Ditembak Kepalanya, Demonstran Cantik Myanmar Ma Kyal Sin Dicap Pahlawan
loading...
A
A
A
YANGON - Ma Kyal Sin menyukai taekwondo, makanan pedas, dan lipstik merah yang bagus. Dia mengadopsi nama Inggris; Angel, dan ayahnya memeluknya saat dia pergi ke jalan-jalan di Mandalay, di Myanmar tengah, untuk bergabung dengan kerumunan yang secara damai memprotes kudeta militer baru-baru ini.
Kaus hitam yang dikenakan Kyal Sin saat protes pada hari Rabu memuat pesan sederhana: ”Everything will be OK [Semuanya akan baik-baik saja]”.
Pada Rabu sore, Kyal Sin, 19, ditembak di kepalanya oleh pasukan polisi junta Myanmar. Dia tewas. Dia jadi bagian dari sedikitnya 30 orang di seluruh negeri yang tewas dalam satu hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari.
Pemakaman demonstran cantik ini dihadiri banyak pelayat kemarin. Para demonstran antikudeta bertekad meneruskan perjuangan Angel.
”Dia adalah pahlawan bagi negara kita,” kata Ma Cho Nwe Oo, salah satu teman dekat Kyal Sin, yang juga ikut serta dalam aksi unjuk rasa harian yang mengguncang ratusan kota di seluruh Myanmar, seperti dikutip New York Times, Jumat (5/3/2021).
”Dengan berpartisipasi dalam revolusi, generasi perempuan muda kita menunjukkan bahwa kita tidak kalah berani dari laki-laki,” katanya lagi.
Terlepas dari risikonya, perempuan telah berdiri di garis depan gerakan protes Myanmar, mengirimkan teguran keras kepada para jenderal yang menggulingkan seorang pemimpin sipil wanita Aung San Suu Kyi. Para jenderal tersebut juga dianggap telah menerapkan kembali tatanan patriarki yang telah menindas perempuan selama setengah abad.
Ratusan ribu perempuan berkumpul untuk pawai harian, mewakili serikat guru yang mogok kerja, pekerja garmen dan pekerja medis—semua sektor didominasi oleh perempuan. Yang termuda sering berada di garis depan, di mana pasukan keamanan tampaknya telah memilih mereka sebagai target. Dua perempuan muda ditembak di kepala pada hari Rabu dan satu lagi di dekat jantung, tiga peluru mengakhiri hidup mereka.
Awal pekan ini, jaringan televisi militer mengumumkan bahwa pasukan keamanan diperintahkan untuk tidak menggunakan peluru tajam, dan untuk membela diri mereka hanya akan menembak di bagian tubuh bagian bawah.
"Kami mungkin kehilangan beberapa pahlawan dalam revolusi ini," kata Ma Sandar, asisten sekretaris jenderal Konfederasi Serikat Buruh Myanmar, yang ikut serta dalam protes tersebut. “Darah wanita kami merah.”
Kaus hitam yang dikenakan Kyal Sin saat protes pada hari Rabu memuat pesan sederhana: ”Everything will be OK [Semuanya akan baik-baik saja]”.
Pada Rabu sore, Kyal Sin, 19, ditembak di kepalanya oleh pasukan polisi junta Myanmar. Dia tewas. Dia jadi bagian dari sedikitnya 30 orang di seluruh negeri yang tewas dalam satu hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari.
Pemakaman demonstran cantik ini dihadiri banyak pelayat kemarin. Para demonstran antikudeta bertekad meneruskan perjuangan Angel.
”Dia adalah pahlawan bagi negara kita,” kata Ma Cho Nwe Oo, salah satu teman dekat Kyal Sin, yang juga ikut serta dalam aksi unjuk rasa harian yang mengguncang ratusan kota di seluruh Myanmar, seperti dikutip New York Times, Jumat (5/3/2021).
”Dengan berpartisipasi dalam revolusi, generasi perempuan muda kita menunjukkan bahwa kita tidak kalah berani dari laki-laki,” katanya lagi.
Terlepas dari risikonya, perempuan telah berdiri di garis depan gerakan protes Myanmar, mengirimkan teguran keras kepada para jenderal yang menggulingkan seorang pemimpin sipil wanita Aung San Suu Kyi. Para jenderal tersebut juga dianggap telah menerapkan kembali tatanan patriarki yang telah menindas perempuan selama setengah abad.
Ratusan ribu perempuan berkumpul untuk pawai harian, mewakili serikat guru yang mogok kerja, pekerja garmen dan pekerja medis—semua sektor didominasi oleh perempuan. Yang termuda sering berada di garis depan, di mana pasukan keamanan tampaknya telah memilih mereka sebagai target. Dua perempuan muda ditembak di kepala pada hari Rabu dan satu lagi di dekat jantung, tiga peluru mengakhiri hidup mereka.
Awal pekan ini, jaringan televisi militer mengumumkan bahwa pasukan keamanan diperintahkan untuk tidak menggunakan peluru tajam, dan untuk membela diri mereka hanya akan menembak di bagian tubuh bagian bawah.
"Kami mungkin kehilangan beberapa pahlawan dalam revolusi ini," kata Ma Sandar, asisten sekretaris jenderal Konfederasi Serikat Buruh Myanmar, yang ikut serta dalam protes tersebut. “Darah wanita kami merah.”