Menentang Pendudukan Israel, Legislator Desak PM Inggris Tolak Rencana Trump
A
A
A
LONDON - Sebanyak 133 anggota parlemen Inggris telah menandatangani surat yang mendesak Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson untuk menentang rencana perdamaian Amerika Serikat (AS).
Dalam surat yang diterbitkan oleh Council for Arab-British Understanding (CAABU), para anggota parlemen menyatakan keprihatinan besar terhadap rencana pemerintahan Donald Trump
"(Rencana itu) menunjukkan penghinaan terhadap aspirasi dan hak-hak rakyat Palestina serta hukum internasional, dan tidak memberikan dasar yang realistis untuk kembali kepada negosiasi," kata mereka seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (31/1/2020).
Para penandatangan telah mendesak PM Inggris untuk mempertimbangkan kembali "sambutan" yang ditawarkan oleh pemerintah untuk dokumen tersebut, serta menguraikan tindakan apa yang akan diambil sebagai tanggapan terhadap rencana PM Israel Benjamin Netanyahu untuk menganeksasi bagian dari Tepi Barat yang diduduki. (Baca: PM Inggris Bela Rencana Perdamaian Timur Tengah Trump )
Tanpa syarat yang tidak jelas, para anggota parlemen meminta Johnson bekerja dengan negara-negara lain untuk menunjukkan bahwa pelanggaran serius hukum internasional mengakibatkan konsekuensi serius. (Baca: Inggris Minta Palestina Pertimbangkan Rencana Perdamaian Timur Tengah AS )
"Bahwa begitu banyak anggota parlemen dan rekan sejawat dari seluruh penjuru parlemen dengan cepat menandatangani surat ini menunjukkan kedalaman keprihatinan yang sesungguhnya dirasakan di Westminster tentang rencana sembrono ini dan agenda aneksasi yang dipromosikannya," kata seorang legislator Rushanara Ali.
“Pada kunjungan saya ke Tepi Barat baru-baru ini (pada tahun 2019) saya melihat sendiri betapa cepatnya kemunduran dalam situasi kemanusiaan, dan sejauh mana pendudukan telah merampas hak orang-orang Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mengendalikan kehidupan sehari-hari mereka," imbuhnya.
"Visi yang dipresentasikan oleh Presiden Trump adalah satu di mana pendudukan 'sementara' ini dianggap permanen, mengutuk kawasan itu untuk masa depan dua orang di tanah yang sama dalam situasi ketidaksetaraan abadi," tukasnya.
Dalam surat yang diterbitkan oleh Council for Arab-British Understanding (CAABU), para anggota parlemen menyatakan keprihatinan besar terhadap rencana pemerintahan Donald Trump
"(Rencana itu) menunjukkan penghinaan terhadap aspirasi dan hak-hak rakyat Palestina serta hukum internasional, dan tidak memberikan dasar yang realistis untuk kembali kepada negosiasi," kata mereka seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (31/1/2020).
Para penandatangan telah mendesak PM Inggris untuk mempertimbangkan kembali "sambutan" yang ditawarkan oleh pemerintah untuk dokumen tersebut, serta menguraikan tindakan apa yang akan diambil sebagai tanggapan terhadap rencana PM Israel Benjamin Netanyahu untuk menganeksasi bagian dari Tepi Barat yang diduduki. (Baca: PM Inggris Bela Rencana Perdamaian Timur Tengah Trump )
Tanpa syarat yang tidak jelas, para anggota parlemen meminta Johnson bekerja dengan negara-negara lain untuk menunjukkan bahwa pelanggaran serius hukum internasional mengakibatkan konsekuensi serius. (Baca: Inggris Minta Palestina Pertimbangkan Rencana Perdamaian Timur Tengah AS )
"Bahwa begitu banyak anggota parlemen dan rekan sejawat dari seluruh penjuru parlemen dengan cepat menandatangani surat ini menunjukkan kedalaman keprihatinan yang sesungguhnya dirasakan di Westminster tentang rencana sembrono ini dan agenda aneksasi yang dipromosikannya," kata seorang legislator Rushanara Ali.
“Pada kunjungan saya ke Tepi Barat baru-baru ini (pada tahun 2019) saya melihat sendiri betapa cepatnya kemunduran dalam situasi kemanusiaan, dan sejauh mana pendudukan telah merampas hak orang-orang Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mengendalikan kehidupan sehari-hari mereka," imbuhnya.
"Visi yang dipresentasikan oleh Presiden Trump adalah satu di mana pendudukan 'sementara' ini dianggap permanen, mengutuk kawasan itu untuk masa depan dua orang di tanah yang sama dalam situasi ketidaksetaraan abadi," tukasnya.
(ian)