Ambisi Global Militer China Dihantui Skandal Korupsi dan Inefisiensi Sistemik
loading...
A
A
A
Tantangan Internal dalam PLA: Korupsi dan Konsolidasi Kekuasaan
Sementara meningkatnya anggaran pertahanan China menandakan ekspansi militer yang agresif, perkembangan internal dalam PLA menggambarkan gambaran yang lebih rumit.
Skandal korupsi besar-besaran baru-baru ini yang mengungkap kelemahan mengakar dalam jajaran senior militer, juga menimbulkan kekhawatiran serius tentang efektivitas pembangunan militer China.
Pemecatan pejabat senior dari Pasukan Roket, unit yang bertanggung jawab atas kemampuan nuklir dan rudal China, menunjukkan bahwa upaya modernisasi militer Xi Jinping tidak hanya tentang perangkat keras dan perluasan, tetapi juga tentang kontrol internal dan disiplin Partai Komunis China (CCP).
Mehta berpendapat bahwa meski kampanye antikorupsi telah berlangsung selama satu dekade, praktik korupsi dan favoritisme politik yang terus berlanjut telah menyebabkan anggapan bahwa masalah-masalah ini terus menjadi insiden sistemik daripada insiden terisolasi.
Korupsi dalam PLA telah menjadi masalah yang sudah berlangsung lama, berakar pada sejarahnya sebagai organisasi yang didorong patronase di bawah ekonomi komando China sebelum reformasi. Gelombang pemecatan baru-baru ini, meski Xi Jinping terus berupaya keras dalam upaya antikorupsi, juga menimbulkan pertanyaan meresahkan tentang akuntabilitas kelembagaan.
Ketidakstabilan internal ini membawa implikasi signifikan bagi kesiapan militer dan ambisi strategis China. “Pertama, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan tempur, khususnya di bidang-bidang strategis utama seperti pencegahan rudal dan operasi angkatan laut,” sebut Mehta.
Jika penipuan pengadaan, salah alokasi sumber daya, dan promosi berbasis loyalitas terus mengganggu PLA, kemampuannya untuk melaksanakan operasi militer yang kompleks berpotensi terganggu. Terlepas dari meningkatnya investasi finansial, korupsi pada akhirnya akan mengikis kekompakan unit, disiplin, dan kepercayaan pada struktur komando.
“Kedua, hal ini menggarisbawahi meningkatnya sentralisasi kekuasaan di bawah Xi Jinping, yang telah memprioritaskan loyalitas politik daripada kompetensi militer profesional,” ucap Mehta.
“Pergeseran ini juga berisiko menciptakan budaya komando yang lebih menghargai keselarasan ideologis daripada efektivitas operasional, yang berpotensi melemahkan kemampuan China untuk merespons dengan tegas,” sambungnya.
Terakhir, militer yang terganggu oleh pembersihan internal dan ketidakstabilan akan berjuang untuk mempertahankan tingkat proyeksi kekuatan global yang telah dibayangkan Beijing sejauh ini.
Lihat Juga :