Sebut Pemerintahan Islam Hanya Memicu Perang di Suriah, Komandan Druze Tolak Kepemimpinan HTS
loading...
A
A
A
DAMASKUS - Druze menolak pemerintahan Islam dan lebih memilih pemerintahan yang terdesentralisasi di Suriah .
“Pemerintahan agama dan Islam hanya membawa negara dan rakyatnya pada perang dan konflik. Ini sepenuhnya ditolak oleh kami,” Sheikh Marwan al-Rizq, seorang komandan di Ruang Operasi Suwayda mengatakan kepada Rudaw.
Druze adalah kelompok etnoreligius yang sebagian besar ditemukan di Lebanon, Suriah, dan Israel.
“Setiap warga Suriah adalah saudara kami. Kami tidak membedakan antara orang Arab, Asiria, Kristen, Islam, dan Syiah. Gagasan mayoritas dan minoritas di Suriah diimpor oleh penjajah dan kami menolaknya. Warga Suriah adalah sahabat semua komunitas,” imbuhnya.
Di Suwayda, kota selatan Suriah yang merupakan rumah bagi komunitas Druze yang besar, banyak orang menganggap pemerintahan yang terdesentralisasi adalah cara terbaik untuk menjamin hak-hak mereka dan hak-hak minoritas lainnya di seluruh negeri.
Warga Suwayda dan para pemimpin mereka mengatakan mereka lebih menyukai negara sekuler dan demokratis dengan kekuasaan yang dibagi di antara berbagai wilayah Suriah.
Komunitas mereka terguncang oleh seruan baru-baru ini dari pemimpin de facto baru di Damaskus, Ahmed al-Sharaa yang lebih dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani, agar kelompok-kelompok bersenjata meletakkan senjata mereka.
Milisi Druze pada hari Rabu memaksa konvoi militer yang terkait dengan Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) untuk kembali ke Damaskus tanpa memasuki provinsi Suwayda.
HTS, yang dipimpin oleh Sharaa, memelopori serangan oleh kelompok pemberontak sebulan lalu yang menggulingkan Bashar al-Assad.
Pemimpin spiritual Druze, Sheikh Hikmat al-Hijri mengatakan bahwa pelucutan senjata bergantung pada jaminan konstitusional.
Sharaa mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa mereka mungkin memerlukan waktu tiga tahun untuk menyusun konstitusi baru bagi negara tersebut.
Banyak warga Suriah dan kekuatan asing khawatir bahwa otoritas HTS dapat memberlakukan aturan Islam yang ketat dan mengancam kelompok minoritas seperti Kurdi, Druze, Kristen, dan Alawi.
Lihat Juga: Orang Dalam Beberkan Detail Pelarian Assad, Ada Juga Permohonan Terakhirnya kepada Putin
“Pemerintahan agama dan Islam hanya membawa negara dan rakyatnya pada perang dan konflik. Ini sepenuhnya ditolak oleh kami,” Sheikh Marwan al-Rizq, seorang komandan di Ruang Operasi Suwayda mengatakan kepada Rudaw.
Druze adalah kelompok etnoreligius yang sebagian besar ditemukan di Lebanon, Suriah, dan Israel.
“Setiap warga Suriah adalah saudara kami. Kami tidak membedakan antara orang Arab, Asiria, Kristen, Islam, dan Syiah. Gagasan mayoritas dan minoritas di Suriah diimpor oleh penjajah dan kami menolaknya. Warga Suriah adalah sahabat semua komunitas,” imbuhnya.
Di Suwayda, kota selatan Suriah yang merupakan rumah bagi komunitas Druze yang besar, banyak orang menganggap pemerintahan yang terdesentralisasi adalah cara terbaik untuk menjamin hak-hak mereka dan hak-hak minoritas lainnya di seluruh negeri.
Warga Suwayda dan para pemimpin mereka mengatakan mereka lebih menyukai negara sekuler dan demokratis dengan kekuasaan yang dibagi di antara berbagai wilayah Suriah.
Komunitas mereka terguncang oleh seruan baru-baru ini dari pemimpin de facto baru di Damaskus, Ahmed al-Sharaa yang lebih dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani, agar kelompok-kelompok bersenjata meletakkan senjata mereka.
Milisi Druze pada hari Rabu memaksa konvoi militer yang terkait dengan Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) untuk kembali ke Damaskus tanpa memasuki provinsi Suwayda.
HTS, yang dipimpin oleh Sharaa, memelopori serangan oleh kelompok pemberontak sebulan lalu yang menggulingkan Bashar al-Assad.
Pemimpin spiritual Druze, Sheikh Hikmat al-Hijri mengatakan bahwa pelucutan senjata bergantung pada jaminan konstitusional.
Sharaa mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa mereka mungkin memerlukan waktu tiga tahun untuk menyusun konstitusi baru bagi negara tersebut.
Banyak warga Suriah dan kekuatan asing khawatir bahwa otoritas HTS dapat memberlakukan aturan Islam yang ketat dan mengancam kelompok minoritas seperti Kurdi, Druze, Kristen, dan Alawi.
Lihat Juga: Orang Dalam Beberkan Detail Pelarian Assad, Ada Juga Permohonan Terakhirnya kepada Putin
(ahm)