Kado Cinta untuk Romeo Juliet

Minggu, 17 Mei 2020 - 21:50 WIB
loading...
Kado Cinta untuk Romeo Juliet
Ilustrasi
A A A
KREUZLINGEN - Kreuzlingen, Swiss. Konstanz, Jerman. Dua kota, dua negara. Namun pada kenyataannya, kedua kota perbatasan itu seperti satu wilayah. Bukan Jerman, tidak pula Swiss. “Kami warga dunia, disatukan dalam satu bahasa, Jerman,“ kata Franz, kepada SINDO.

Kedua kota itu tidak terpisahkan, meski secara geografis, ada penjaga perbatasan di kedua negara. Ada “No Man Land“ sepanjang 100 meter. Namun sama sekali tidak terpisahkan. Bahkan, kedua polisi penjaga perbatasan, tidak akan memeriksa para penyeberang, karena saling kenal. Hanya satu dua kendaraan yang dihentikan, sebagian besar lainnya, dibiarkan melenggang.

(Baca: Infeksi Covid-19 Mereda, Swiss Berencana Kembali Buka Perbatasan )

Penduduk kedua kota saling membutuhkan. Warga Konstanz banyak yang bekerja di Kreuzlingen, karena gajinya lebih baik. Masyarakat Kreuzlingen senang belanja ke Konstanz, lantaran harganya 60 % lebih murah. 50 ribuan orang, pelintas batas itu, dengan keperluan masing masing, menyeberang perbatasan Jerman dan Swiss.

Tapi itu dulu. Sesudah wabah Corona merambah Eropa, perbatasan itu ditutup. Hanya mereka yang bekerja, boleh melintas. Atau yang punya hubungan suami istri. Selebihnya, tetap di tempat tinggalnya masing masing. Warga Kreuzlingen, tidak bisa lagi belanja ke Konstanz. Penduduk Konstanz, tak mungkin lagi mendapatkan bensin murah di Swiss. Yang paling tragis adalah pasangan yang mabuk cinta, namun beda tempat tinggal.

Tiap hari, jika kangen, mereka hanya bisa berbicara melalui pagar besi, dengan jarak dua meter. Romeo Juliet ala Kruezlingen Konstan ini terlihat saban sore, ketika musim panas mulai tiba, saat cuaca sedang enak enaknya untuk memadu kasih. Mereka lesehan dalam kerkahan pagar kawat, bisa bercakap, dengan setengah berteriak. Tak bisa pelukan, tak bisa ciuman.

Bahkan ada pasangan yang rela menikah, agar bisa bertemu langsun. Salome Zimmermann, Swiss, memilih menikahi pasangan LGBT-nya, Tanja Weidmann, Jerman, agar bisa saling mengunjungi. Tak ada pesta, hanya satu saksi dan penghulu. Jikapun ada party, hanya sekotak sushi yang disantap di taman, bukan fancy restoran. “Yang penting bisa ketemu langsung,“ kata Salome Zimmermann, kepada media Swiss.

Tapi itu juga dulu. Sejak Jumat (14/5) petang, pagar pembatas itu dibuka. Romeo Juliet kedua kota ini bahagia tak terperih. Berhamburanlah mereka ke pasangannya masing masing. Kangen ditumpahkan dengan cara Eropa. Berpelukan seakan tak bisa dilepaskan lagi, lalu menghilang, seakan ditelan bumi.

Bebaskah sudah keluar masuk Swiss Jerman? Agaknya tidak. Pagar pembatas itu bukan perbatasan resmi Swiss Jerman. Namun hanyalah perbatasan antara dua kota tersebut, khususnya untuk pejalan kaki. Mobil harus tetap masuk melalui “No Man Land“. Kontrol tetap berlaku, meskipun tidak seketat masa awal lockdown.

(Baca: Peneliti Swiss Temukan Konsentrasi Kecil Covid-19 di Air Limbah )

Aturannya sama, hanya pekerja perbatasan yang bisa keluar masuk antara Kreuzlingen dan Konstanz. Turis masih haram masuk kedua negara.

Kendati demikian, Jerman dan Swiss sepakat membuka perbatasannya dalam waktu dekat. Dijadwalkan 15 Juni perbatasan kedua negara akan dibuka. Austria melakukan hal serupa di waktu yang sama. Bahkan, Italia yang paling parah terdampak Corona di Eropa, berani membuka perbatasannya 3 Juni.

Swiss mulai menurun tingkat penularan infeksinya. Sekolah dibuka, museum dan perpustakaan juga boleh menerima pengunjung. Hanya kebun binatang dan kereta gantung yang masih tutup. Kendati demikian, social distancing tetap berlaku. Tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang, dan menjaga jarak 2 meter jauhnya.
(esn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1939 seconds (0.1#10.140)