Seorang Pembelot Korut Berenang 6 Jam ke Korsel Tanpa Terdeteksi
loading...
A
A
A
SEOUL - Seorang pembelot Korea Utara (Korut) berenang selama enam jam tanpa terdeteksi menuju ke wilayah Korea Selatan (Korsel). Pembelot pemberani ini mengenakan pakaian selam dan sirip menjangkau salah satu perbatasan paling “berbenteng” di dunia.
Seorang pejabat Seoul mengatakan pembelot itu ditangkap pasukan Korea Selatan ketika tertidur karena diduga kelelahan.
Pasukan Bungling Korea Selatan tidak mendeteksi aksi berani pria Korut itu meskipun dia muncul beberapa kali di CCTV setelah dia mendarat dan memicu alarm. Hal itu memicu kritik keras dari media dan anggota parlemen oposisi Korea Selatan.
Bahkan setelah kehadirannya diketahui, pria pembelot—yang menggunakan peralatan selam untuk melewati laut di sekitar Zona Demiliterisasi (DMZ) yang membelah semenanjung Korea—tidak ditangkap selama tiga jam kemudian.
Pria yang dilaporkan berusia 20-an tahun itu mendarat di utara kota Goseong di pantai timur Korea Selatan.
“Dia mungkin telah berenang selama sekitar enam jam, mengenakan jaket empuk di dalam pakaian selam dan sirip. Pakaiannya tampaknya membuatnya hangat dan memungkinkan dia untuk tetap bertahan,” kata seorang pejabat Kepala Staf Gabungan Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip oleh kantor berita Yonhap kemarin.
Arus pasang menguntungkan dia, kata pejabat itu, dan dia meninggalkan sebagian besar peralatannya sebelum berjalan melalui saluran drainase di bawah pagar kawat berduri yang membentang di sepanjang pantai.
Selama lebih dari tiga jam kamera pengintai menangkapnya delapan kali, alarm terdengar berbunyi dua kali, tetapi penjaga perbatasan tidak menyadarinya.
Akhirnya perburuan dilancarkan, dan pasukan menemukannya tiga jam kemudian. Dia tampak tertidur dengan masker wajah tergantung di pohon.
Para pejabat mengatakan pembelot, yang diduga warga sipil di Korea Utara, telah menyatakan keinginan untuk membelot.
Militer mengakui bahwa pasukannya telah gagal mematuhi prosedur yang seharusnya dan berjanji untuk memperkuat keamanan perbatasan.
Dalam sidang parlemen kemarin, Menteri Pertahanan Suh Wook mengakui bahwa sistem pengawasan di daerah itu rusak dan ketinggalan zaman.
Hanya segelintir pembelot Korea Utara yang pernah langsung menyeberangi DMZ atau berenang melewati perbatasan laut—meskipun insiden terakhir yang diketahui publik seperti itu terjadi pada November, ketika pertanyaan tentang keamanan juga diajukan parlemen.
Sebagian besar pembelot pertama-tama melakukan perjalanan ke negara tetangga China, terkadang tinggal di sana selama bertahun-tahun, sebelum melanjutkan perjalanan ke Korea Selatan melalui negara ketiga.
Lebih dari 30.000 warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan selama beberapa dekade tetapi jumlahnya anjlok menjadi hanya 229 orang pada tahun lalu, setelah Pyongyang memberlakukan penutupan perbatasan yang ketat untuk melindungi diri dari virus corona yang pertama kali muncul di negara tetangga dan sekutu utamanya; China.
“Insiden ini adalah bukti bahwa militer Korea Selatan ‘hampir runtuh’,” kritik surat kabar konservatif Chosun Ilbo, hari ini (25/2/2021), seperti dikutip AFP.
“Apakah unit ini satu-satunya unit yang tidak melakukan tugasnya dengan benar? Kami kira tidak,” lanjut kritik itu dalam sebuah editorial.
Seorang pejabat Seoul mengatakan pembelot itu ditangkap pasukan Korea Selatan ketika tertidur karena diduga kelelahan.
Pasukan Bungling Korea Selatan tidak mendeteksi aksi berani pria Korut itu meskipun dia muncul beberapa kali di CCTV setelah dia mendarat dan memicu alarm. Hal itu memicu kritik keras dari media dan anggota parlemen oposisi Korea Selatan.
Bahkan setelah kehadirannya diketahui, pria pembelot—yang menggunakan peralatan selam untuk melewati laut di sekitar Zona Demiliterisasi (DMZ) yang membelah semenanjung Korea—tidak ditangkap selama tiga jam kemudian.
Pria yang dilaporkan berusia 20-an tahun itu mendarat di utara kota Goseong di pantai timur Korea Selatan.
“Dia mungkin telah berenang selama sekitar enam jam, mengenakan jaket empuk di dalam pakaian selam dan sirip. Pakaiannya tampaknya membuatnya hangat dan memungkinkan dia untuk tetap bertahan,” kata seorang pejabat Kepala Staf Gabungan Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip oleh kantor berita Yonhap kemarin.
Arus pasang menguntungkan dia, kata pejabat itu, dan dia meninggalkan sebagian besar peralatannya sebelum berjalan melalui saluran drainase di bawah pagar kawat berduri yang membentang di sepanjang pantai.
Selama lebih dari tiga jam kamera pengintai menangkapnya delapan kali, alarm terdengar berbunyi dua kali, tetapi penjaga perbatasan tidak menyadarinya.
Akhirnya perburuan dilancarkan, dan pasukan menemukannya tiga jam kemudian. Dia tampak tertidur dengan masker wajah tergantung di pohon.
Para pejabat mengatakan pembelot, yang diduga warga sipil di Korea Utara, telah menyatakan keinginan untuk membelot.
Militer mengakui bahwa pasukannya telah gagal mematuhi prosedur yang seharusnya dan berjanji untuk memperkuat keamanan perbatasan.
Dalam sidang parlemen kemarin, Menteri Pertahanan Suh Wook mengakui bahwa sistem pengawasan di daerah itu rusak dan ketinggalan zaman.
Hanya segelintir pembelot Korea Utara yang pernah langsung menyeberangi DMZ atau berenang melewati perbatasan laut—meskipun insiden terakhir yang diketahui publik seperti itu terjadi pada November, ketika pertanyaan tentang keamanan juga diajukan parlemen.
Sebagian besar pembelot pertama-tama melakukan perjalanan ke negara tetangga China, terkadang tinggal di sana selama bertahun-tahun, sebelum melanjutkan perjalanan ke Korea Selatan melalui negara ketiga.
Lebih dari 30.000 warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan selama beberapa dekade tetapi jumlahnya anjlok menjadi hanya 229 orang pada tahun lalu, setelah Pyongyang memberlakukan penutupan perbatasan yang ketat untuk melindungi diri dari virus corona yang pertama kali muncul di negara tetangga dan sekutu utamanya; China.
“Insiden ini adalah bukti bahwa militer Korea Selatan ‘hampir runtuh’,” kritik surat kabar konservatif Chosun Ilbo, hari ini (25/2/2021), seperti dikutip AFP.
“Apakah unit ini satu-satunya unit yang tidak melakukan tugasnya dengan benar? Kami kira tidak,” lanjut kritik itu dalam sebuah editorial.
(min)