Wewenang Biden untuk Serangan Nuklir Hendak Dilucuti, Ini Alasannya

Jum'at, 26 Februari 2021 - 16:23 WIB
loading...
Wewenang Biden untuk Serangan Nuklir Hendak Dilucuti, Ini Alasannya
Seorang perwira militer Amerika Serikat membawa nuclear football, koper berisi tombol-tombol untuk perintah serangan senjata nuklir. Foto/REUTERS/Joshua Roberts
A A A
WASHINGTON - Hampir tiga lusin anggota DPR Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat mendesak Presiden Joe Biden untuk melepaskan satu-satunya kewenangannya untuk memerintahkan serangan senjata nuklir . Wewenang tunggal presiden itu hendak dilucuti dengan alasan bahwa tidak ada satu orang pun yang boleh menggunakan kekuatan militer apokaliptik.

"Memberi wewenang kepada satu orang ini memiliki risiko nyata. Presiden sebelumnya telah mengancam akan menyerang negara lain dengan senjata nuklir atau menunjukkan perilaku yang menyebabkan pejabat lain mengungkapkan kekhawatiran tentang keputusan presiden,” kata puluhan anggota DPR tersebut dalam surat bersama yang dipelopori oleh anggota DPR dari California, Jimmy Panetta dan Ted Lieu.



Surat itu tidak secara eksplisit menyebut mantan Presiden Donald Trump, tetapi Partai Demokrat sering mempertanyakan kondisi mental dan ketenangannya selama berada di Oval Office.

Trump sering mencemooh kekuatan luar biasa yang dia miliki, sering kali meremehkan senjata nuklir dan secara terbuka mengancam untuk menggunakannya. Pernah suatu kali Trump mengatakan tombol nuklirnya "jauh lebih besar" dan "lebih kuat" daripada yang dimiliki pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.

Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan kepada kubu Demokrat dua hari setelah massa pro-Trump menyerang Gedung Capitol AS pada 6 Januari bahwa dia telah berbicara dengan Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley tentang mencegah presiden yang tidak stabil untuk meluncurkan senjata nuklir.

"Kekhawatirannya bukan tentang Biden, tetapi lebih tentang Trump atau presiden masa depan seperti Trump lainnya," kata Stephen Young, yang mengadvokasi bahaya senjata nuklir untuk Union of Concerned Scientists.

”Tidak ada satu orang pun yang memiliki kemampuan untuk membunuh puluhan atau ratusan juta dalam waktu kurang dari satu jam. Itu terlalu banyak kekuatan,” lanjut Young.

Surat anggota parlemen itu menyatakan bahwa pejabat lain, termasuk Wakil Presiden dan Ketua DPR, harus menyetujui perintah peluncuran sebelum dapat dikeluarkan presiden.

"Sementara presiden mana pun mungkin akan berkonsultasi dengan para penasihat sebelum memerintahkan serangan nuklir, [tapi ini] tidak ada persyaratan untuk melakukannya," lanjut surat tersebut.

“Militer berkewajiban untuk melaksanakan perintah tersebut jika mereka menilai perintah itu legal berdasarkan hukum perang. Di bawah postur pasukan nuklir AS saat ini, serangan itu akan terjadi dalam beberapa menit,” imbuh surat para anggota parlemen, seperti dikutip dari Military.com, Jumat (26/2/2021).



Tetapi, kata anggota parlemen lainnya, melepaskan wewenang untuk membuat keputusan cepat selama keadaan darurat dapat menimbulkan konsekuensi keamanan yang serius.

Baik presiden maupun wakil presiden selalu ditemani oleh apa yang disebut "nuclear football", sebuah koper yang berisi peralatan komunikasi yang diperlukan untuk memerintahkan serangan senjata nuklir.

Jika musuh melancarkan serangan terhadap Amerika Serikat, presiden berpotensi hanya memiliki beberapa menit untuk membuat keputusan dan melancarkan serangan—menimbulkan kekhawatiran atas birokrasi tambahan selama masa krisis.

John Robinson, pensiunan perwira Angkatan Darat yang membantu merencanakan penggunaan senjata nuklir di tingkat komando tempur, mengatakan memiliki "nuclear football oleh komite" sangat efektif.

"Bagaimana cara kerjanya?," dia bertanya. Dia mengatakan perubahan seperti itu bisa berarti bahwa para pemimpin Kongres membutuhkan nuclear football mereka sendiri. "Anda dapat memiliki waktu 20 menit saja. Jika Korea Utara menembakkan senjata ke Jepang, kami memiliki kewajiban [sesuai] perjanjian."

Kekhawatiran terbesar, kata Robinson, akan menjadi potensi krisis konstitusional jika banyak orang harus memberi lampu hijau pada serangan pertama atau pembalasan.

"Bagaimana jika salah satu dari mereka tidak setuju? Apakah ini suara mayoritas? Apakah mereka benar atau salah, Anda masih harus bergumul dengan Pasal II, Ayat 2 [Konstitusi AS]. Tidak ada apa pun di sana yang mengatakan siapa pun selain panglima tertinggi akan memiliki tingkat tanggung jawab ini,” paparnya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1908 seconds (0.1#10.140)