Pastor Palestina: Jika Yesus Lahir Hari Ini, Dia Akan Lahir di Bawah Reruntuhan di Gaza
loading...
A
A
A
GAZA - Pastor Munther Isaac, pemimpin komunitas Kristen Palestina, mengkritik kemunafikan dan rasisme oleh dunia Barat atas nasib Gaza yang dibombardir Israel. Dia mengatakan bahwa Gaza telah menjadi kompas moral dunia.
Saat menyampaikan pesan Natal-nya kepada jemaat di Gereja Evangelis Lutheran di Betlehem pada hari Sabtu, Pastor Isaac mengatakan apa yang tadinya merupakan momen yang penuh kegembiraan, justru menjadi momen “berduka, kami merasa takut".
“Gaza, seperti yang kita tahu, sudah tidak ada lagi,” katanya. “Ini adalah sebuah pemusnahan. Ini adalah genosida.”
"Kami tersiksa oleh keheningan dunia,” ujarnya."Para pemimpin kelompok yang disebut bebas berbaris satu demi satu untuk memberikan lampu hijau bagi genosida terhadap populasi tawanan," paparnya.
“Mereka tidak hanya memastikan untuk membayar tagihan di muka, mereka (juga) menutupi kebenaran dan konteks dengan memberikan kedok politik,” imbuh dia. “Penutup teologis," ujarnya ketika “gereja Barat” menjadi sorotan.
Di antara jemaat tersebut terdapat delegasi internasional yang terdiri dari para pemimpin Kristen, yang menghabiskan Natal di Betlehem dalam solidaritas dengan rakyat Palestina.
"Orang-orang Afrika Selatan mengajarkan kami konsep teologi negara; didefinisikan sebagai pembenaran teologis terhadap status quo dengan rasisme, kapitalisme, dan totalitarianismenya," terang Pastor Isaac.
Dia menjelaskan bahwa mereka melakukan hal tersebut dengan menyalahgunakan konsep-konsep teologis dan teks-teks Alkitab untuk tujuan politik mereka sendiri.
“Di sini, di Palestina, Alkitab dijadikan senjata untuk melawan kami, kitab suci kami sendiri," katanya.
Dia menambahkan, “Di sini kita menghadapi teologi kekaisaran, sebuah penyamaran atas superioritas, supremasi, keterpilihan, dan hak.”
Saat menyampaikan pesan Natal-nya kepada jemaat di Gereja Evangelis Lutheran di Betlehem pada hari Sabtu, Pastor Isaac mengatakan apa yang tadinya merupakan momen yang penuh kegembiraan, justru menjadi momen “berduka, kami merasa takut".
“Gaza, seperti yang kita tahu, sudah tidak ada lagi,” katanya. “Ini adalah sebuah pemusnahan. Ini adalah genosida.”
"Kami tersiksa oleh keheningan dunia,” ujarnya."Para pemimpin kelompok yang disebut bebas berbaris satu demi satu untuk memberikan lampu hijau bagi genosida terhadap populasi tawanan," paparnya.
“Mereka tidak hanya memastikan untuk membayar tagihan di muka, mereka (juga) menutupi kebenaran dan konteks dengan memberikan kedok politik,” imbuh dia. “Penutup teologis," ujarnya ketika “gereja Barat” menjadi sorotan.
Di antara jemaat tersebut terdapat delegasi internasional yang terdiri dari para pemimpin Kristen, yang menghabiskan Natal di Betlehem dalam solidaritas dengan rakyat Palestina.
"Orang-orang Afrika Selatan mengajarkan kami konsep teologi negara; didefinisikan sebagai pembenaran teologis terhadap status quo dengan rasisme, kapitalisme, dan totalitarianismenya," terang Pastor Isaac.
Dia menjelaskan bahwa mereka melakukan hal tersebut dengan menyalahgunakan konsep-konsep teologis dan teks-teks Alkitab untuk tujuan politik mereka sendiri.
“Di sini, di Palestina, Alkitab dijadikan senjata untuk melawan kami, kitab suci kami sendiri," katanya.
Teologi Kekaisaran
Dia menambahkan, “Di sini kita menghadapi teologi kekaisaran, sebuah penyamaran atas superioritas, supremasi, keterpilihan, dan hak.”