menyerukan rakyat Iran untuk menggunakan hak pilihnya.
"Hari pemilihan adalah hari bangsa Iran. Rakyatlah yang menentukan masa depan negara untuk tahun-tahun mendatang melalui pemungutan suara. Apa pun yang dilakukan bangsa Iran hari ini akan membangun masa depan mereka dan menentukan nasib mereka untuk tahun-tahun mendatang," tulis Khamenei via akun Twitter-nya, @khamenei_ir.
(min)