China Kembangkan Gerombolan Rudal Hipersonik untuk Banjiri Pertahanan Misil Musuh

Jum'at, 19 Maret 2021 - 15:25 WIB
loading...
China Kembangkan Gerombolan...
Gambaran proyek Glide Breaker DARPA Amerika Serikat yang berusaha untuk mencegat senjata hipersonik. Namun, itu bisa kewalahan oleh serbuan gerombolan senjata cerdas seperti yang sedang dikerjakan China. Foto/Forbes
A A A
BEIJING - Para peneliti China sedang bekerja untuk menghubungkan rudal-rudal hipersonik menjadi gerombolan senjata cerdas untuk serangan terkoordinasi yang membanjiri sistem pertahanan misil musuh.

Kawanan rudal seperti itu akan jauh lebih berbahaya daripada misil individu karena rombongan senjata hipersonik itu melipatgandakan kekuatan senjata berkecepatan tinggi.



Rudal-rudal hipersonik—rudal jelajah yang bergerak di dalam atmosfer dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara (lebih dari 4.000 mph)—sedang dibentuk sebagai gelombang inovasi militer China berikutnya. Meskipun mereka mungkin lebih lambat dari rudal balistik, penerbangan mereka yang tingkatnya relatif rendah membuat peringatan kedatangan rudal hipersonik jauh lebih sedikit, dan mereka jauh lebih menantang untuk dicegat.

Mereka dapat mengirimkan hulu ledak nuklir, atau memberikan serangan mendadak yang menghancurkan terhadap kapal induk atau pun pangkalan udara. Tidak heran China mengembangkannya untuk melawan superioritas Amerika Serikat (AS) di bidang lain, dan Pentagon mencurahkan begitu banyak upaya untuk pertahanan terhadap rudal semacam itu.

Sebuah studi baru dari Beijing Institute of Technology berjudul "Network for hypersonic UCAV swarms" yang dikutip Forbes, Jumat (19/3/2021), China berusaha untuk melipatgandakan kekuatan senjata hipersonik dengan membuat mereka bekerja sama. UCAV adalah kependekan dari Unmanned Combat Air Vehicle, istilah yang biasanya digunakan untuk drone bersenjata, tetapi diterapkan dalam kasus ini karena mereka lebih dari sekedar rudal—anggota gerombolan rudal hipersonik yang akan membawa sensor dan komunikasi.

Manfaatnya adalah kesadaran situasional bersama, misalnya memberi tahu anggota gerombolan lainnya di mana pertahanan musuh berada, mampu secara bersamaan mencapai target dengan banyak senjata yang datang dari arah yang berbeda, dan secara kooperatif mencari target yang sulit dipahami atau bergerak.

Gerombolan rudal ini bisa terdiri dari beberapa gelombang, dengan masing-masing gelombang memberi tahu target mana yang telah dihancurkan atau di mana lubang telah dibuat melewati pertahanan.



Pada akhirnya, gerombolan rudal itu akan membuat keputusannya sendiri tentang ke mana harus pergi dan bagaimana cara menyerang.

"Kawanan UCAV hipersonik memberikan manfaat taktis yang diinginkan dan bermanfaat," bunyi makalah itu. "Ini dapat menjalankan misi seperti serangan kejenuhan, berbagi kesadaran situasional, bimbingan kerjasama terdistribusi, perencanaan jalur kooperatif, pencarian kooperatif, dan akhirnya, otonomi kooperatif."

Otonomi kooperatif akan berarti bahwa gerombolan rudal itu sendiri dalam kendali daripada diarahkan oleh manusia, sesuatu yang mungkin menjadi semakin penting mengingat kecepatan senjata hipersonik lima kali lipat dari kecepatan suara.

Secara signifikan, laporan itu berulang kali mengutip karya Amerika daripada China sebagai inspirasinya, memberikan kesan bahwa China hanya menanggapi proyek-proyek AS yang sudah berjalan.

"Tentara AS baru-baru ini mengumumkan sedang bekerja menuju kemampuan koordinasi otonom. Pada tahun 2017, program multi-simultan keterlibatan teknologi (MSET) rudal dimulai, yang dibayangkan sebagai rangkaian teknologi yang menyediakan keterlibatan terminal otonom yang diawasi dari beberapa rudal terhadap berbagai target dan komunikasi antar-kelompok untuk kesadaran situasional bersama," imbuh makalah tersebut.

Makalah itu menyoroti detail bahwa MSET adalah sistem taktis skala kecil, bukan senjata strategis dengan rudal hipersonik. Para peneliti China pada dasarnya mencoba sesuatu yang serupa, tetapi dalam skala raksasa. Ini membuat segalanya jauh lebih menantang.

Makalah tersebut mengakui bahwa "mobilitas tinggi, topologi dinamis, cakupan geografis yang luas, dan lingkungan yang tidak bersahabat" perlu diatasi.

Solusi mereka adalah versi jaringan ad-hoc seluler atau MANET (seperti yang digunakan dalam proyek IVAS Angkatan Darat AS) di mana node komunikasi secara spontan bergabung dengan tetangga terdekat untuk meneruskan data. Ramdomization dan spread spectrum akan menjaga keamanan jaringan dan membuatnya sulit untuk macet, dan antena beamforming yang canggih memberikan sinyal jarak jauh. Jaringan mungkin akan membutuhkan teknologi dengan panjang gelombang yang sangat pendek ("gelombang milimeter") dalam rentang 30-200 GHz, yang berpotensi tumpang tindih dengan beberapa sistem 5G. Perangkat lunak baru diperlukan untuk mengikat semuanya secara efisien.

Makalah penelitian China itu lebih tentang mengajukan pertanyaan daripada memberikan jawaban, yang tidak mungkin terjadi dalam publikasi open-source, dan kawanan rudal hipersonik jelas akan terjadi bertahun-tahun di masa depan. Namun, itu memberi sedikit wawasan tentang apa yang mungkin ada dalam pikiran perencana militer China.

Sementara AS mulai mengerjakan pertahanan terhadap senjata hipersonik, China sudah mencari cara untuk membanjiri pertahanan tersebut dan tetap setidaknya selangkah lebih maju.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1822 seconds (0.1#10.140)