Waswas Iran Serang Israel, AS Siagakan Kapal Induk, 11 Kapal Perang, dan 4.000 Tentara

Jum'at, 02 Agustus 2024 - 07:14 WIB
loading...
Waswas Iran Serang Israel,...
Waswas Iran dan kelompok-kelompok militan pro-Teheran serang Israel, AS siagakan kapal induk, 11 kapal perang dan lebih dari 4.000 tentara. Foto/X @CENTCOM
A A A
TEL AVIV - Amerika Serikat (AS) telah menyiagakan kapal induk, 11 kapal perang pendukung, dan lebih dari 4.000 tentara di sekitar Timur Tengah.

Itu sebagai antisipasi jika Iran dan kelompok militan pro-Teheran menyerang Israel sebagai balas dendam atas pembunuhan pemimpin Hamas dan komandan Hizbullah.

Pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran dan komandan Hizbullah Fuad Shukr di Beirut dalam hitungan jam telah membuat Iran dan proksinya harus merespons dua operasi yang dituduhkan kepada Zionis Israel.

Namun, AS juga bersiap menghadapi potensi eskalasi, termasuk terhadap pasukannya, karena Washington dianggap terlibat dalam mendukung Israel dengan intelijen dan senjata.



Dukungan tersebut telah menyebabkan Teheran dan kelompok yang didukungnya mengancam aset AS di kawasan Timur Tengah.

"Kami tengah mempersiapkan semua skenario, kemungkinan evakuasi warga Amerika dari kawasan tersebut atau serangan terhadap pasukan kami," kata seorang pejabat AS kepada Al Arabiya English, yang dilansir Jumat (2/8/2024).

Pentagon sebenarnya telah memerintahkan beberapa kapal perang dan aset militer lainnya beroperasi di Timur Tengah tak lama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel. Alasan utamanya adalah untuk mencegah Iran atau kelompok lain yang didukungnya membuka front kedua, kata pejabat tersebut.

Pejabat itu mengonfirmasi bahwa setidaknya ada 12 kapal perang Amerika di kawasan tersebut, termasuk kapal induk USS Theodore Roosevelt dan lebih dari 4.000 marinir dan pelaut.

Washington Post menjadi media pertama melaporkan jumlah kapal dan personel militer Amerika itu.

Namun, aset tersebut, yang meliputi kapal perusak dan kapal amfibi, telah berada di kawasan tersebut selama berbulan-bulan.

"Belum ada perintah baru secara khusus, apakah itu evakuasi atau lainnya," kata pejabat AS kedua kepada Al Arabiya English.

"Namun, kami jelas dalam posisi untuk melaksanakan, jika diperlukan, perintah apa pun yang diberikan."

Kedua pejabat AS itu berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah-masalah sensitif.

Departemen Luar Negeri Amerika pada hari Rabu menyarankan warga negara AS untuk tidak bepergian ke Lebanon atau Israel utara karena meningkatnya ketegangan antara Hizbullah dan Israel, dan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan mereka ke kedua negara tersebut.

Tidak ada perintah yang dikeluarkan untuk mengevakuasi warga negara atau pegawai pemerintah dari kedua negara tersebut.

Para pejabat AS mengatakan bahwa mereka diberi peringatan sesaat sebelum operasi Israel yang menewaskan Fuad Shukr dari Hizbullah tetapi membantah terlibat dalam serangan itu.

Israel mengaku bertanggung jawab setelah serangan itu terjadi di jantung benteng Hizbullah di pinggiran selatan Beirut.

Israel mengatakan serangan itu merupakan respons terhadap serangan roket yang menghantam lapangan sepak bola di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Zionis dan menewaskan 12 remaja dan anak pada akhir pekan lalu.

Para pejabat AS mengatakan Hizbullah tidak diragukan lagi menembakkan roket itu, tetapi mereka yakin roket itu secara keliru menargetkan lapangan sepak bola.

Hizbullah terus membantah telah meluncurkan roket tersebut.

Pasukan Amerika di wilayah Timur Tengah bersiap menghadapi kemungkinan serangan di Irak dan Suriah setelah serangan Israel tersebut.

"Ini adalah [modus operandi] mereka, jadi kami mengantisipasi Iran atau kelompok yang didukungnya akan mengeluarkan perintah untuk menargetkan pasukan kami. Itulah yang telah mereka lakukan di masa lalu dan apa yang kami harapkan sekarang," kata salah satu pejabat Amerika.

Dalam pembunuhan kedua, Hamas dengan cepat mengonfirmasi bahwa Ismail Haniyeh dibunuh saat berada di dalam sebuah kompleks di Iran pada Selasa malam atau Rabu dini hari waktu Teheran.

Pemimpin politik Hamas yang tinggal di Qatar tersebut berada di sana untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran.

Pejabat AS yakin Israel berada di balik pembunuhan Haniyeh tetapi juga mengatakan Washington tidak terlibat.

Shukr dan Haniyeh telah ditetapkan sebagai teroris oleh AS, dengan yang pertama dituduh memainkan peran utama dalam pengeboman Barak Korps Marinir AS di Beirut pada 23 Oktober 1983, yang menewaskan 241 anggota militer AS.

Hizbullah, Hamas, dan pendukung utama mereka di Iran, serta proksi regional lain yang didukung oleh Teheran, semuanya telah berjanji untuk menanggapi serangan tersebut.

Paul Salem, Wakil Presiden International Engagement di Middle East Institute yang berbasis di Washington memperkirakan Hizbullah dan Iran pasti akan membalas.

“Dan sulit untuk membayangkan bahwa mereka akan membidik apa pun kecuali target bernilai tinggi di Tel Aviv untuk menunjukkan simetri setelah serangan di Teheran dan Beirut. Itu akan mengakibatkan eskalasi otomatis dan besar," tulisnya baru-baru ini.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan minggu ini bahwa pembunuhan itu "tidak membantu meredakan ketegangan" di kawasan itu.

"Saya tidak akan bersikap politis tentang hal itu," paparnya.

Meskipun retorika meningkat dan pembunuhan tingkat tinggi terjadi minggu ini, pejabat AS saat ini dan mantan pejabat AS masih menilai bahwa tidak ada pihak yang terlibat dalam konflik itu menginginkan perang habis-habisan.

"Saya pikir kemungkinan besar kita akan terus melihat respons regional terhadap apa yang terjadi di Dataran Tinggi Golan," kata Jenderal (Purn) Joseph Votel, mantan komandan Komando Pusat (CENTCOM) AS.

Berbicara kepada Al Arabiya English sebelum serangan Israel di Beirut, Votel memperkirakan bahwa kelompok milisi Syiah yang setia kepada Iran akan merespons.

“Serangan di Irak dan Suriah akan dirancang untuk meningkatkan tekanan pada AS dengan harapan bahwa [AS] akan memberikan lebih banyak tekanan pada Israel dan memperdalam perpecahan dalam pendekatan kebijakan,” kata Votel.

Hizbullah dan kelompok lain yang disebut sebagai Poros Perlawanan telah mengatakan serangan mereka terhadap Israel akan berhenti jika ada gencatan senjata di Gaza.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0985 seconds (0.1#10.140)