Seorang Sukarelawan Sakit, Uji Klinis Vaksin AstraZeneca Dihentikan

Kamis, 10 September 2020 - 10:35 WIB
loading...
Seorang Sukarelawan...
Seorang ahli kimia bekerja di kantor pusat AstraZeneca. Jika terbukti berhasil, melalui kesepakatan dengan pemerintah, Australia akan menjadi negara pertama yang menerima vaksin AstraZeneca. Foto/Reuters
A A A
LONDON - Perusahaan farmasi AstraZeneca Plc menunda uji klinis tahap akhir terhadap salah satu kandidat vaksin yang dianggap paling menjanjikan setelah ditemukan penyakit pada partisipan yang tidak bisa dijelaskan.

Vaksin virus corona yang dikembangkan AstraZeneca dan Universitas Oxford menjadi perhatian dunia. AstraZeneca menggambarkannya sebagai penangguhan yang rutin. Vaksin AstraZeneca-Universitas Oxford dipandang sebagai pesaing kuat di antara puluhan vaksin yang sedang dikembangkan secara global. (Baca: Mengenalkan Ketauhidan Sejak Dini Pada Anak)

Menyusul pengujian tahap satu dan dua yang sukses, vaksin tersebut kini sangat diantisipasi untuk kemungkinan menjadi salah satu vaksin yang pertama tersedia. Vaksin itu masuk ke tahap pengujian Fase 3 dan dalam beberapa pekan terakhir melibatkan sekitar 30.000 peserta di Amerika Serikat, Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan. Uji coba Fase 3 pada vaksin sering melibatkan ribuan peserta dan dapat berlangsung selama beberapa tahun.

“Kita dengan suka rela menghentikan proses (uji klinis) vaksinasi untuk mengizinkan kajian data keselamatan oleh komite independen,” kata juru bicara AstraZeneca, Michele Meixell, dilansir Reuters.

Melansir Stat News, kasus sukarelawan yang sakit tidak detail dibeberkan, tetapi partisipan itu diperkirakan akan sembuh. Kasus itu diperkirakan karena adanya reaksi merugikan yang serius. Badan Administrasi Obat dan Makanan AS (FDA) mendefinisikan peristiwa merugikan berkaitan dengan uji coba obat. Dampak penundaan uji klinis itu juga merambah ke uji vaksin AstraZeneca lainnya karena menunjukkan reaksi yang sama.

Institute Nasional Kesehatan AS yang menyediakan dana untuk uji klini AstraZeneca menolak berkomentar. Sedangkan AstraZeneca mengungkapkan, uji klinis dalam sekala besar memang mengalami kemungkinan ada partisipan yang sakit dan harus dikaji independen dan hati-hati. (Baca juga: Pandemi, UI Tetap Berlakukan PJJ Pada Tahun Ajaran Baru)

Dalam catatan BBC, insiden itu merupakan kedua kalinya uji coba vaksin virus corona dari Universitas Oxford ditunda. Peristiwa semacam itu rutin dalam uji coba skala besar, dan terjadi setiap kali relawan dirawat di rumah sakit lantaran penyebab penyakit mereka tidak segera diketahui. Pengujian vaksin diperkirakan dapat dilanjutkan dalam hitungan hari.

Sementara itu, Australia mengaku tidak khawatir dnegan penundaan uji klinis tersebut. “Dengan informasi yang saya dapatkan, saya tidak khawatir,” kata Deputi Kepala Pejabat Medis Australia, Nick Coatsworth kepada Sky News. Dia mengungkapkan, uji coba itu tidak berarti vaksin tersebut tidak aman.

“Justru itu menjadi hal positif karena menunjukkan pengembangan vaksin yang terakselerasi dan keselamatan menjadi aspek prioritas,” kata Coastworth. Dia mengungkapkan, Australia seperti kebanyakan pemerintahan negara lain telah berinvestasi dalam sejumlah kandidat vaksin. Sebelumnya, Australia mengatakan akan mendapatkan dosis pertama vaksin AstraZeneca pada Januari 2021 jika uji klinisnya sukses.

Saham AstraZeneca langsung turun 8% dalam perdagangan di AS. Sementara, saham perusahana farmasi yang mengembangkan vaksin seperti Moderna Inc naik lebih dari 4% sedangkan Pfizer hanya naik tidak lebih dari 1 %. Moderna mengaku tidak mengetahui adanya dampak dalam uji klinis vaksinnya saat ini.

Pada Selasa (8/9/2020), sembilan perusahaan pengembang vaksin Covid-19 berusaha meyakinkan publik dengan mengumumkan sebuah "ikrar bersejarah" untuk menjunjung tinggi standar ilmiah dan etika dalam pengembangan vaksin. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)

AstraZeneca adalah di antara sembilan perusahaan yang menandatangani ikrar untuk hanya mengajukan permohonan persetujuan peraturan setelah vaksin melalui tiga fase studi klinis. Perusahaan-perusahaan raksasa Johnson & Johnson, BioNTech, GlaxoSmithKline, Pfizer, Merk, Moderna, Sanofi dan Novavax adalah para penandatangan lainnya. Janji itu adalah "selalu menjadikan keselamatan dan kesehatan para individu yang divaksinasi sebagai prioritas utama kami".

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan hampir 180 calon vaksin sedang diuji di seluruh dunia tetapi belum ada yang sudah menyelesaikan uji klinis. Organisasi itu mengatakan tidak bisa mengharapkan vaksin memenuhi pedoman keselamatan dan keamanannya untuk disetujui tahun ini karena waktu yang dibutuhkan untuk mengujinya dengan aman.

Meski demikian, China dan Rusia telah mulai memvaksinasi sejumlah pekerja dengan vaksin yang dikembangkan di dalam negeri masing-masing. Semua vaksin tersebut masih terdaftar oleh WHO sebagai dalam tahap uji klinis. Sementara itu, FDA telah menyarankan agar vaksin virus corona dapat disetujui sebelum menyelesaikan uji klinis fase ketiga. (Lihat videonya: Limbah Medis Rumah Sakit Mencemari Sungai Cisadane)

Pekan lalu juga terungkap bahwa Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) telah mendesak agar negara-negara bagian untuk mempertimbangkan persyaratan tertentu diabaikan agar siap mendistribusikan vaksin potensial paling lambat 1 November - dua hari sebelum pemilihan presiden pada 3 November.

Meskipun Presiden AS Donald Trump telah mengisyaratkan bahwa vaksin mungkin tersedia sebelum pemilihan, saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden, telah menyatakan keraguannya bahwa Trump akan mendengarkan para ilmuwan dan menerapkan proses yang transparan. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1764 seconds (0.1#10.140)