Militer Iran Ubah Pendekatan Terhadap UAE Pasca Berdamai dengan Israel
loading...
A
A
A
TEHERAN - Militer Iran menganggap kesepakatan Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel untuk membangun hubungan diplomatik tidak menguntungkan. Oleh karena itu, militer Iran menyebut pendekatan mereka Abu Dhabi akan bergeser, mengingat keadaan baru.
"Tentu saja, pendekatan Iran ke UEA akan berubah secara fundamental dan Angkatan Bersenjata akan melihat negara ini dengan perhitungan yang berbeda," ucap kepala Staf Angkatan Bersenjata Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri.
( Baca juga: UEA Tak Terima Diancam Iran karena Normalkan Hubungan dengan Israel )
"Dan, jika sesuatu terjadi di kawasan Teluk Persia dan keamanan nasional kami rusak, betapapun kecilnya, kami akan meminta pertanggungjawaban UEA dan tidak akan mentolerirnya," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Senin (17/8/2020).
Bagheri menekankan bahwa belum terlambat bagi UEA untuk mempertimbangkan kembali keputusannya dan untuk menghindari menempuh jalur yang merugikan keamanan kawasan, dan dirinya sendiri.
Militer UEA sendiri diketahui memiliki sekitar 100 ribu personel militer dan negara tersebut secara teratur mengambil bagian dalam perang regional. Ini termasuk Perang Teluk pada 1990-1991, Perang di Afghanistan dan intervensi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman, dimulai pada 2015.
UEA secara resmi mengumumkan penarikan sebagian pasukannya dari konflik terakhir pada tahun 2019 dan pergeseran fokus dari memerangi milisi Houthi menjadi memerangi ISIS yang beroperasi di Yaman. ( Baca juga: Tuntutan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia Tak Perlu Disikapi Berlebihan )
Pangkalan Udara Al Dhafra di luar Abu Dhabi juga dikenal sebagai basis Angkatan Udara Amerika Serikat (AS). Pangkalan udara ini dijadikan AS sebagai pusat pengumpulan intelijen dan ditempatkanya pesawat tanker untuk operasi anti-ISIS Washington di wilayah tersebut.
"Tentu saja, pendekatan Iran ke UEA akan berubah secara fundamental dan Angkatan Bersenjata akan melihat negara ini dengan perhitungan yang berbeda," ucap kepala Staf Angkatan Bersenjata Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri.
( Baca juga: UEA Tak Terima Diancam Iran karena Normalkan Hubungan dengan Israel )
"Dan, jika sesuatu terjadi di kawasan Teluk Persia dan keamanan nasional kami rusak, betapapun kecilnya, kami akan meminta pertanggungjawaban UEA dan tidak akan mentolerirnya," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Senin (17/8/2020).
Bagheri menekankan bahwa belum terlambat bagi UEA untuk mempertimbangkan kembali keputusannya dan untuk menghindari menempuh jalur yang merugikan keamanan kawasan, dan dirinya sendiri.
Militer UEA sendiri diketahui memiliki sekitar 100 ribu personel militer dan negara tersebut secara teratur mengambil bagian dalam perang regional. Ini termasuk Perang Teluk pada 1990-1991, Perang di Afghanistan dan intervensi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman, dimulai pada 2015.
UEA secara resmi mengumumkan penarikan sebagian pasukannya dari konflik terakhir pada tahun 2019 dan pergeseran fokus dari memerangi milisi Houthi menjadi memerangi ISIS yang beroperasi di Yaman. ( Baca juga: Tuntutan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia Tak Perlu Disikapi Berlebihan )
Pangkalan Udara Al Dhafra di luar Abu Dhabi juga dikenal sebagai basis Angkatan Udara Amerika Serikat (AS). Pangkalan udara ini dijadikan AS sebagai pusat pengumpulan intelijen dan ditempatkanya pesawat tanker untuk operasi anti-ISIS Washington di wilayah tersebut.
(esn)