Strategi Trump dan Republik Dinilai Bisa Merusak Demokrasi AS

Rabu, 06 Januari 2021 - 07:07 WIB
loading...
Strategi Trump dan Republik...
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyapa para pendukung Partai Republik saat kampanye senat di rapat umum kampanye di Dalton, Georgia, Senin (4/1/21). FOTO/ REUTERS / Leah Millis ).
A A A
WASHINGTON - Berbagai langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang tinggal beberapa hari berkuasa kini semakin menunjukkan keputusasaan, delusi dan berbahaya. Apa yang dilakukan Trump justru menjebak dirinya dengan merusak demokrasi di saat masa akhir kekuasaannya.

Langkah Trump tersebut dinilai banyak pihak justru menjerumuskannya dalam politik neraka. Dengan menebar kebohongan, teori konspirasi, dan klaim tanpa bukti tentang kecurangan pemilu AS tetap disampaikan Trump saat berkampanye pada pemilu senat di Georgia.

Dengan segala upaya, Trump berusaha membantu dua kandidat senator asal Partai Republik agar bisa menang dan menguasai Senat. Kandidat senator asal Partai Republik, Kelly Loeffler dan David Perdue, melawan calon senator asal Partai Demokrat, Raphael Warnock dan Jon Ossoff.

Trump yang hingga kini belum lugas menyatakan kalah pada pemilu presiden lalu berkampanye di Dalton, kota yang menjadi basis kuat Republik. Di depan para pendukung Trump menyatakan diri akan mencoba mempertahankan kekuasaan. “Mereka (Demokrat) tidak akan mengambil Gedung Putih ini. Kita akan bertarung sekuat tenaga,” ungkap Trump, di Georgia, AS, Senin (4/1/21). Para pendukungnya berteriak, “Bertarung untuk Trump!”

(Baca juga: Tolak Hasil Pilpres, Trump Umumkan Demonstrasi Besar-besaran 6 Januari )

Trump berharap Wakil Presiden Mike Pence akan berpihak kepadanya. Pence akan menerima hasil electoral college di Kongres pada Rabu (hari ini waktu setempat). Faktanya, Biden mengalahkan Trump dengan peroleh 306 suara melawan 232 suara dan kemenangan suara populer lebih dari 7 juta suara. “Saya berharap Mike Pence akan mendukung kita,” ujar Trump, dilansir Reuters. Dia juga mengatakan, wakil Presiden AS sebagai pria yang hebat. “Jika dia tidak mendukung kita, saya tidak akan lagi menyukainya,” imbuhnya.

Trump juga terus beretorika bahwa Republik tidak boleh kalah di Georgia. “Tidak ada jalan bahwa kita kalah di Georgia, ini adalah pemilu curang,” ujar Trump. Dia juga menegaskan, ketika Partai Demokrat mencuri pemilu dan berlaku curang.

Dalam memberikan dukungan kepada calon senator Kelly Loeffler dan David Perdue, Trump mengungkapkan bahaya monopoli Partai Demokrat di Washington jika para senator itu kalah.

(Baca juga: Eks Bos Mossad Sebut Aksi Balas Dendam Kematian Soleimani Tunggu Pelantikan Biden )

Trump menciptakan politik fantasi pada kampanye tersebut. Itu menjadikan sebagian pihak khawatir ketika Trump akan menyalahgunakan kekuasaannya. Trump juga tidak mampu menjelaskan bagaimana dia bisa menggagalkan proses konstitusi dalam pemilu AS di mana Biden adalah pemenang pemilu presiden.

Sebelumnya Trump dan Partai Republik juga berusaha menghalangi sertifikasi pemilu oleh Kongres pada Rabu (hari ini waktu setempat). Itu dilakukan setelah sejumlah hakim di negara bagian dan hakim agung menggagalkan gugatan tudingan kecurangan pemilu. “Logika yang ditawarkan Trump tidak menunjukkan bahwa dia menawarkan bukti yang kredibel mengenai pemilu curang. Ketika Republik kalah dan menyatakan Demokrat melakukan kecurangan, bagaimana kebenarannya?” ungkap Stephen Collinson, analis politik CNN.

Apa yang dilakukan Trump dengan agenda populisme sebenarnya merusak sistem demokrasi. Seperti diungkapkan pakar politik Universitas Stanford, AS menghadapi krisis karena sistem demokrasi yang terancam. “Pemerintah kita melakukan pekerjaan yang tidak efektif dalam mengatasi masalah karena meningkatnya kemarahan populisme,” katanya.

Bertarung di Georgia

Pemilu senat di negara bagian Georgia memang menjadi penentu apakah presiden terpilih Joe Biden akan mengontrol senat atau tidak. Jika Partai Demokrat bisa memenangkan pemilu senat di Georgia dengan menambah dua kursi, Biden bisa mengontrol Kongres baik Senat maupun DPR. Maka, agenda progresif Biden bisa didukung penuh parlemen.

Langkah Biden itu berusaha dijegal oleh Trump yang mengatakan bahwa pemilu Georgia sebagai kesempatan terakhir untuk menyelamatkan AS. Pada pemilu senat yang digelar November lalu, tidak ada kandidat senat Kelly Loeffler dan David Perdue dari Partai Republik, serta Reverend Raphael Warnock dan Jon Ossoff dari Demokrat, berhasil meraih suara lebih dari 50% sehingga digelar putaran kedua.

Hasil pemilu senat di Georgia akan menentukan keseimbangan kekuasaan di Capitol Hill. Saat ini, Partai Republik menguasai 52 dari 100 kursi senat. Jika Demokrat berhasil memenangkan pemilu senat di Georgia, maka kekuatan akan menjadi seimbang.

Senat sangat berperan menyelamatkan agenda ambisius Biden seperti perawatan kesehatan dan regulasi lingkungan yang sangat ditentang oleh Republik. Senat juga memiliki kekuasaan untuk menyetujui dan menolak kandidat menteri yang diajukan Biden.

Demokrat sangat berharap bisa mendapatkan dukungan luas. Apalagi, lebih dari tiga juta warga Georgia telah memberikan suara lebih dini atau sekitar 40% dari pemilih terdaftar. Pemilu lebih awal memang lebih menguntungkan bagi Joe Biden pada pemilu presiden lalu. Demokrat mengandalkan dukungan kuat di wilayah perkotaan, khususnya wilayah pinggiran Atlanta.

(Baca juga: Joe Biden: AS Butuh Koalisi untuk Hadapi China )

Partai Republik menjadi kubu yang berharap cemas. Mereka mengandalkan dukungan di basisnya di Georgia utara dan wilayah perdesaan serta kota kecil.

Tidak ada seorang pun senator Demokrat yang menang pada pemilu senat di Georgia dalam 20 tahun terakhir. Tapi, Demokrat memiliki kesempatan emas dengan kemenangan Biden pada pemilu presiden. Biden memiliki margin kemenangan sekitar 12.000 suara. “Georgia, seluruh negara ini melihat kamu,” Biden berseru. Dia memberikan dukungan bagi Ossoff dan Warnock. “Ini bukan untuk empat tahun, tetapi untuk generasi mendatang.”

Biden juga menyerang Trump dengan menudingnya terlalu banyak mengeluhkan pemilu presiden dibandingkan berkonsentrasi pada pandemi virus korona. “Saya tidak mengetahui kenapa dia (Trump) ingin jabatan presiden, tetapi dia tidak ingin bekerja,” ujarnya.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1815 seconds (0.1#10.140)