AS Terapkan Sanksi Baru pada Iran, Target Yayasan Terkait Khamenei

Kamis, 19 November 2020 - 01:30 WIB
loading...
AS Terapkan Sanksi Baru pada Iran, Target Yayasan Terkait Khamenei
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) mengumumkan paket sanksi baru pada Iran dengan menargetkan yayasan yang dikontrol Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Sanksi baru itu muncul saat AS menuduh para pejabat Iran melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) setahun setelah penumpasan berdarah demonstran anti-pemerintah.

Sanksi yang dijatuhkan Departemen Keuangan AS menjadi tindakan terbaru untuk memperkuat kampanye "tekanan maksimum" pada Teheran yang diterapkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Penerapan sanksi baru itu hanya sekitar dua bulan sebelum Trump meninggalkan jabatannya setelah kalah dalam pemilu presiden 3 November. (Baca Juga: Iran: Biden Bisa Cabut Sanksi dengan Tiga Perintah Eksekutif)

Departemen Keuangan AS menyebut sanksi itu terkait jaringan utama pemimpin tertinggi Iran. (Lihat Infografis: Obama: Cuma Diktator yang Lakukan Apa Saja demi Berkuasa)

Termasuk dalam sanksi itu adalah Bonyad Mostazafan, atau Yayasan Kaum Tertindas yang dikendalikan Khamenei, serta 10 individu dan 51 entitas yang dianggap terkait. (Lihat Video: KA Gajayana Meluncur Sendiri Tanpa Lokomotif Tabrak Alat Berat)

Yayasan amal bidang ekonomi, budaya, dan kesejahteraan sosial itu telah mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar yang mengendalikan ratusan perusahaan dan properti yang disita sejak Revolusi Islam pada 1979.

"Pemimpin Tertinggi Iran menggunakan Bonyad Mostazafan untuk memberi imbalan kepada sekutunya dengan dalih amal," ungkap Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Dia menambahkan, "Amerika Serikat akan terus menargetkan para pejabat kunci dan sumber pendapatan yang memungkinkan penindasan rezim terhadap rakyatnya sendiri."

Departemen Keuangan AS juga memberikan sanksi kepada Menteri Intelijen Iran Mahmoud Alavi. AS menuduh kementerian Iran itu memainkan peran dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap warga Iran, termasuk selama protes November 2019.

Tindakan keras setahun yang lalu mungkin menjadi kekerasan paling berdarah terhadap pengunjuk rasa di Iran sejak revolusi 1979.

Reuters melaporkan tahun lalu bahwa sekitar 1.500 orang tewas dalam waktu kurang dari dua pekan kerusuhan yang dimulai pada 15 November 2019.

Jumlah korban, yang diberikan kepada Reuters oleh tiga pejabat kementerian dalam negeri Iran, termasuk setidaknya 17 remaja dan sekitar 400 wanita juga. Beberapa personel aparat keamanan dan polisi juga tewas dalam kekerasan itu.

Kementerian Dalam Negeri Iran menyatakan sekitar 225 orang tewas selama protes. Unjuk rasa meletus setelah media pemerintah mengumumkan bahwa harga gas akan naik sebanyak 200% dan pendapatan dari itu akan digunakan untuk membantu keluarga yang membutuhkan.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1047 seconds (0.1#10.140)