Laporan CIA: China Coba Cegah WHO Umumkan Darurat Kesehatan Global
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Badan intelijen Amerika Serikat (AS), CIA, meyakini China berusaha mencegah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan darurat kesehatan global terkait wabah virus Corona saat Beijing menimbun persediaan medis dari seluruh dunia.
Sebuah laporan CIA menyatakan China mengancam akan berhenti bekerja sama dengan WHO dalam penyelidikan virus Corona jika organisasi itu mengumumkan darurat kesehatan global.
Laporan yang berjudul "UN-China: WHO Mindful But Not Beholden to China," itu dirilis oleh Newsweek, Rabu (13/5/2020), dan telah dikonfirmasi oleh dua pejabat intelijen AS.
Ini adalah laporan kedua dari dinas intelijen Barat setelah sebelumnya laporan yang dirilis oleh badan intelijen Jerman yang diterbitkan oleh Der Spiegel pekan lalu. Laporan itu menuduh Presiden China Xi Jinping secara pribadi memberikan tekanan pada Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 21 Januari.
Namun, dua pejabat intelijen AS yang berbicara kepada Newsweek tidak dapat mengatakan apakah Presiden Xi Jinping berperan dalam menekan WHO.
Kendati begitu, timeline dokumen CIA dan laporan Jerman memperlihatkan kecocokan dengan analisis lain yang dilakukan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Analisis Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan Chinamenekan informasi tentang wabah pada Januari sehingga bisa menimbun persediaan medis dari seluruh dunia. Analisis itu, pertama kali dilaporkan oleh AP, namun dibantah oleh Kedutaan Besar China di Washington dan menyebutnya tidak berdasar.
Untuk diketahui, Beijing mengimpor 2,5 miliar keping alat pelindung diri (APD) — yang termasuk lebih dari 2 miliar masker — antara 24 Januari dan 29 Februari. Hal itu berdasarkan Administrasi Umum Kepabeanan China. Lonjakan pesanan ini disertai dengan seruan kuat dari misi diplomatik Beijing di seluruh dunia untuk mengamankan pasokan karena negara terpadat di dunia itu melengkapi diri terhadap wabah virus Corona yang semakin memburuk.
Tetapi penyakit itu kemudian menyebar ke hampir setiap negara di muka bumi. Beijing kemudian memulai kampanye untuk memberikan APD, personel, dan bantuan lainnya ke negara-negara di seluruh dunia, termasuk AS.
China pertama kali memberi WHO tentang virus Corona baru pada 31 Desember, dan mulai secara resmi memberi tahu AS pada 3 Januari. Pada 20 Januari, Beijing pertama kali melaporkan kasus penularan penyakit manusia ke manusia — suatu tanda bahwa virus Corona lebih menular daripada yang diperkirakan sebelumnya. WHO mengadakan dua pemungutan suara pada 22 dan 23 Januari untuk memutuskan apakah akan mengumumkan darurat kesehatan global, tetapi komite tidak dapat mencapai kesimpulan. Pemungutan suara terakhir pada 30 Januari akhirnya memutuskan hal tersebut.
"Konstitusi WHO mengatakan bahwa setiap Negara Anggota harus menghormati karakter internasional eksklusif Direktur Jenderal dan stafnya dan tidak berusaha mempengaruhi mereka (Pasal 37)," kata seorang juru bicara WHO kepada Newsweek.
Sebuah laporan CIA menyatakan China mengancam akan berhenti bekerja sama dengan WHO dalam penyelidikan virus Corona jika organisasi itu mengumumkan darurat kesehatan global.
Laporan yang berjudul "UN-China: WHO Mindful But Not Beholden to China," itu dirilis oleh Newsweek, Rabu (13/5/2020), dan telah dikonfirmasi oleh dua pejabat intelijen AS.
Ini adalah laporan kedua dari dinas intelijen Barat setelah sebelumnya laporan yang dirilis oleh badan intelijen Jerman yang diterbitkan oleh Der Spiegel pekan lalu. Laporan itu menuduh Presiden China Xi Jinping secara pribadi memberikan tekanan pada Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 21 Januari.
Namun, dua pejabat intelijen AS yang berbicara kepada Newsweek tidak dapat mengatakan apakah Presiden Xi Jinping berperan dalam menekan WHO.
Kendati begitu, timeline dokumen CIA dan laporan Jerman memperlihatkan kecocokan dengan analisis lain yang dilakukan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Analisis Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan Chinamenekan informasi tentang wabah pada Januari sehingga bisa menimbun persediaan medis dari seluruh dunia. Analisis itu, pertama kali dilaporkan oleh AP, namun dibantah oleh Kedutaan Besar China di Washington dan menyebutnya tidak berdasar.
Untuk diketahui, Beijing mengimpor 2,5 miliar keping alat pelindung diri (APD) — yang termasuk lebih dari 2 miliar masker — antara 24 Januari dan 29 Februari. Hal itu berdasarkan Administrasi Umum Kepabeanan China. Lonjakan pesanan ini disertai dengan seruan kuat dari misi diplomatik Beijing di seluruh dunia untuk mengamankan pasokan karena negara terpadat di dunia itu melengkapi diri terhadap wabah virus Corona yang semakin memburuk.
Tetapi penyakit itu kemudian menyebar ke hampir setiap negara di muka bumi. Beijing kemudian memulai kampanye untuk memberikan APD, personel, dan bantuan lainnya ke negara-negara di seluruh dunia, termasuk AS.
China pertama kali memberi WHO tentang virus Corona baru pada 31 Desember, dan mulai secara resmi memberi tahu AS pada 3 Januari. Pada 20 Januari, Beijing pertama kali melaporkan kasus penularan penyakit manusia ke manusia — suatu tanda bahwa virus Corona lebih menular daripada yang diperkirakan sebelumnya. WHO mengadakan dua pemungutan suara pada 22 dan 23 Januari untuk memutuskan apakah akan mengumumkan darurat kesehatan global, tetapi komite tidak dapat mencapai kesimpulan. Pemungutan suara terakhir pada 30 Januari akhirnya memutuskan hal tersebut.
"Konstitusi WHO mengatakan bahwa setiap Negara Anggota harus menghormati karakter internasional eksklusif Direktur Jenderal dan stafnya dan tidak berusaha mempengaruhi mereka (Pasal 37)," kata seorang juru bicara WHO kepada Newsweek.