Produknya Diboikot di Arab, Dubes Prancis Bilang Prancis Negara Muslim
loading...
A
A
A
PARIS - Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Swedia, Etienne de Gonneville, mengatakan negaranya adalah negara Muslim. Komentar mengejutkan ini muncul ketika produk-produk Prancis diboikot negara-negara Arab dan Muslim sebagai protes atas kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad .
Negara yang dipimpin Presiden Emmanuel Macron itu jadi sorotan dunia Muslim setelah guru sejarah bernama Samuel Paty mempertontonkan kartun yang menghina Nabi Muhammad kepada murid-muridnya dalam diskusi kebebasan berekspresi di kelas. Guru itu dibunuh dan dipenggal pengungsi Chechnya di pinggiran Paris ketika korban sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar pada 16 Oktober lalu. (Baca: Arab Saudi Kecam Kartun yang Menghina Nabi Muhammad SAW )
Polemik soal kartun jadi melebar ketika Presiden Emmanuel Macron membela penerbitannya oleh majalah Charlie Hebdo dan menyebut pemenggal Paty sebagai "Islamis". Sebelumnya, Macron juga menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Komentar itu memicu kemarahan negara-negara Muslim, termasuk Turki.
Dubes de Gonneville menyebut Prancis sebagai negara Muslim saat dalam wawancara dengan penyiar SVT di Swedia. (Baca: Imbas Macron Hina Islam: Website Prancis Diretas, Produknya Diboikot di Mana-mana )
“Pertama, Prancis adalah negara Muslim,” kata Etienne de Gonneville. “Islam adalah agama terbesar kedua di Prancis. Kami memiliki antara 4 hingga 8 juta warga Prancis yang memiliki warisan Muslim," katanya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (27/10/2020).
Duta Besar itu menekankan bahwa "propaganda al-Qaeda" yang memaksa umat Islam untuk melakukan tindakan terorisme, bukanlah Islam seperti yang dia pahami.
Ketika pembawa acara televisi, Anders Holmberg, mengatakan bahwa warga Muslim yang tidak radikal pun tersinggung oleh kartun Nabi Muhammad, de Gonneville membalas; "Ini adalah pertanyaan yang sarat dan ambigu secara moral". (Baca: Dewan Cendekiawan Senior Saudi: Menghina Nabi Muhammad Hanya Melayani Esktremis )
Menurut de Gonneville, topik utama diskusi adalah terorisme dan bukan Islam, dan menempatkan penekanan yang lain akan keliru.
“Media harus tahu bagaimana menangani isu terorisme Islam dan tidak jatuh ke dalam perangkap gagasan yang diduga akan menyinggung Islam. Islam sangat beragam. Mereka yang kita dengar sekarang berbicara tentang pakaian Islam radikal ini. Kita seharusnya tidak memberi mereka bobot lebih dari yang mereka miliki. Mereka adalah minoritas kecil," katanya. (Baca juga: Guru Dipenggal karena Kartun Nabi Muhammad, Imam Prancis: Kami Mohon Maaf )
Presiden Macron menegaskan bahwa pembunuhan brutal terhadap guru Samuel Paty merupakan "serangan teroris". Dia menugaskan pemerintahnya untuk melakukan langkah-langkah untuk mencabut ancaman Islam radikal dan memperketat keamanan.
Namun, ketika Prancis tetap berpegang pada prinsipnya dengan menyiarkan kartun di kota Toulouse dan Montpelier dan Presiden Macron dengan gigih membela penayangannya, seruan untuk boikot produk Prancis telah menyebar ke seluruh dunia Muslim.
Negara yang dipimpin Presiden Emmanuel Macron itu jadi sorotan dunia Muslim setelah guru sejarah bernama Samuel Paty mempertontonkan kartun yang menghina Nabi Muhammad kepada murid-muridnya dalam diskusi kebebasan berekspresi di kelas. Guru itu dibunuh dan dipenggal pengungsi Chechnya di pinggiran Paris ketika korban sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar pada 16 Oktober lalu. (Baca: Arab Saudi Kecam Kartun yang Menghina Nabi Muhammad SAW )
Polemik soal kartun jadi melebar ketika Presiden Emmanuel Macron membela penerbitannya oleh majalah Charlie Hebdo dan menyebut pemenggal Paty sebagai "Islamis". Sebelumnya, Macron juga menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Komentar itu memicu kemarahan negara-negara Muslim, termasuk Turki.
Dubes de Gonneville menyebut Prancis sebagai negara Muslim saat dalam wawancara dengan penyiar SVT di Swedia. (Baca: Imbas Macron Hina Islam: Website Prancis Diretas, Produknya Diboikot di Mana-mana )
“Pertama, Prancis adalah negara Muslim,” kata Etienne de Gonneville. “Islam adalah agama terbesar kedua di Prancis. Kami memiliki antara 4 hingga 8 juta warga Prancis yang memiliki warisan Muslim," katanya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (27/10/2020).
Duta Besar itu menekankan bahwa "propaganda al-Qaeda" yang memaksa umat Islam untuk melakukan tindakan terorisme, bukanlah Islam seperti yang dia pahami.
Ketika pembawa acara televisi, Anders Holmberg, mengatakan bahwa warga Muslim yang tidak radikal pun tersinggung oleh kartun Nabi Muhammad, de Gonneville membalas; "Ini adalah pertanyaan yang sarat dan ambigu secara moral". (Baca: Dewan Cendekiawan Senior Saudi: Menghina Nabi Muhammad Hanya Melayani Esktremis )
Menurut de Gonneville, topik utama diskusi adalah terorisme dan bukan Islam, dan menempatkan penekanan yang lain akan keliru.
“Media harus tahu bagaimana menangani isu terorisme Islam dan tidak jatuh ke dalam perangkap gagasan yang diduga akan menyinggung Islam. Islam sangat beragam. Mereka yang kita dengar sekarang berbicara tentang pakaian Islam radikal ini. Kita seharusnya tidak memberi mereka bobot lebih dari yang mereka miliki. Mereka adalah minoritas kecil," katanya. (Baca juga: Guru Dipenggal karena Kartun Nabi Muhammad, Imam Prancis: Kami Mohon Maaf )
Presiden Macron menegaskan bahwa pembunuhan brutal terhadap guru Samuel Paty merupakan "serangan teroris". Dia menugaskan pemerintahnya untuk melakukan langkah-langkah untuk mencabut ancaman Islam radikal dan memperketat keamanan.
Namun, ketika Prancis tetap berpegang pada prinsipnya dengan menyiarkan kartun di kota Toulouse dan Montpelier dan Presiden Macron dengan gigih membela penayangannya, seruan untuk boikot produk Prancis telah menyebar ke seluruh dunia Muslim.
(min)