Sudah 4 Orang Penentang Kudeta Militer Myanmar Ditembak Mati
loading...
A
A
A
YANGON - Total sudah empat orang penentang kudeta militer Myanmar ditembak mati, termasuk tiga orang pada hari Sabtu pekan lalu. PBB mengecam junta militer setempat atas penggunaan kekerasan mematikan terhadap massa.
Korban tewas pertama adalah Mya Thwate Thwate Khaing, 20, perempuan muda yang ditembak di bagian kepala. Dia sempat bertahan hidup sepuluh hari sebelum akhirnya meninggal pada Jumat pekan lalu. Sosoknya menjadi simbol nasional perlawanan rakyat terhadap junta militer Myanmar.
Pihak berwenang secara bertahap meningkatkan taktik mereka melawan kampanye pembangkangan sipil yang sangat besar dan damai yang menuntut dikembalikannya pemimpin sipil yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
Korban tewas kedua dan ketiga adalah demonstran yang ditembaki pasukan keamanan pada Sabtu pekan lalu di Mandalay.
Korban tewas keempat adalah pria 30 tahun yang berpatroli mencegah penangkapan aktivis di Yangon. Dia ditembak mati pada Sabtu malam. Kakak ipar korban, Tin Htut Hein, mengatakan dia telah ditembak mati oleh polisi.
"Istrinya sekarang patah hati," katanya. "Mereka memiliki seorang putra berusia empat tahun."
Hari Sabtu menandai hari paling mematikan sejauh ini dalam lebih dari dua minggu demonstrasi jalanan nasional.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk penggunaan kekerasan mematikan terhadap massa di Mandalay.
“Penggunaan kekuatan mematikan, intimidasi dan pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima,” tulis Guterres, seperti dikutip AFP, Senin (22/2/2021).
Pasukan keamanan di kota terbesar kedua di negara itu telah berusaha untuk menyerang sebuah galangan kapal dan menahan staf pelabuhan yang melakukan mogok kerja untuk memprotes pengambilalihan kekuasaan oleh tentara.
Petugas penyelamat medis mengatakan pasukan menggunakan peluru tajam dan peluru karet terhadap kerumunan orang yang mulai melemparkan batu dalam upaya menghentikan penangkapan.
"Dua orang tewas," kata Hlaing Min Oo, kepala tim penyelamat darurat relawan yang berbasis di Mandalay. "Sebanyak 30 lainnya terluka, dengan setengahnya karena peluru tajam."
Sebuah video grafis yang beredar di Facebook menunjukkan seorang korban remaja, tergeletak di tanah dan mengeluarkan darah dari kepalanya saat seorang pemantau meletakkan tangan di dadanya untuk merasakan detak jantungnya.
Media pemerintah tidak menyinggung para korban tewas, tetapi menyalahkan para demonstran atas keributan itu dan mengatakan para pemimpin protes telah ditahan.
"Beberapa pengunjuk rasa telah terluka oleh pasukan keamanan," tulis media setempat, Global New Light of Myanmar. "Bersama dengan tiga tentara dan delapan petugas polisi," lanjut laporan tersebut.
Korban tewas pertama adalah Mya Thwate Thwate Khaing, 20, perempuan muda yang ditembak di bagian kepala. Dia sempat bertahan hidup sepuluh hari sebelum akhirnya meninggal pada Jumat pekan lalu. Sosoknya menjadi simbol nasional perlawanan rakyat terhadap junta militer Myanmar.
Pihak berwenang secara bertahap meningkatkan taktik mereka melawan kampanye pembangkangan sipil yang sangat besar dan damai yang menuntut dikembalikannya pemimpin sipil yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
Korban tewas kedua dan ketiga adalah demonstran yang ditembaki pasukan keamanan pada Sabtu pekan lalu di Mandalay.
Korban tewas keempat adalah pria 30 tahun yang berpatroli mencegah penangkapan aktivis di Yangon. Dia ditembak mati pada Sabtu malam. Kakak ipar korban, Tin Htut Hein, mengatakan dia telah ditembak mati oleh polisi.
"Istrinya sekarang patah hati," katanya. "Mereka memiliki seorang putra berusia empat tahun."
Hari Sabtu menandai hari paling mematikan sejauh ini dalam lebih dari dua minggu demonstrasi jalanan nasional.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk penggunaan kekerasan mematikan terhadap massa di Mandalay.
“Penggunaan kekuatan mematikan, intimidasi dan pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima,” tulis Guterres, seperti dikutip AFP, Senin (22/2/2021).
Pasukan keamanan di kota terbesar kedua di negara itu telah berusaha untuk menyerang sebuah galangan kapal dan menahan staf pelabuhan yang melakukan mogok kerja untuk memprotes pengambilalihan kekuasaan oleh tentara.
Petugas penyelamat medis mengatakan pasukan menggunakan peluru tajam dan peluru karet terhadap kerumunan orang yang mulai melemparkan batu dalam upaya menghentikan penangkapan.
"Dua orang tewas," kata Hlaing Min Oo, kepala tim penyelamat darurat relawan yang berbasis di Mandalay. "Sebanyak 30 lainnya terluka, dengan setengahnya karena peluru tajam."
Sebuah video grafis yang beredar di Facebook menunjukkan seorang korban remaja, tergeletak di tanah dan mengeluarkan darah dari kepalanya saat seorang pemantau meletakkan tangan di dadanya untuk merasakan detak jantungnya.
Media pemerintah tidak menyinggung para korban tewas, tetapi menyalahkan para demonstran atas keributan itu dan mengatakan para pemimpin protes telah ditahan.
"Beberapa pengunjuk rasa telah terluka oleh pasukan keamanan," tulis media setempat, Global New Light of Myanmar. "Bersama dengan tiga tentara dan delapan petugas polisi," lanjut laporan tersebut.
(min)