Kurdi Suriah: Kami Kecewa Amerika Mengkhianati Kami....

Rabu, 16 Oktober 2019 - 02:32 WIB
Kurdi Suriah: Kami Kecewa Amerika Mengkhianati Kami....
Kurdi Suriah: Kami Kecewa Amerika Mengkhianati Kami....
A A A
RAS AL IN - Sembari mengubur milisi yang tewas dalam pertempuran selama hampir sepekan melawan pasukan Turki di Suriah timur laut, para pasukan Kurdi di negara itu mengecam apa yang mereka sebut sebagai pengkhianatan oleh Amerika Serikat (AS) yang membuka jalan bagi Turki melakukan invasi.

Di sebuah kuburan di kota Qamishli yang berpenduduk mayoritas Kurdi, Basna Amin, 57, menyaksikan korban yang baru terjatuh diletakkan di dekat kawan-kawan mereka yang tewas. Pasukan Kurdi sebelumnya bersekutu dengan AS dalam perang melawan kelompok Islamic State atau ISIS.

"Kami kecewa karena (orang Amerika) mengkhianati kami," katanya, dengan jilbab hitam-putih menutupi rambutnya. "Dunia ingin orang-orang Kurdi selalu dipatahkan," katanya lagi, seperti dikutip AFP, Rabu (16/10/2019).

Setidaknya 135 petempur Kurdi telah terbunuh dalam serangan oleh Ankara yang dipicu oleh penarikan pasukan AS minggu lalu dari wilayah perbatasan Suriah timur laut. Data itu dipaparkan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berpusat di Inggris.

Langkah Washington—ditafsirkan secara luas sebagai invasi terang-terangan Turki yang telah lama direncanakan—telah memicu kebencian di antara suku Kurdi yang telah kehilangan 11.000 petempurnya dalam pertempuran anti-ISIS.

Duduk di dekat makam putranya yang meninggal dalam pertempuran melawan jihadis pada tahun 2014, perempuan Kurdi bernama Jawahir mengatakan bahwa pengorbanan oleh Kurdi Suriah akan mengompensasi pukulan yang ditangani oleh Washington.

"Kami telah dikhianati sebelumnya," katanya. "Semua keuntungan yang kami raih berkat darah para martir ini. Darah mereka tidak akan sia-sia," ujarnya.

Di sekelilingnya, wanita berjongkok di samping kuburan, mata mereka merah karena air mata.

Ratusan orang telah berdatangan ke kuburan untuk mengubur para petempur yang tewas dalam pertempuran di perbatasan baru-baru ini. Potret para "martir" terpampang di peti mati dan disematkan pada pakaian.

Mengenakan seragam militer, seorang petempur Kurdi perempuan menempelkan tubuhnya ke peti mati berwarna-warni, yang ditopang oleh lautan pelayat.

Dia membelai tutup peti mati, karangan bunga yang cocok dengan pola di jilbab hitamnya.

Di tengah kerumunan di bawah, seorang wanita lain membisikkan kata-kata yang tak terdengar saat dia membelai peti mati yang serupa, dihiasi pita, bunga, dan selembar kain merah.

Presiden AS Donald Trump, yang berkampanye untuk pemilu tetapi menghadapi upaya pemakzulan, ingin memenuhi janji untuk menarik pasukan AS keluar dari perang Suriah.

Lebih dari 1.000 tentara kini ditarik dari Suriah timur laut dan Amerika Serikat hanya akan mempertahankan sisa kontingen sekitar 150 tentara di selatan di pangkalan Al-Tanf di dekat perbatasan dengan Yordania dan Irak.

"Mereka biasa memecahkan roti bersama, dan memerangi terorisme bersama, itu adalah kekecewaan besar," kata Farida Bakr, 50, yang berbicara tentang keputusan Washington untuk menarik pasukan AS.

"Tetapi, kita akan tetap di tanah kami, dan kami akan berjuang sampai kami menang, bahkan jika kami harus membayar dengan anak-anak kami," ujarnya.

Di sekelilingnya, para wanita tampak sedih. Yang lainnya berjilbab berdiri diam, mengangkat dua jari dalam gerakan kemenangan, tatapan serius mereka diarahkan ke lantai.

Mereka melambaikan keranjang yang membawa lilin dan pewarna pacar, sebuah kebiasaan selama pemakaman bagi kaum muda.

Bagi Souad Hussein, yang anak-anaknya termasuk di antara mereka yang memerangi pasukan Ankara, Kurdi hanya bisa mengandalkan diri mereka sendiri.

"Kami hanya berharap pada pasukan kami karena orang Kurdi tidak punya teman," katanya. "Kami akan menjadi teman bagi diri kami sendiri dan kami akan menghadapi musuh kami."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3713 seconds (0.1#10.140)