Ambisi Global Militer China Dihantui Skandal Korupsi dan Inefisiensi Sistemik
loading...
A
A
A
Pendekatan Beijing juga menyerupai strategi negara adidaya, memanfaatkan instrumen ekonomi dan militer untuk saling memperkuat.
Ambisi ini khususnya terlihat jelas dalam pendekatan "guna ganda" China, di mana proyek infrastruktur ekonomi dan sipil berfungsi sebagai pelengkap fungsi militer.
Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) juga telah memberi Beijing akses ke pusat logistik utama, beberapa di antaranya kini berfungsi sebagai aset militer potensial. Djibouti, Kepulauan Solomon, dan Pangkalan Angkatan Laut Ream di Kamboja menjadi contoh pergeseran ini, yang masing-masing memungkinkan China memperluas jangkauan operasionalnya.
Ekspansi pertahanan China juga membawa konsekuensi strategis yang mendalam bagi arsitektur keamanan regional. “Negara-negara seperti India, Australia, dan Jepang—yang sudah waspada terhadap sikap agresif maritim Beijing—kini menghadapi tantangan untuk menanggapi PLA yang akan segera tidak lagi dibatasi secara geografis,” tutur Mehta.
Latihan Angkatan Laut China baru-baru ini di dekat Australia dan Selandia Baru semakin menggambarkan pergeseran ini; latihan ini bukan sekadar manuver militer rutin, tetapi upaya menormalkan kehadiran Beijing di perairan yang sebelumnya tidak diperebutkan.
Di luar Asia, perluasan kemampuan militer China juga telah mengubah keseimbangan kekuatan dalam urusan keamanan global. Tidak seperti Uni Soviet selama Perang Dingin, China telah memanfaatkan saling ketergantungan ekonomi untuk meredam perlawanan militer langsung sekaligus memperluas pengaruh militernya. Hal ini kini mempersulit strategi pencegahan bagi Amerika Serikat dan sekutunya, karena pertimbangan ekonomi sering kali terus berbenturan dengan keharusan untuk melawan kebangkitan militer China.
Dengan demikian, anggaran pertahanan Beijing yang terus meningkat bukan semata-mata merupakan respons terhadap kebutuhan keamanan internal, tetapi juga merupakan deklarasi niat yang lebih luas.
“Tantangan bagi negara-negara lain kini adalah mengakui bahwa perluasan militer China bukan hanya tentang Taiwan, keamanan perbatasan, atau hegemoni regional, tetapi juga tentang membangun kekuatan yang mampu membentuk dinamika keamanan global dengan caranya sendiri,” ungkap Mehta.
Tahun-tahun mendatang akan menentukan apakah masyarakat internasional dapat beradaptasi dengan realitas strategis baru ini atau tetap reaktif terhadap perubahan postur militer China.
Ambisi ini khususnya terlihat jelas dalam pendekatan "guna ganda" China, di mana proyek infrastruktur ekonomi dan sipil berfungsi sebagai pelengkap fungsi militer.
Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) juga telah memberi Beijing akses ke pusat logistik utama, beberapa di antaranya kini berfungsi sebagai aset militer potensial. Djibouti, Kepulauan Solomon, dan Pangkalan Angkatan Laut Ream di Kamboja menjadi contoh pergeseran ini, yang masing-masing memungkinkan China memperluas jangkauan operasionalnya.
Ekspansi pertahanan China juga membawa konsekuensi strategis yang mendalam bagi arsitektur keamanan regional. “Negara-negara seperti India, Australia, dan Jepang—yang sudah waspada terhadap sikap agresif maritim Beijing—kini menghadapi tantangan untuk menanggapi PLA yang akan segera tidak lagi dibatasi secara geografis,” tutur Mehta.
Latihan Angkatan Laut China baru-baru ini di dekat Australia dan Selandia Baru semakin menggambarkan pergeseran ini; latihan ini bukan sekadar manuver militer rutin, tetapi upaya menormalkan kehadiran Beijing di perairan yang sebelumnya tidak diperebutkan.
Di luar Asia, perluasan kemampuan militer China juga telah mengubah keseimbangan kekuatan dalam urusan keamanan global. Tidak seperti Uni Soviet selama Perang Dingin, China telah memanfaatkan saling ketergantungan ekonomi untuk meredam perlawanan militer langsung sekaligus memperluas pengaruh militernya. Hal ini kini mempersulit strategi pencegahan bagi Amerika Serikat dan sekutunya, karena pertimbangan ekonomi sering kali terus berbenturan dengan keharusan untuk melawan kebangkitan militer China.
Dengan demikian, anggaran pertahanan Beijing yang terus meningkat bukan semata-mata merupakan respons terhadap kebutuhan keamanan internal, tetapi juga merupakan deklarasi niat yang lebih luas.
“Tantangan bagi negara-negara lain kini adalah mengakui bahwa perluasan militer China bukan hanya tentang Taiwan, keamanan perbatasan, atau hegemoni regional, tetapi juga tentang membangun kekuatan yang mampu membentuk dinamika keamanan global dengan caranya sendiri,” ungkap Mehta.
Tahun-tahun mendatang akan menentukan apakah masyarakat internasional dapat beradaptasi dengan realitas strategis baru ini atau tetap reaktif terhadap perubahan postur militer China.
Lihat Juga :