Pemimpin Pemberontak: Kudeta Militer Mengancam Nasib Gencatan Senjata Myanmar
loading...
A
A
A
Yawd Serk adalah presiden RCSS, yang bergabung dengan gencatan senjata bersama faksi-faksi lain dengan pemerintah sipil sejak 2015. Gencatan sejata itu dirancang untuk menjadi bagian dari proses perdamaian yang lebih luas untuk mengakhiri perselisihan selama beberapa dekade.
Yawd Serk mengatakan militer Myanmar telah menghubungi organisasinya setelah kudeta untuk berjanji tidak akan mengubah gencatan senjata.
Setidaknya delapan kelompok pemberontak lainnya belum bergabung dengan NCA, termasuk Arakan Army (Tentara Arakan), kelompok bersenjata yang telah memerangi tentara Myanmar di negara bagian Rakhine yang bermasalah dalam beberapa tahun terakhir dan menyetujui gencatan senjata sementara November lalu.
"Kami mengamati dengan cermat situasi saat ini," kata juru bicara Arakan Army.
Seorang analis mengatakan kudeta dapat mengakibatkan tekanan internasional dan domestik terhadap militer, dan memperkuat tangan kelompok etnis dalam mendorong otonomi.
Baca Juga: Diplomatnya Dijebloskan ke Penjara, Eropa Takut Iran Balas Dendam
“Bahaya nyata bagi kelompok-kelompok ini adalah ketidakmampuan kronis mereka untuk menghadirkan front persatuan, yang secara historis telah memungkinkan militer Myanmar untuk memecah belah dan memerintah atau melakukan negosiasi tanpa batas,” kata Anthony Davis, seorang analis di IHS-Jane's, sebuah perusahaan konsultan keamanan global.
Yawd Serk mengatakan militer Myanmar telah menghubungi organisasinya setelah kudeta untuk berjanji tidak akan mengubah gencatan senjata.
Setidaknya delapan kelompok pemberontak lainnya belum bergabung dengan NCA, termasuk Arakan Army (Tentara Arakan), kelompok bersenjata yang telah memerangi tentara Myanmar di negara bagian Rakhine yang bermasalah dalam beberapa tahun terakhir dan menyetujui gencatan senjata sementara November lalu.
"Kami mengamati dengan cermat situasi saat ini," kata juru bicara Arakan Army.
Seorang analis mengatakan kudeta dapat mengakibatkan tekanan internasional dan domestik terhadap militer, dan memperkuat tangan kelompok etnis dalam mendorong otonomi.
Baca Juga: Diplomatnya Dijebloskan ke Penjara, Eropa Takut Iran Balas Dendam
“Bahaya nyata bagi kelompok-kelompok ini adalah ketidakmampuan kronis mereka untuk menghadirkan front persatuan, yang secara historis telah memungkinkan militer Myanmar untuk memecah belah dan memerintah atau melakukan negosiasi tanpa batas,” kata Anthony Davis, seorang analis di IHS-Jane's, sebuah perusahaan konsultan keamanan global.
(min)