UE: Perang Ethiopia Membuat Afrika Timur Tidak Stabil

Rabu, 25 November 2020 - 22:32 WIB
loading...
UE: Perang Ethiopia Membuat Afrika Timur Tidak Stabil
Uni Eropa menyatakan perang Ethiopia membuat Afrika Timur tidak stabil. Foto/tellghana.net
A A A
BRUSSELS - Pertempuran antara militer Ethiopia dan pasukan regional dari wilayah Tigray utara secara serius membuat wilayah Afrika Timur dan Tanduk Afrika tidak stabil dan permusuhan harus dihentikan. Hal itu diungkapkan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) .

Ratusan orang telah tewas sejak pertempuran dimulai pada 4 November, lebih dari 41.000 pengungsi telah melarikan diri ke Sudan dan ada laporan dari milisi yang menargetkan warga sipil.

"Saya mengungkapkan keprihatinan saya yang besar tentang meningkatnya kekerasan yang ditargetkan etnis, banyak korban dan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional," kata Josep Borrell setelah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Ethiopia seperti dikutip dari Reuters, Rabu (25/11/2020).



Borrel mengisyaratkan dukungannya untuk upaya mediasi yang dilakukan oleh Uni Afrika (UA). “Itulah satu-satunya cara untuk menghindari destabilisasi lebih lanjut,” ucapnya.

Tiga utusan UA - mantan presiden Joaquim Chissano dari Mozambik, Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia dan Kgalema Motlanthe dari Afrika Selatan - dijadwalkan tiba di Addis Ababa pada hari Rabu, dua sumber diplomatik mengatakan kepada Reuters.

Namun Ethiopia menolak mediasi yang dilakukab UA. Addis Ababa menggambarkan pertempuran itu sebagai masalah penegakan hukum internal, posisi yang ditegaskan Perdana Menteri Abiy Ahmed dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.

"Kami menolak campur tangan dalam urusan internal kami," katanya.(Baca juga: Ethiopia Tolak Upaya Mediasi Uni Afrika, Bergerak Maju ke Ibu Kota Tigray )

Dengan meningkatnya alarm global dengan cepat, negara-negara Eropa mengangkat konflik di Ethiopia pada pertemuan tertutup Dewan Keamanan (DK) PBB pada hari Selasa, kata para diplomat.

Anggota dewan menyatakan keprihatinan, kata para diplomat, tetapi Afrika Selatan, Niger dan Tunisia mendesak lebih banyak waktu untuk upaya mediasi regional sebelum DK PBB mempertimbangkan tindakan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1659 seconds (0.1#10.140)