Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?

Rabu, 08 Mei 2024 - 23:23 WIB
loading...
Mengapa OKI Belum Mampu...
OKI belum mampu menyelesaikan konflik Israel dan Palestina. Foto/AP
A A A
GAZA - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sekali lagi mendapat kecaman keras karena gagal memberikan tanggapan yang kuat terhadap kekerasan Israel yang menargetkan warga Palestina.

OKI dibentuk pada tahun 1969 sebagai tanggapan atas serangan pembakaran Israel terhadap masjid Al Aqsa di Yerusalem.

“Ini didirikan berdasarkan fakta bahwa Yerusalem adalah kota suci bagi seluruh dunia Muslim, dan kota itu harus dilindungi dan harus kembali ke pelukan Islam,” Sami al Arian, Direktur Center for Islam dan Urusan Global di Universitas Istanbul Sabahattin Zaim, kepada TRT World.

“Namun saat ini kita melihat adanya upaya pemerintah Israel dan pemukim untuk mengambil alih Masjid Al Aqsa. Kita telah menyaksikan hal ini sepanjang bulan Ramadhan. Dan OKI belum memberikan tanggapan sama sekali.”

“Jika Anda melihat tindakan OKI dan negara-negara lain, hal ini sangat lemah, sangat lemah,” ujarnya.

Menurut piagam OKI, kota pelabuhan Jeddah di Arab Saudi akan menjadi markas sementara organisasi tersebut “sampai kota Al Quds (Yerusalem) dibebaskan sehingga kota tersebut akan menjadi markas permanen organisasi tersebut”.

Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?

1. Posisi dan Status Kepemimpinan Negara OKI Mengalami Perubahan

Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?

Foto/AP

Piagam OKI dengan jelas menunjukkan betapa dalamnya tertanamnya isu Palestina dalam keberadaan organisasi Muslim. Hal ini juga menyoroti peran Arab Saudi di dalamnya.

Namun negara-negara Teluk pada masa lalu sangat berbeda dengan keadaan saat ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejak Mohammad bin Salman (MBS) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap monarki Saudi setelah menjadi Putra Mahkota pada tahun 2017, timbul pertanyaan mengenai kemampuan OKI untuk menyusun kebijakan cerdas dalam mendukung perjuangan umat Islam, seperti Palestina dan Kashmir.

2. Banyak Negara OKI Melakukan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?

Foto/AP

Sekutu dekat Arab Saudi, UEA, tanpa malu-malu menormalisasi hubungan dengan Israel pada September tahun lalu. Riyadh belum mengeluarkan pernyataan apa pun untuk menentang tindakan UEA.

Karena kebijakan luar negeri UEA bertentangan dengan piagam OKI, dampaknya terlihat jelas pada pertemuan OKI tahun lalu. UEA menggagalkan upaya Pakistan di OKI untuk menyelidiki India karena melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim di Kashmir yang dikelola India, dan karena mengizinkan massa Hindu sayap kanan untuk menghukum mati Muslim India tanpa mendapat hukuman.

Di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohamed bin Zayed, monarki absolut di Teluk telah memperkuat hubungannya dengan Perdana Menteri India yang berhaluan nasionalis Hindu, Narendra Modi.

3. Tidak Ada Tindakan Kolektif

Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?

Foto/AP

Menurut al Arian, profesor di Universitas Istanbul Sabahattin Zaim, Turki, sebagai anggota OKI, telah mendesak masyarakat internasional untuk melakukan “sesuatu secara kolektif” untuk menghentikan Israel melakukan pembantaian terhadap warga Palestina.

Namun karena kepemimpinan OKI berbasis di Arab Saudi, badan tersebut tidak sejalan dengan sentimen Turki.

“Mereka menolak untuk benar-benar melakukan atau mengambil posisi kuat terhadap hal ini. Atau setidaknya memberikan tekanan kepada komunitas internasional terhadap negara Israel,” kata al Arian dalam wawancara dengan TRT World.

4. Menjadi Makin Mandul

Mengapa OKI Belum Mampu Menyelesaikan Konflik antara Israel dan Palestina?

Foto/AP

OKI juga mendapat kecaman dari kelompok advokasi dan aktivis karena tidak berbuat cukup untuk memperkuat perjuangan Kashmir, Rohingya, dan Muslim Uighur.

Beberapa pakar regional telah menyuarakan keprihatinan tentang berkurangnya peran OKI dalam menangani permasalahan seperti Palestina.

Dalam opini yang dipublikasikan di TRT World, Thomas Parker, pakar Pemikiran Politik Islam, tahun lalu berpendapat: “Keinginan dunia Muslim untuk otonomi dan perubahan nyata tidak akan hilang dalam waktu dekat. Arab Saudi dan OKI sebaiknya mengakuinya atau berisiko digantikan oleh aktor baru."

(ahm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1223 seconds (0.1#10.140)