Mengenal ERAN, Layanan Pertolongan Pertama Sakit Jiwa Tentara dan Warga Israel

Jum'at, 05 Januari 2024 - 19:45 WIB
loading...
Mengenal ERAN, Layanan Pertolongan Pertama Sakit Jiwa Tentara dan Warga Israel
Tentara Israel membawa barang-barang mereka di daerah dekat perbatasan Israel-Lebanon. Foto/REUTERS/Ammar Awad
A A A
TEL AVIV - Media Israel melaporkan peningkatan gangguan kesehatan mental di kalangan pemukim Israel setelah Operasi Badai Al-Aqsa.

Tak hanya itu, laporan mengenai gangguan psikologis juga sedang meningkat drastis di Israel.

Mengenal ERAN


ERAN adalah "Layanan Pertolongan Pertama Emosional Israel" yang melaporkan lonjakan permintaan pengobatan psikologis dan PTSD di kalangan warga Israel, mencapai 100.000 permintaan pengobatan.

Dalam konteks yang sama, surat kabar Israel Maariv mengklarifikasi permintaan tersebut dicatat untuk berbagai kategori dan kelompok umur.

Direktur ERAN David Korn menyatakan pusat-pusat layanan ERAN belum pernah menyaksikan gelombang panggilan telepon permintaan bantuan sebesar ini sejak didirikan.

Dia mencatat tim-tim di pusat-pusat yang menangani masalah kesehatan mental juga mengalami krisis psikologis.

Dia menunjukkan gangguan psikologis seperti itu akan berdampak jangka panjang bagi warga Israel, sehingga menegaskan adanya penurunan signifikan dalam rasa “aman” mereka.

“Perkembangan ini terjadi ketika para psikolog Israel mengkritik strategi Kementerian Kesehatan Israel untuk meringankan" krisis kesehatan mental dengan menunjuk pendukung kesehatan mental yang tidak memenuhi syarat untuk membantu memenuhi perkiraan lonjakan permintaan perawatan psikologis dan PTSD,” ungkap laporan surat kabar Haaretz.

Asal Usul ERAN


ERAN didirikan di Yerusalem pada tahun 1971 oleh Maria Berta Zaslany untuk mengenang suaminya Dr Aryeh Zaslany.

Selama sekitar 18 tahun, Dr Aryeh Zaslany menjabat sebagai Kepala Layanan Mental untuk sekolah-sekolah di Yerusalem dan sebagai konselor psikiatri di Kota Yerusalem.

Dia berspesialisasi dalam merawat orang yang ingin bunuh diri dan berhasil meyakinkan banyak orang untuk tidak bunuh diri.

Dr Zaslany meninggal pada tahun 1968, pada usia 57 tahun, setelah sakit parah.

Setelah kematiannya, istrinya, Maria Bertha, mendirikan organisasi ERAN, yang mengkhususkan diri dalam memberikan dukungan psikologis kepada orang-orang yang berada dalam kesulitan.

Organisasi yang cabang pertamanya berlokasi di rumah Zaslany ini berkembang menjadi organisasi nasional dengan jaringan relawan di seluruh Israel.

Saat ini, ERAN mengoperasikan hotline terbesar di Israel dan menyediakan layanan kesehatan mental melalui telepon dan online kepada seluruh masyarakat Israel, secara anonim dan segera.

Selama setahun terakhir, para relawan telah memberikan bantuan ke lebih dari 300.000 panggilan telepon permintaan bantuan kesehatan mental, termasuk 1,000 pertanyaan tentang bunuh diri, di mana relawan ERAN sebenarnya telah menyelamatkan nyawa banyak warga Israel.

Badai Sakit Jiwa


Pada tanggal 23 Desember, jajak pendapat yang dilakukan oleh Gallup menunjukkan, "Kesehatan mental warga Israel lebih buruk dari sebelumnya setelah Operasi Badai Al-Aqsa yang digelar Hamas pada 7 Oktober 2023.

Menurut Gallup, setelah 7 Oktober, kesehatan emosional warga Israel menjadi lebih buruk dari sebelumnya.

Gallup menyatakan, “Mayoritas warga Israel sekarang mengatakan mereka mengalami kekhawatiran (67%), stres (62%), dan kesedihan (51%) hampir sepanjang hari sebelumnya. Lebih dari sepertiga (36%) juga melaporkan mengalami banyak kemarahan."

"Israel" saat ini memegang rekor nomor 47 dalam indeks pengalaman negatif Gallup. Sejak dimulainya jajak pendapat global pada 2006, tidak ada “negara” lain yang mengalami peningkatan signifikan dalam hal pengalaman negatif setiap tahunnya.

Demikian pula, laporan baru-baru ini oleh Bloomberg mengungkapkan peningkatan pesat jumlah korban luka di kalangan tentara Israel menciptakan “biaya yang tidak terlihat” dalam perang tersebut.

Ketua Organisasi Veteran Penyandang Disabilitas, Edan Kleiman, mengatakan kepada Bloomberg, pada tanggal 28 Desember, bahwa jumlah korban luka mungkin akan meningkat menjadi sekitar 20.000 jika tentara yang mengalami trauma dihitung.

Kleiman juga menambahkan ini menandai pertama kalinya Israel menyaksikan begitu banyak korban luka yang harus direhabilitasi, karena pihak berwenang Israel tidak menyadari betapa parahnya masalah atau situasinya.

Dalam konteks serupa, ketua Organisasi Penyandang Disabilitas IOF, Attorney Idan Kaliman, akhir-akhir ini menekankan bahwa ada banyak sekali tentara Israel yang sakit jiwa.

Perlu dicatat bahwa seorang tentara pendudukan Israel, yang baru saja kembali dari Gaza, mengalami episode teror malam dan menembakkan senapannya, melukai sesama tentara di ruangan yang sama pada tanggal 27 Desember, menurut media Israel.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2010 seconds (0.1#10.140)