Amerika Utara dan Eropa Tertinggi, Kasus Covid-19 Lampaui 3,5 Juta

Selasa, 05 Mei 2020 - 10:04 WIB
loading...
Amerika Utara dan Eropa...
Warga saat menjalani pemeriksaan gratis Covid-19 dan tes antibodi di Sheffield Center Detroit, Michigan, Amerika Serikat, pada 28April 2020. Foto/Reuters
A A A
SYDNEY - Kasus virus corona Covid-19 telah melampaui 3,5 juta dengan jumlah korban tewas nyaris mencapai 250 ribu orang. Meski angka penularan dan kematian menurun, Amerika Utara dan Eropa masih menjadi penyumbang terbesar.

Saat ini wabah Covid-19 mulai mengalami peningkatan penyebaran di Amerika Latin, Afrika, dan Rusia. Para ahli khawatir wabah ini akan menyebabkan dampak yang lebih luas. Secara global, jumlah pasien baru mencapai 74.779 orang dalam 24 jam terakhir.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien influenza juga mencapai 3-5 juta per tahun. Angka itu masih sangat jauh dari flu Spanyol yang mencapai hingga 500 juta pasien pada 1918.

"Kami masih perlu skeptis tentang data yang kita miliki saat ini," kata ahli mikrobiologi dan penyakit infeksi Peter Collignon, di Rumah Sakit Canberra, dikutip Reuters. "Ini merupakan masalah besar. Angka kematiam juga 10 kali lebih tinggi dibandingkan influenza," ujarnya.

Pasien Covid-19 mayoritas dalam kondisi stabil dan hanya sakit ringan karena itu tidak semuanya diperiksa. Sebagian besar negara di dunia juga hanya mendata pasien yang dirawat di rumah sakit sehingga pasien yang dirawat atau meninggal di rumah tidak masuk ke data pemerintah.

Sampai berita ini diturunkan, jumlah korban tewas akibat Covid-19 mencapai 246.920 orang. Korban tewas pertama yang resmi dilaporkan pemerintah terjadi di Wuhan, China, pada 10 Januari. Virus mematikan itu diyakini sudah terdeteksi sejak Desember 2019.

Angka kasus baru harian di seluruh dunia sekitar 2-3% dalam sepekan terakhir, bandingkan dengan pertengahan Maret lalu yang mencapai 13%. Saat itu, beberapa negara di dunia mulai memberlakukan lockdown, baik di tingkat daerah ataupun nasional, dan menyebabkan ekonomi dunia lumpuh.

Saat ini beberapa negara mulai memperlonggar lockdown. Hal itu menuai pro-kontra di kalangan para ahli yang cemas akan adanya gelombang kedua. "Wabah dapat saja kembali terjadi mengingat banyaknya tempat yang rawan," kata Collignon.

Para pejabat dan petugas kesehatan juga cemas terkait meningkatnya jumlah pasien di wilayah yang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Secara global, jumlah pasien baru harian rata-rata sekitar 75-90.000 dalam sepekan terakhir.

Di Amerika Serikat (AS), sekitar separuh negara bagian telah membuka lockdown dan berupaya membangkitkan kembali ekonomi. Namun, keputusan itu dikritik Gubernur New York Andrew Cuomo yang menilai terlalu prematur mengingat kondisi kesehatan nasional belum kondusif.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2548 seconds (0.1#10.140)