Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?
loading...
A
A
A
Karena kebijakan luar negeri UEA bertentangan dengan piagam OKI, dampaknya terlihat jelas pada pertemuan OKI tahun lalu. UEA menggagalkan upaya Pakistan di OKI untuk menyelidiki India karena melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim di Kashmir yang dikelola India, dan karena mengizinkan massa Hindu sayap kanan untuk menghukum mati Muslim India tanpa mendapat hukuman.
Di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohamed bin Zayed, monarki absolut di Teluk telah memperkuat hubungannya dengan Perdana Menteri India yang berhaluan nasionalis Hindu, Narendra Modi.
Foto/AP
Menurut al Arian, profesor di Universitas Istanbul Sabahattin Zaim, Turki, sebagai anggota OKI, telah mendesak masyarakat internasional untuk melakukan “sesuatu secara kolektif” untuk menghentikan Israel melakukan pembantaian terhadap warga Palestina.
Namun karena kepemimpinan OKI berbasis di Arab Saudi, badan tersebut tidak sejalan dengan sentimen Turki.
“Mereka menolak untuk benar-benar melakukan atau mengambil posisi kuat terhadap hal ini. Atau setidaknya memberikan tekanan kepada komunitas internasional terhadap negara Israel,” kata al Arian dalam wawancara dengan TRT World.
Foto/AP
OKI juga mendapat kecaman dari kelompok advokasi dan aktivis karena tidak berbuat cukup untuk memperkuat perjuangan Kashmir, Rohingya, dan Muslim Uighur.
Beberapa pakar regional telah menyuarakan keprihatinan tentang berkurangnya peran OKI dalam menangani permasalahan seperti Palestina.
Dalam opini yang dipublikasikan di TRT World, Thomas Parker, pakar Pemikiran Politik Islam, tahun lalu berpendapat: “Keinginan dunia Muslim untuk otonomi dan perubahan nyata tidak akan hilang dalam waktu dekat. Arab Saudi dan OKI sebaiknya mengakuinya atau berisiko digantikan oleh aktor baru."
Di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohamed bin Zayed, monarki absolut di Teluk telah memperkuat hubungannya dengan Perdana Menteri India yang berhaluan nasionalis Hindu, Narendra Modi.
3. Tidak Ada Tindakan Kolektif
Foto/AP
Menurut al Arian, profesor di Universitas Istanbul Sabahattin Zaim, Turki, sebagai anggota OKI, telah mendesak masyarakat internasional untuk melakukan “sesuatu secara kolektif” untuk menghentikan Israel melakukan pembantaian terhadap warga Palestina.
Namun karena kepemimpinan OKI berbasis di Arab Saudi, badan tersebut tidak sejalan dengan sentimen Turki.
“Mereka menolak untuk benar-benar melakukan atau mengambil posisi kuat terhadap hal ini. Atau setidaknya memberikan tekanan kepada komunitas internasional terhadap negara Israel,” kata al Arian dalam wawancara dengan TRT World.
4. Menjadi Makin Mandul
Foto/AP
OKI juga mendapat kecaman dari kelompok advokasi dan aktivis karena tidak berbuat cukup untuk memperkuat perjuangan Kashmir, Rohingya, dan Muslim Uighur.
Beberapa pakar regional telah menyuarakan keprihatinan tentang berkurangnya peran OKI dalam menangani permasalahan seperti Palestina.
Dalam opini yang dipublikasikan di TRT World, Thomas Parker, pakar Pemikiran Politik Islam, tahun lalu berpendapat: “Keinginan dunia Muslim untuk otonomi dan perubahan nyata tidak akan hilang dalam waktu dekat. Arab Saudi dan OKI sebaiknya mengakuinya atau berisiko digantikan oleh aktor baru."
(ahm)