Inilah Waseem Rizvi, Tokoh India yang Minta 26 Ayat Al-Qur'an Dihapus

Rabu, 17 Maret 2021 - 14:43 WIB
loading...
Inilah Waseem Rizvi, Tokoh India yang Minta 26 Ayat Al-Quran Dihapus
Waseem Rizvi, tokoh Muslim yang merupakan mantan ketua Dewan Wakaf Syiah Uttar Pradesh, India. Foto/IANS
A A A
NEW DELHI - Waseem Rizvi , tokoh Muslim yang juga mantan ketua Dewan Wakaf Syiah Uttar Pradesh, India , memicu kemarahan umat Islam di negara itu setelah mengajukan petisi di Mahkamah Agung untuk menghapus 26 ayat dari Al-Qur'an. Dia menuduh ayat-ayat itu mengajarkan kekerasan.

Dia mengatakan 26 ayat itu tidak asli dari kitab suci Al-Qur'an, melainkan disisipkan tiga khalifah pertama Islam.



"Ayat-ayat ini ditambahkan ke dalam Al-Qur'an, oleh tiga khalifah pertama, untuk membantu ekspansi Islam melalui perang," katanya.

“Setelah [Nabi] Muhammad, khalifah pertama Hazrat Abu Bakar, khalifah kedua Hazrat Umar dan yang ketiga yaitu Hazrat Usman merilis Al-Qur'an sebagai sebuah kitab," paparnya.

Rizvi, 50, bukanlah orang baru dalam kontroversi dan telah menjadi berita karena pernyataannya tentang berbagai masalah seperti polemik talak tiga, sengketa Ayodhya, kasus korupsi, dan mempromosikan permusuhan yang diajukan terhadapnya.

Meski Rizvi sering mengambil posisi dalam isu-isu kontroversial yang sejalan dengan BJP [Partai Bharatiya Janata]—partai berkuasa di India—, para pemimpin dari partai tersebut, termasuk Menteri Persatuan Syed Shahnawaz Hussain, telah mengutuk langkah terbarunya.

"Saya sangat keberatan dan mengutuk petisi Waseem Rizvi yang meminta penghapusan 26 ayat dari Al-qur'an. Partai saya berpendapat bahwa mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal tentang teks agama apa pun, termasuk Al-Qur'an, adalah tindakan yang sangat terkutuk," kata Hussain seperti dikutip Indian Express, Rabu (17/3/2021).

Siapakah Waseem Rizvi?

Hingga tahun lalu, Waseem Rizvi adalah ketua Badan Wakaf Syiah Uttar Pradesh, sebuah jabatan yang dia pegang selama lebih dari satu dekade.

Sebagai putra seorang pegawai perkeretaapian kelas II, Rizvi tidak pernah tamat kuliah. Dia terpilih sebagai korporator Partai Samajwadi (SP) dari distrik Kashmiri Mohalla di Kota Tua, Lucknow, pada tahun 2000, dan pada tahun 2008 dia menjadi anggota Dewan Wakaf Syiah.

Pada 2012, Rizvi dikeluarkan dari SP selama enam tahun setelah berselisih dengan ulama Syiah Kalbe Jawwad, yang menuduhnya menyedot dana. Setelah itu, Dewan Wakaf Syiah juga dibubarkan. Namun Rizvi kemudian mendapat keringanan dari pengadilan dan dipekerjakan kembali.



Meskipun pernah dianggap dekat dengan pemimpin SP Azam Khan, Rizvi diketahui mengirim tawaran kepada Kepala Menteri Yogi Adityanath setelah BJP berkuasa di Uttar Pradesh.

Pada 2019, dia menulis dan memproduksi film "Ram Ki Janmabhoomi".

Petisinya dan Reaksi Saat Ini

Rizvi, dalam petisinya di Mahkamah Agung India, menuduh bahwa 26 ayat “mempromosikan kekerasan”, dan bukan bagian dari Al-Qur'an yang asli, melainkan ditambahkan dalam revisi-revisi selanjutnya, dan karenanya harus dihapus dari kitab suci tersebut.

Komunitas Syiah dan Sunni bersatu untuk mengutuk langkah Rizvi, mengeklaim petisinya hanyalah aksi publisitas dan upaya untuk melukai sentimen agama. Setelah petisinya diajukan di Mahkamah Agung pada 11 Maret, terjadilah protes terhadap Rizvi di beberapa kota, dan pengaduan polisi—termasuk satu oleh pemimpin BJP di Jammu dan Kashmir, dan satu di Bareilly di Uttar Pradesh—telah diajukan terhadapnya.

Seorang pengacara yang berbasis di Moradabad telah diadukan ke polisi karena diduga mengumumkan hadiah Rs11 lakh atau sekitar Rp218,4 juta untuk "pemenggalan" kepala Rizvi.

Organisasi Muslim lainnya di Uttar Pradesh,Shiane Haider-e-Karrar Welfare Association, sebelumnya telah mengumumkan hadiah Rs20.000 untuk pemenggalan kepala Rizvi. Beberapa pemimpin agama Muslim juga menuntut pengucilan Rizvi.

Pada November 2020, Biro Pusat Investigasi (CBI) pernah mendaftarkan dua kasus terhadap Rizvi dan yang lainnya terkait dugaan penyimpangan dalam jual-beli dan pengalihan harta wakaf di Uttar Pradesh.

Penyelidikan polisi atas masalah itu jauh lebih dulu dilakukan, dengan satu kasus diajukan di Prayagraj pada tahun 2016 di kantor polisi Kotwali di bawah IPC pasal 441 (pelanggaran pidana) dan pasal 447 (hukuman untuk pelanggaran pidana), dan yang lainnya terdaftar di kantor polisi Hazratganj di Lucknow pada tahun 2017 di bawah IPC pasal 420 (penipuan dan mendorong pengiriman properti secara tidak jujur), pasal 409 (pelanggaran kepercayaan oleh pegawai negeri, atau oleh bankir, pedagang atau agen) dan pasal 506 (intimidasi kriminal).

Rizvi menuduh ada “persekongkolan” di balik kasus tersebut. Tahun lalu, dia mengeklaim tidak ada hasil penyelidikan dari Badan Reserse Kriminal (CID) dalam kasus Lucknow, sementara dia tidak terlibat langsung dalam masalah Prayagraj.

Sebelumnya, pada Februari 2020, pemerintah Uttar Pradesh memberikan sanksi kepada Polisi Prayagraj karena "mengadili" Rizvi dalam kasus 2016 di mana dia didakwa karena mempromosikan permusuhan. Kasus tersebut terkait dengan dugaan pembangunan ilegal di Imam Bara—sebuah tempat keagamaan—di Prayagraj.

“Rizvi dituding mengubah wujud asli tempat ibadah—Imam Bara—dengan melakukan pembangunan ilegal. Beberapa bagian lain dari IPC, termasuk 153-A (mempromosikan permusuhan antara kelompok yang berbeda atas dasar agama, ras, dan lain-lain) dan 295-A (tindakan yang disengaja dan jahat, dimaksudkan untuk membuat marah perasaan religius), juga digunakan. Pasal 153-A dimasukkan karena ada upaya untuk mempromosikan sentimen keagamaan dengan mengubah bentuk asli dari tempat keagamaan tersebut," kata pejabat invetigasi kasus tersebut, Sub-Inspektur Ravindra Yadav, kepada Indian Express pada saat itu.

Dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri (PM) Narendra Modi pada Januari 2019, Rizvi telah memintanya untuk menutup madrasah dasar, menuduh bahwa kelompok teror ISIS mendanai lembaga-lembaga semacam itu untuk menjauhkan anak-anak Muslim dari pendidikan umum dan dari agama lain.

“Agar jald prathamik madrase band na hue to 15 saal baad desh ka aadhe se jyada Musalman ISIS ki vichardhara ka samarthak ho jayega… Unmein Islam ke naam par kattarpanthi soch paida ki ja rahi hai (Jika madrasah dasar tidak segera ditutup, maka 15 tahun ke depan, lebih dari setengah populasi Muslim di negara ini akan menjadi pendukung ideologi ISIs ...Atas nama Islam, mereka (siswa di madrasah dasar) diubah menjadi radikal)," bunyi surat itu.

Pada tahun 2018 juga, Rizvi telah menulis kepada Kepala Menteri Adityanath dan PM Modi, meminta penghapusan konsep madrasah, karena mereka “telah menjadi usaha bisnis bagi mullah dan menghasilkan teroris alih-alih memastikan pekerjaan bagi Muslim”.

Tahun lalu, dalam surat lain kepada PM Modi, Rizwi menuntut Undang-Undang Tempat Ibadah 1991 dihapuskan dan komite tingkat tinggi ditunjuk untuk "merebut kembali tanah dari masjid yang dibangun di atas kuil kuno". Dalam suratnya dia juga menuntut agar "status asli" dari situs-situs semacam itu dipulihkan. Rizvi memberikan perincian dari bangunan-bangunan tersebut di Mathura dan Jaunpur di Uttar Pradesh dan juga di Gujarat, Benggala Barat, Madhya Pradesh, dan New Delhi.

Dia bahkan pernah dikutip media mengatakan bahwa "melahirkan anak seperti binatang" berbahaya bagi negara.

Ketika rancangan undang-undang (RUU) talak tiga disahkan di Lok Sabha pada 2017, sementara banyak yang mempertanyakan undang-undang untuk mengkriminalisasi tindak pidana, Rizvi menganjurkan hukuman penjara 10 tahun untuk pelanggar, bertentangan dengan ketentuan yang ada yakni tiga tahun penjara.

Saat perselisihan Babri Masjid-Ram Mandir disidangkan, Rizvi pada 2017 menyarankan agar kuil Ram dibangun di Ayodhya, sedangkan masjid bisa dibangun di Lucknow.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2008 seconds (0.1#10.140)