Marwan Barghouti, Militan Dipenjara Israel tapi Jadi Capres Palestina

Jum'at, 02 April 2021 - 08:32 WIB
loading...
Marwan Barghouti, Militan Dipenjara Israel tapi Jadi Capres Palestina
Marwan Barghouti, 61, militan yang dipenjara seumur hidup di Israel tapi menjadi calon presiden Palestina. Foto/Al Monitor
A A A
YERUSALEM - Marwan Barghouti, 61, adalah seorang militan Palestina yang saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup di Israel. Sosoknya kini populer karena menjadi calon presiden (capres) Palestina.

Dia telah memutuskan hubungan dengan Fattah, partai politik yang mengontrol Otoritas Palestina, Rabu malam. Manuver politiknya telah meningkatkan perebutan kekuasaan dan meredupkan harapan partai itu untuk mempertahankan monopoli kekuasaan dalam pemilu parlemen Palestina.



Barghouti sudah lama menjadi tokoh yang dihormati di Fatah, partai sekuler yang menjalankan Otoritas Palestina dan didirikan bersama oleh Yasser Arafat, mantan pemimpin Palestina. Meskipun menjalani hukuman seumur hidup di penjara Israel, Barghouti sangat dihormati di antara banyak kader partai dan diharapkan menjadi presiden Palestina di masa depan.

Pada Rabu malam, anggota Fatah yang bertindak atas namanya memutuskan hubungan dengan partai, membentuk faksi sendiri dan melakukan pendaftaran pemilu secara terpisah yang akan bersaing dengan Fatah dalam pemilu bulan Mei mendatang. Ini menjadi tantangan langsung bagi pemimpin Fatah saat ini; Mahmoud Abbas, 85, yang juga Presiden Otoritas Palestina.

Faksi Barghouti bergabung dengan protagonis lama politik Palestina lainnya, Nasser al-Kidwa, keponakan Arafat yang juga mantan utusan Palestina untuk PBB yang memisahkan diri dari Fatah tahun ini.

Para pengamat yakin aliansi mereka dapat memecah suara Fatah, dan kemungkinan bertindak sebagai perusak yang dapat menguntungkan Hamas, faksi yang menguasai Gaza.

"Ini adalah perkembangan yang dramatis dan besar," kata Ghaith al-Omari, mantan penasihat Abbas dan analis senior di Washington Institute for Near East Policy, sebuah kelompok penelitian.

"Ini adalah tantangan besar yang bisa diangkat ke strategi pemilu Abbas dan lebih umum lagi kendalinya atas Fatah."

Abbas, yang telah memimpin Otoritas Palestina selama 16 tahun, menyerukan pemilu baru pada Januari dengan harapan menegaskan kembali legitimasi demokrasinya dan membangun kembali pemerintahan Palestina yang bersatu. Otoritas Palestina mengelola sebagian Tepi Barat yang diduduki Israel, sementara Hamas menjalankan Jalur Gaza.

Otoritas Palestina belum mengadakan pemilu sejak 2006 untuk parlemennya, Dewan Legislatif Palestina. Abbas telah berulang kali menunda pemilu, setidaknya sebagian karena dia takut kalah dari Hamas, yang merebut kendali Jalur Gaza dari Otoritas Palestina yang dikelola Fatah pada 2007.

Abbas berharap pemilu baru akhirnya bisa mengarah pada rekonsiliasi dengan Hamas. Sebaliknya, mereka telah mengekspos perebutan kekuasaan besar di dalam Fatah.

"Ini adalah salah satu perkembangan politik paling signifikan di Fatah sejak Abbas menjadi presiden pada 2005," kata al-Omari.
"Barghouti dan Kidwa adalah kombinasi yang tidak dapat dengan mudah dibubarkan oleh kepemimpinan Fatah. Mereka memiliki cadangan legitimasi yang sangat dalam di partai, dan mereka mewakili tantangan besar bagi kekuasaan Abbas di dalamnya."

Barghouti mencalonkan diri sebagai presiden Otoritas Palestina pada 2004, sebelum menarik diri dan mendukung Abbas. Dia pernah menjadi pemimpin pemberontakan Palestina di akhir 1980-an dan awal 2000-an, dan dihukum pada 2004 karena terlibat dalam pembunuhan lima orang Israel.

Dia dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup dan berkampanye untuk jabatan presiden dari sel penjara Israel.

Para pendukung Fatah sekarang akan dipaksa untuk memilih di antara tiga faksi yang terkait dengan Fatah—partai resmi, aliansi Barghouti-al-Kidwa, dan kelompok pecahan ketiga yang dipimpin oleh mantan kepala keamanan yang diasingkan, Mohammad Dahlan.

Anggota aliansi Barghouti mengatakan mereka telah menciptakan faksi baru untuk merevitalisasi politik Palestina, yang semakin menjadi pertunjukan satu orang yang berpusat di sekitar Abbas, yang telah memerintah dengan dekrit selama lebih dari satu dekade.

"Sistem politik Palestina tidak lagi hanya bisa direformasi," kata Hani al-Masri, seorang anggota aliansi baru itu, pada jumpa pers Rabu malam, yang dilansir Gulf News, Jumat (2/4/2021). "Itu membutuhkan perubahan besar."

Seorang pejabat Fatah menyebut kelompok itu sebagai "pembalik".



"Bahkan dengan Nabi kami Muhammad, ada orang yang tidak bertanggung jawab," kata Jibril Rajoub, sekretaris jenderal Komite Sentral Fatah, pada jumpa pers terpisah di luar Ramallah, Tepi Barat. "Fatah kuat dan melekat satu sama lain."

Abbas telah membatalkan pemilu di masa lalu, dan beberapa percaya dia mungkin berusaha melakukannya lagi dalam beberapa minggu mendatang.

"Tapi pada titik ini, pembatalan akan sangat mahal, secara politis," kata Ghassan Khatib, seorang analis politik yang berbasis di Ramallah dan mantan menteri di bawah Abbas. "Ada harga politik yang tinggi untuk itu."

Harapan terbaik Abbas, kata Khatib, adalah pemerintah Israel ikut campur dalam pemilu Palestina.

Hamas telah menuduh Israel menangkap beberapa pemimpinnya dan memperingatkan mereka untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu, sebuah tuduhan yang dibantah Israel.

Para pejabat Palestina mengatakan bahwa pemerintah Israel belum menanggapi permintaan untuk mengizinkan pemungutan suara di Yerusalem Timur.

Dinamika ini bisa menjadi alasan Abbas untuk membatalkan pemungutan suara.

"Abbas membutuhkan alasan yang dapat membenarkan keputusan seperti itu," kata Khatib.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1360 seconds (0.1#10.140)