Senat Irlandia dengan Suara Bulat Serukan Sanksi Terhadap Israel
loading...
A
A
A
DUBLIN - Senat Irlandia dengan suara bulat menyerukan sanksi terhadap Israel setelah invasi brutal Zionis di Gaza, Palestina.
Saksi yang diserukan itu termasuk embargo senjata internasional dan mencegah masuknya senjata Amerika Serikat ke Israel melalui wilayah udara dan pelabuhan Irlandia.
Mosi yang diajukan oleh Senator Frances Black, Lynne Ruane, Alice Mary Higgins, dan Eileen Flynn meminta pemerintah Irlandia untuk menerapkan pembatasan terhadap rezim Zionis dan mendesak masyarakat internasional membuat tekanan agar dilakukan gencatan senjata di Gaza.
Menurut mosi tersebut, Irlandia harus menjatuhkan sanksi terhadap Israel, melarang impor barang dan jasa dari pemukiman Israel, melakukan divestasi perusahaan-perusahaan di pemukiman tersebut, mencegah senjata AS melewati Irlandia, dan mendorong embargo senjata internasional terhadap Tel Aviv.
"Menyatakan penyesalannya atas kegagalan banyak pihak di komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas tindakan mereka yang melanggar hukum internasional dan keengganan banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Dewan Uni Eropa untuk menyerukan gencatan senjata segera atau menghentikan penjualan senjata ke Israel," kata para senator dalam dokumen tersebut, seperti dikutip Al Arabiya, Kamis (29/2/2024).
Negara-negara seperti AS, Inggris, dan Jerman terus memasok senjata ke Israel untuk membantu operasi militernya di Gaza, sering kali menyebutkan bahwa Tel Aviv memiliki hak untuk mempertahankan diri setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.
Menurut penghitungan Israel, serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober menewaskan 1.200 orang dan mengakibatkan 253 lainnya disandera. Namun, investigasi surat kabar Haaretz mengungkap bahwa kebanyakan korban tewas akibat tembakan helikopter dan tank militer Zionis ketika merespons serbuan Hamas.
Ivasi brutal Israel di Gaza sejak 7 Oktober telah menewaskan 29.878 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, dan melukai lebih dari 70.000 orang lainnya. Itu adalah angka terbaru dari kementerian kesehatan Gaza.
Pakar PBB dan lembaga bantuan mengatakan ekspor senjata ke Israel harus segera dihentikan, dan menambahkan bahwa senjata atau amunisi yang dikirim untuk dikerahkan di Gaza kemungkinan besar melanggar hukum kemanusiaan internasional.
Beberapa negara telah menghentikan ekspor senjata ke Israel setelah keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada bulan Januari, yang memerintahkan pasukan Israel untuk mengambil tindakan untuk mencegah tindakan apa pun yang dapat dikategorikan sebagai genosida.
Beberapa negara termasuk Spanyol, Italia, Belgia, Belanda, dan perusahaan Itochu Jepang menangguhkan transfer senjata ke Israel.
Sementara itu, Senat AS menyetujui rancangan undang-undang untuk mengirimkan bantuan militer senilai USD14 miliar ke Israel pada 13 Februari.
Sejak tahun 2015, Inggris telah memberikan izin ekspor militer ke Israel senilai setidaknya USD599 juta, termasuk komponen untuk pesawat tempur, rudal, tank, teknologi, senjata kecil, dan amunisi, menurut Human Rights Watch.
Inggris menyediakan sekitar 15 persen komponen pesawat pengebom siluman F-35 yang saat ini digunakan di Gaza.
Jerman mengekspor peralatan dan senjata militer senilai lebih dari USD379 juta ke Israel tahun lalu, peningkatan 10 kali lipat sejak tahun 2022.
Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Jerman menyetujui 185 izin tambahan—28 persen impor senjata Israel berasal dari Jerman.
"Uni Eropa gagal untuk konsisten dalam mengupayakan penerapan hukum internasional dan dengan standar gandanya telah terlibat dalam tindakan kemunafikan dan kegagalan moral," imbuh mosi Senat Irlandia.
“Sementara pembantaian ini terjadi, Uni Eropa ragu-ragu dan memainkan permainan politik terhadap kehidupan rakyat Palestina,” kata Senator Irlandia Lynn Boylan.
“Alih-alih menghabiskan waktu dan upaya serius untuk menyerukan gencatan senjata, kita telah melihat Presiden Komisi Eropa memberikan dukungan tanpa syarat terhadap serangan genosida Netanyahu," paparnya, merujuk pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Mosi tersebut mengecam pengabaian Israel terhadap Mahkamah Internasional, yang pada bulan Januari memerintahkan pasukan Israel untuk mengambil tindakan guna mencegah tindakan apa pun yang dapat dikategorikan sebagai genosida.
Mereka juga menyatakan keprihatinannya atas "lambatnya kecepatan yang tidak dapat diterima” dalam penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional terhadap potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.
Mosi tersebut harus melalui Parlemen Irlandia, yang dipilih secara langsung, dan lembaga yang lebih berkuasa agar dapat berlaku.
Irlandia adalah negara Uni Eropa pertama yang menyatakan pemukiman ilegal Israel sebagai “aneksasi de facto” atas tanah Palestina. Pada tahun 1980, pemerintah membuat sejarah dengan menjadi anggota Uni Eropa pertama yang secara resmi menyerukan pembentukan Negara Palestina.
Saksi yang diserukan itu termasuk embargo senjata internasional dan mencegah masuknya senjata Amerika Serikat ke Israel melalui wilayah udara dan pelabuhan Irlandia.
Mosi yang diajukan oleh Senator Frances Black, Lynne Ruane, Alice Mary Higgins, dan Eileen Flynn meminta pemerintah Irlandia untuk menerapkan pembatasan terhadap rezim Zionis dan mendesak masyarakat internasional membuat tekanan agar dilakukan gencatan senjata di Gaza.
Menurut mosi tersebut, Irlandia harus menjatuhkan sanksi terhadap Israel, melarang impor barang dan jasa dari pemukiman Israel, melakukan divestasi perusahaan-perusahaan di pemukiman tersebut, mencegah senjata AS melewati Irlandia, dan mendorong embargo senjata internasional terhadap Tel Aviv.
"Menyatakan penyesalannya atas kegagalan banyak pihak di komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas tindakan mereka yang melanggar hukum internasional dan keengganan banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Dewan Uni Eropa untuk menyerukan gencatan senjata segera atau menghentikan penjualan senjata ke Israel," kata para senator dalam dokumen tersebut, seperti dikutip Al Arabiya, Kamis (29/2/2024).
Negara-negara seperti AS, Inggris, dan Jerman terus memasok senjata ke Israel untuk membantu operasi militernya di Gaza, sering kali menyebutkan bahwa Tel Aviv memiliki hak untuk mempertahankan diri setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.
Menurut penghitungan Israel, serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober menewaskan 1.200 orang dan mengakibatkan 253 lainnya disandera. Namun, investigasi surat kabar Haaretz mengungkap bahwa kebanyakan korban tewas akibat tembakan helikopter dan tank militer Zionis ketika merespons serbuan Hamas.
Ivasi brutal Israel di Gaza sejak 7 Oktober telah menewaskan 29.878 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, dan melukai lebih dari 70.000 orang lainnya. Itu adalah angka terbaru dari kementerian kesehatan Gaza.
Pakar PBB dan lembaga bantuan mengatakan ekspor senjata ke Israel harus segera dihentikan, dan menambahkan bahwa senjata atau amunisi yang dikirim untuk dikerahkan di Gaza kemungkinan besar melanggar hukum kemanusiaan internasional.
Beberapa negara telah menghentikan ekspor senjata ke Israel setelah keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada bulan Januari, yang memerintahkan pasukan Israel untuk mengambil tindakan untuk mencegah tindakan apa pun yang dapat dikategorikan sebagai genosida.
Beberapa negara termasuk Spanyol, Italia, Belgia, Belanda, dan perusahaan Itochu Jepang menangguhkan transfer senjata ke Israel.
Sementara itu, Senat AS menyetujui rancangan undang-undang untuk mengirimkan bantuan militer senilai USD14 miliar ke Israel pada 13 Februari.
Sejak tahun 2015, Inggris telah memberikan izin ekspor militer ke Israel senilai setidaknya USD599 juta, termasuk komponen untuk pesawat tempur, rudal, tank, teknologi, senjata kecil, dan amunisi, menurut Human Rights Watch.
Inggris menyediakan sekitar 15 persen komponen pesawat pengebom siluman F-35 yang saat ini digunakan di Gaza.
Jerman mengekspor peralatan dan senjata militer senilai lebih dari USD379 juta ke Israel tahun lalu, peningkatan 10 kali lipat sejak tahun 2022.
Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Jerman menyetujui 185 izin tambahan—28 persen impor senjata Israel berasal dari Jerman.
"Uni Eropa gagal untuk konsisten dalam mengupayakan penerapan hukum internasional dan dengan standar gandanya telah terlibat dalam tindakan kemunafikan dan kegagalan moral," imbuh mosi Senat Irlandia.
“Sementara pembantaian ini terjadi, Uni Eropa ragu-ragu dan memainkan permainan politik terhadap kehidupan rakyat Palestina,” kata Senator Irlandia Lynn Boylan.
“Alih-alih menghabiskan waktu dan upaya serius untuk menyerukan gencatan senjata, kita telah melihat Presiden Komisi Eropa memberikan dukungan tanpa syarat terhadap serangan genosida Netanyahu," paparnya, merujuk pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Mosi tersebut mengecam pengabaian Israel terhadap Mahkamah Internasional, yang pada bulan Januari memerintahkan pasukan Israel untuk mengambil tindakan guna mencegah tindakan apa pun yang dapat dikategorikan sebagai genosida.
Mereka juga menyatakan keprihatinannya atas "lambatnya kecepatan yang tidak dapat diterima” dalam penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional terhadap potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.
Mosi tersebut harus melalui Parlemen Irlandia, yang dipilih secara langsung, dan lembaga yang lebih berkuasa agar dapat berlaku.
Irlandia adalah negara Uni Eropa pertama yang menyatakan pemukiman ilegal Israel sebagai “aneksasi de facto” atas tanah Palestina. Pada tahun 1980, pemerintah membuat sejarah dengan menjadi anggota Uni Eropa pertama yang secara resmi menyerukan pembentukan Negara Palestina.
(mas)