Maroko Kerahkan Pasukan ke Perbatasan Guerguerat, Awas Pecah Perang!
loading...
A
A
A
RABAT - Militer Maroko mengakui telah mengerahkan pasukannya di perbatasan untuk mengamankan aliran barang dan orang melintasi zona penyangga Guerguerat. Perang baru bisa pecah di sana.
"Angkatan Bersenjata Kerajaan, pada Kamis malam, telah mengerahkan sabuk keamanan untuk mengamankan arus barang dan personel melalui zona penyangga Guerguerat," papar pernyataan militer Maroko.
Menurut Maroko, "Keputusan ini mengikuti blokade titik perlintasan oleh sekitar 60 orang di bawah pengawasan elemen Polisario bersenjata, di poros jalan yang memotong zona penyangga dan wilayah Guerguerat, yang menghubungkan Kerajaan Maroko dengan Republik Islam Mauritania yang menyebabkan pelarangan hak lintas."
"Operasi non-ofensif ini, tanpa niat tempur, dilakukan sesuai aturan keterlibatan yang jelas yang mengharuskan menghindari kontak dengan warga sipil dan menggunakan senjata hanya untuk pertahanan diri," papar pernyataan militer Maroko. (Baca Juga: Rusia-Turki Akhirnya Sepakat Kerjasama Kontrol Gencatan Senjata Nagorno-Karabakh)
Kementerian Luar Negeri Maroko mengeluarkan pernyataan tentang situasi di sana. "Mengingat provokasi serius dan tidak dapat diterima dari milisi Polisario di zona penyangga Guerguerat, Maroko memutuskan bertindak, dengan menghormati penuh yurisdiksinya," ungkap kementerian itu. (Lihat Infografis: China Akhirnya Beri Ucapan Selamat pada Biden dan Harris)
"Setelah Maroko mematuhi pengekangan sepenuhnya, mereka tidak punya pilihan selain memikul tanggung jawabnya untuk mengakhiri rintangan yang disebabkan gerakan ini dan membangun kembali kebebasan bergerak sipil dan komersial," papar pernyataan itu. (Lihat Video: Menang di Georgia, Biden Tutup Pilpres AS Unggul 306 Suara)
Pernyataan itu lebih lanjut menegaskan, "Maroko memutuskan bertindak sesuai kekuasaannya berdasarkan tugasnya dan kepatuhan penuh dengan legitimasi internasional."
Maroko menyalahkan Front Polisario atas konsekuensi dari situasi saat ini.
Menurut Maroko, sejak 2016, Front Polisario telah melipatgandakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi dan berbahaya ini di zona penyangga, melanggar perjanjian militer dan menentang seruan yang dibuat sekretaris jenderal PBB, dan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, khususnya Resolusi 2414 dan Resolusi 2440, yang memerintahkan Front Polisario untuk mengakhiri tindakan destabilisasi.
Kerajaan Maroko segera memberi peringatan dan melaporkan secara rutin perkembangan yang sangat berbahaya ini kepada sekretaris jenderal dan pejabat senior PBB.
Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Referendum di Sahara Barat (MINURSO) adalah misi yang mengawasi semua pelanggaran ini.
"Semua waktu digunakan untuk melanjutkan mediasi dengan itikad baik dari Sekretaris Jenderal PBB dan misi MINURSO untuk membujuk Front Polisario agar menahan diri dari destabilisasi kawasan dan meninggalkan zona penyangga di Guerguerat," ungkap pemerintah Maroko.
“Upaya MINURSO dan sekjen PBB, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB, sayangnya tidak berhasil mengakhiri krisis," papar pemerintah Maroko.
Front Polisario mengonfirmasi bahwa Maroko melakukan operasi militer di tingkat tiga titik zona penyangga. Mereka menyatakan konfrontasi bersenjata terjadi antara kedua pihak.
Ada kekhawatiran bentrokan ini akan berkembang menjadi perang, menyusul penangguhan perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani kedua belah pihak pada 1991.
Front Polisario menuntut kemerdekaan penuh, sementara Maroko menawarkan pemerintahan otonom di bawah pengawasannya. Itu artinya hingga saat ini PBB belum berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
"Angkatan Bersenjata Kerajaan, pada Kamis malam, telah mengerahkan sabuk keamanan untuk mengamankan arus barang dan personel melalui zona penyangga Guerguerat," papar pernyataan militer Maroko.
Menurut Maroko, "Keputusan ini mengikuti blokade titik perlintasan oleh sekitar 60 orang di bawah pengawasan elemen Polisario bersenjata, di poros jalan yang memotong zona penyangga dan wilayah Guerguerat, yang menghubungkan Kerajaan Maroko dengan Republik Islam Mauritania yang menyebabkan pelarangan hak lintas."
"Operasi non-ofensif ini, tanpa niat tempur, dilakukan sesuai aturan keterlibatan yang jelas yang mengharuskan menghindari kontak dengan warga sipil dan menggunakan senjata hanya untuk pertahanan diri," papar pernyataan militer Maroko. (Baca Juga: Rusia-Turki Akhirnya Sepakat Kerjasama Kontrol Gencatan Senjata Nagorno-Karabakh)
Kementerian Luar Negeri Maroko mengeluarkan pernyataan tentang situasi di sana. "Mengingat provokasi serius dan tidak dapat diterima dari milisi Polisario di zona penyangga Guerguerat, Maroko memutuskan bertindak, dengan menghormati penuh yurisdiksinya," ungkap kementerian itu. (Lihat Infografis: China Akhirnya Beri Ucapan Selamat pada Biden dan Harris)
"Setelah Maroko mematuhi pengekangan sepenuhnya, mereka tidak punya pilihan selain memikul tanggung jawabnya untuk mengakhiri rintangan yang disebabkan gerakan ini dan membangun kembali kebebasan bergerak sipil dan komersial," papar pernyataan itu. (Lihat Video: Menang di Georgia, Biden Tutup Pilpres AS Unggul 306 Suara)
Pernyataan itu lebih lanjut menegaskan, "Maroko memutuskan bertindak sesuai kekuasaannya berdasarkan tugasnya dan kepatuhan penuh dengan legitimasi internasional."
Maroko menyalahkan Front Polisario atas konsekuensi dari situasi saat ini.
Menurut Maroko, sejak 2016, Front Polisario telah melipatgandakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi dan berbahaya ini di zona penyangga, melanggar perjanjian militer dan menentang seruan yang dibuat sekretaris jenderal PBB, dan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, khususnya Resolusi 2414 dan Resolusi 2440, yang memerintahkan Front Polisario untuk mengakhiri tindakan destabilisasi.
Kerajaan Maroko segera memberi peringatan dan melaporkan secara rutin perkembangan yang sangat berbahaya ini kepada sekretaris jenderal dan pejabat senior PBB.
Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Referendum di Sahara Barat (MINURSO) adalah misi yang mengawasi semua pelanggaran ini.
"Semua waktu digunakan untuk melanjutkan mediasi dengan itikad baik dari Sekretaris Jenderal PBB dan misi MINURSO untuk membujuk Front Polisario agar menahan diri dari destabilisasi kawasan dan meninggalkan zona penyangga di Guerguerat," ungkap pemerintah Maroko.
“Upaya MINURSO dan sekjen PBB, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB, sayangnya tidak berhasil mengakhiri krisis," papar pemerintah Maroko.
Front Polisario mengonfirmasi bahwa Maroko melakukan operasi militer di tingkat tiga titik zona penyangga. Mereka menyatakan konfrontasi bersenjata terjadi antara kedua pihak.
Ada kekhawatiran bentrokan ini akan berkembang menjadi perang, menyusul penangguhan perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani kedua belah pihak pada 1991.
Front Polisario menuntut kemerdekaan penuh, sementara Maroko menawarkan pemerintahan otonom di bawah pengawasannya. Itu artinya hingga saat ini PBB belum berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(sya)