Meski Para Pemimpinnya Dibunuh, Mengapa Hizbullah dan Hamas Terus Eksis?

Kamis, 24 Oktober 2024 - 13:20 WIB
loading...
Meski Para Pemimpinnya...
Meski paran pemimpinnya dibunuh, Hizbullah dan Hamas tetap eksis. Foto/Press TV
A A A
GAZA - Kematian Yahya Sinwar, pemimpin Hamas , khususnya saat melawan pasukan pendudukan Israel yang menderita luka parah dalam pertempuran maraton, menjadi preseden baru.

Pengorbanannya yang luar biasa menjadi contoh bagaimana gerakan perlawanan bersenjata anti-Zionis memperoleh momentum ketika para pemimpin dan komandan yang ikonik dan pemberani menjadi martir di garis depan.

Meski Para Pemimpinnya Dibunuh, Mengapa Hizbullah dan Hamas Terus Eksis?

1. Pemimpin Adalah Teladan

Melansir Press TV, pola ini telah terbukti dalam sejarah modern Gaza sejak Hamas didirikan oleh Sheikh Ahmed Yassin pada akhir tahun 1987, pada awal Intifada Palestina pertama.

Pada saat itu, gerakan perlawanan hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki senjata, namun kepemimpinan Sheikh Yassin menginspirasi Brigade Al-Qassam bahkan saat kesehatannya memburuk setelah delapan tahun di penjara Israel.

Pasukan Israel, yang terancam oleh pengaruh Yassin yang luar biasa, membunuh pemimpin yang duduk di kursi roda itu pada tahun 2004 setelah gagal mengalahkan sayap bersenjata Hamas selama Intifada kedua.

Namun, pada saat itu, Brigade Al-Qassam mulai melawan pendudukan Israel tidak hanya dengan senapan tetapi juga dengan roket Qassam buatan sendiri, yang masih berhasil mengintimidasi Israel.

Wakil Sheikh Yassin, Abdel Aziz al-Rantisi, mengambil alih kepemimpinan, dan dalam waktu sebulan, ia juga menjadi martir dalam serangan udara, sebuah tanda betapa ditakutinya kepemimpinan Hamas oleh pasukan Israel.

Pada saat itu, Israel mungkin percaya Hamas hampir runtuh, tetapi seorang tokoh perlawanan muda, Ismail Haniyeh, sudah naik pangkat.

Pria berjanggut hitam itu hadir di pemakaman Yassin dan al-Rantisi.

Haniyeh, yang menjadi martir di ibu kota Iran, Teheran, menghabiskan waktunya untuk memperkuat kemampuan rudal Hamas, seperti yang ditunjukkan selama operasi Pedang al-Quds pada Mei 2021.

"Tidak ada Iron Dome dan David Sling yang dapat mencegat rentetan rudal yang menghantam Tel Aviv saat itu," kata Wesam Bahrani, pengamat geopolitik, dilansir Press TV.

2. Masjid Al Aqsa Jadi Kekuatan Perjuangan

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Hamas, kota-kota yang diduduki Israel, termasuk Tel Aviv, dihantam rentetan rudal, yang menandai pergeseran dinamika kekuatan. Ini adalah contoh pertama di mana gerakan perlawanan yang berbasis di Gaza, yang bereaksi terhadap provokasi di Masjid al-Aqsa, melakukan serangan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1442 seconds (0.1#10.140)