Dampak Covid-19, Kerugian Ekonomi Bisa Capai Rp131,06 Kuadriliun
loading...
A
A
A
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengakui beratnya dampak pandemi korona terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan kondisi yang terjadi lebih kompleks bila dibandingkan dengan krisis yang terjadi pada 1997–1998 dan 2008–2009 karena yang terdampak bukan hanya sektor keuangan, tetapi seluruh sektor ekonomi.
Seperti diketahui, imbauan agar masyarakat melakukan aktivitas dari rumah seperti bekerja, sekolah, dan ibadah membuat berbagai pusat perbelanjaan dan pusat kegiatan ekonomi harus tutup demi mengurangi risiko penularan virus korona. Sejumlah perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena mandeknya perekonomian.
Akibat kondisi tersebut, Sri Mulyani memperkirakan pendapatan negara akan anjlok yang berpengaruh pada terjadinya defisit APBN 2020 yang diperkirakan membengkak menjadi Rp853 triliun atau 5,07% dari PDB.
Berdasarkan proyeksi yang dibuat Kementerian Keuangan, pendapatan negara yang dalam APBN 2020 diproyeksikan bisa mencapai Rp1.760,9 triliun akan turun sampai dengan 10% akibat wabah tersebut. Penurunan dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya pelemahan pendapatan di sektor perpajakan.
Selain itu penurunan pendapatan juga dipicu oleh pemberian berbagai macam fasilitas perpajakan bagi dunia usaha supaya mereka bisa terlepas dari tekanan dampak virus corona. Akibatnya Bea Cukai juga diproyeksi pendapatannya turun 2,2% dengan perhitungkan stimulus pembebasan bea masuk untuk 10 industri atau 19 industri. (Baca juga:
Selain dipicu faktor tersebut, penurunan juga dipicu pelemahan harga minyak dunia belakangan ini yang berpotensi menekan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sampai dengan 26,5%. Celakanya, di tengah penurunan pendapatan tersebut, belanja pemerintah berpotensi membengkak yang diarahkan untuk belanja kesehatan, bantuan sosial, dan insentif dunia usaha.
Selain itu pemerintah harus menggelontorkan dana Rp75 triliun untuk belanja kesehatan supaya wabah tersebut bisa segera ditangani dan menggelontorkan bantuan sosial Rp110 triliun dan insentif bagi dunia usaha sebesar Rp70 triliun. Dengan perhitungan tersebut Sri Mulyani mengatakan belanja negara akan meningkat dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.613 triliun. (Andika H Mustaqim/Muh Shamil)
Seperti diketahui, imbauan agar masyarakat melakukan aktivitas dari rumah seperti bekerja, sekolah, dan ibadah membuat berbagai pusat perbelanjaan dan pusat kegiatan ekonomi harus tutup demi mengurangi risiko penularan virus korona. Sejumlah perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena mandeknya perekonomian.
Akibat kondisi tersebut, Sri Mulyani memperkirakan pendapatan negara akan anjlok yang berpengaruh pada terjadinya defisit APBN 2020 yang diperkirakan membengkak menjadi Rp853 triliun atau 5,07% dari PDB.
Berdasarkan proyeksi yang dibuat Kementerian Keuangan, pendapatan negara yang dalam APBN 2020 diproyeksikan bisa mencapai Rp1.760,9 triliun akan turun sampai dengan 10% akibat wabah tersebut. Penurunan dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya pelemahan pendapatan di sektor perpajakan.
Selain itu penurunan pendapatan juga dipicu oleh pemberian berbagai macam fasilitas perpajakan bagi dunia usaha supaya mereka bisa terlepas dari tekanan dampak virus corona. Akibatnya Bea Cukai juga diproyeksi pendapatannya turun 2,2% dengan perhitungkan stimulus pembebasan bea masuk untuk 10 industri atau 19 industri. (Baca juga:
Selain dipicu faktor tersebut, penurunan juga dipicu pelemahan harga minyak dunia belakangan ini yang berpotensi menekan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sampai dengan 26,5%. Celakanya, di tengah penurunan pendapatan tersebut, belanja pemerintah berpotensi membengkak yang diarahkan untuk belanja kesehatan, bantuan sosial, dan insentif dunia usaha.
Selain itu pemerintah harus menggelontorkan dana Rp75 triliun untuk belanja kesehatan supaya wabah tersebut bisa segera ditangani dan menggelontorkan bantuan sosial Rp110 triliun dan insentif bagi dunia usaha sebesar Rp70 triliun. Dengan perhitungan tersebut Sri Mulyani mengatakan belanja negara akan meningkat dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.613 triliun. (Andika H Mustaqim/Muh Shamil)
(ysw)