Keluarga Penumpang MH370: 10 Tahun Kekecewaan, Frustrasi, dan Kemarahan
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Malaysia Airlines Penerbangan 370 atau MH370 lenyap misterius bersama 239 orang di dalamnya sejak 8 Maret 2014 atau akan genap 10 tahun pada Jumat (8/3/2024).
Pesawat itu lepas landas dari bandara Kuala Lumpur menuju Beijing, namun tidak pernah sampai ke tujuannya.
Di mana pemberhentian terakhir pesawat tersebut? Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana nasib 239 orang? Dan apa alasannya lenyapnya pesawat itu? Semuanya tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah penerbangan di dunia hingga hari ini.
Kini, keluarga dari para penumpang MH370 mengungkapkan kekecewaan, frustrasi, dan kemarahan atas ketidakjelasan nasib orang-orang yang mereka cintai.
Grace Nathan sedang belajar di Bristol pada tahun 2014, dan dihantui oleh telepon terakhir dari ibunya, Anne Daisy, sebelum sang ibu menaiki penerbangan MH370.
“Ibu saya dan saya sangat dekat. Kami adalah keluarga Asia yang tertekan secara emosional," ujarnya.
“Tetapi pada kesempatan itu dia memutuskan untuk memberi tahu saya bahwa dia mencintai saya, dan saya senang saya mengatakan kepadanya bahwa saya juga mencintainya," ujarnya, seperti dikutip The Sun.
Ketika Boeing 777 tersebut lepas landas pada pukul 00.42, Anne berada di antara 227 penumpang dan 12 awak, termasuk Kapten Pilot Zaharie Ahmad Shah, dan Co-pilot First Officer Fariq Abdul Hamid (27).
Bagi Grace dan keluarga yang berduka lainnya, kurangnya jawaban menambah penderitaan mereka. “Sepuluh tahun kemudian, perasaan yang paling utama adalah kekecewaan, pengkhianatan, frustrasi, dan kemarahan,” kata Grace.
Pesawat itu lepas landas dari bandara Kuala Lumpur menuju Beijing, namun tidak pernah sampai ke tujuannya.
Di mana pemberhentian terakhir pesawat tersebut? Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana nasib 239 orang? Dan apa alasannya lenyapnya pesawat itu? Semuanya tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah penerbangan di dunia hingga hari ini.
Kini, keluarga dari para penumpang MH370 mengungkapkan kekecewaan, frustrasi, dan kemarahan atas ketidakjelasan nasib orang-orang yang mereka cintai.
Grace Nathan sedang belajar di Bristol pada tahun 2014, dan dihantui oleh telepon terakhir dari ibunya, Anne Daisy, sebelum sang ibu menaiki penerbangan MH370.
“Ibu saya dan saya sangat dekat. Kami adalah keluarga Asia yang tertekan secara emosional," ujarnya.
“Tetapi pada kesempatan itu dia memutuskan untuk memberi tahu saya bahwa dia mencintai saya, dan saya senang saya mengatakan kepadanya bahwa saya juga mencintainya," ujarnya, seperti dikutip The Sun.
Ketika Boeing 777 tersebut lepas landas pada pukul 00.42, Anne berada di antara 227 penumpang dan 12 awak, termasuk Kapten Pilot Zaharie Ahmad Shah, dan Co-pilot First Officer Fariq Abdul Hamid (27).
Bagi Grace dan keluarga yang berduka lainnya, kurangnya jawaban menambah penderitaan mereka. “Sepuluh tahun kemudian, perasaan yang paling utama adalah kekecewaan, pengkhianatan, frustrasi, dan kemarahan,” kata Grace.