Perayaan Natal di Betlehem Dibatalkan Seiring Genosida Gaza, Simbolkan Bayi Yesus di Reruntuhan
loading...
A
A
A
“Kami terkejut atas kekejaman yang dilakukan terhadap warga sipil tak berdosa. Umat Kristen Palestina adalah bagian dari komunitas ini, dan tidak merayakannya merupakan indikasi penting kesedihan kami dan tanda rasa hormat kami terhadap jiwa-jiwa yang telah bangkit,” tutur dia.
Dia juga mengatakan dia tidak akan memasang dekorasi apa pun. “Tidak akan ada hari libur apa pun dalam upaya mencapai resolusi yang adil bagi Palestina,” ungkap dia.
Darraj mengatakan periode ini sangat sulit bagi warga Palestina yang tinggal di diaspora. “Kami mengalami gelombang rasa bersalah yang mendalam dan menyakitkan dari para penyintas, selain mengetahui bahwa nyawa warga Palestina tidak dihargai oleh pemerintah kami,” tutur dia.
Di Betlehem, satu gereja dihiasi dengan puing-puing sebagai bentuk solidaritas terhadap mereka yang terbunuh di Gaza, bukannya pohon Natal.
“Sementara genosida sedang dilakukan terhadap rakyat kami di Gaza, kami tidak bisa merayakan kelahiran Yesus Kristus tahun ini dengan cara apa pun. Kami tidak ingin merayakannya,” tegas pendeta Gereja Natal Evangelis Lutheran di Betlehem, Munzir Ishak, kepada Anadolu Agency.
Puing-puing tersebut, yang ditumpuk dengan bayi Yesus di tengahnya, melambangkan kehancuran di Gaza dan lebih dari 7.000 anak-anak yang telah terbunuh sejak 7 Oktober. Lilin ditempatkan di sekitar gundukan puing serta patung-patung Kristen.
“Kami ingin memberitahu gereja-gereja di seluruh dunia: 'Sayangnya, Natal di Palestina seperti ini.' Baik Kristen atau Muslim, ini adalah situasi yang kita alami di Palestina. Kita dihadapkan pada perang genosida yang menargetkan seluruh warga Palestina,” tutur dia.
“Sayangnya, ketika kita memikirkan kelahiran Bayi Kristus, kita memikirkan bayi-bayi yang dibunuh secara brutal di Gaza,” tambah Ishak.
Yordania, yang merupakan salah satu komunitas pengungsi Palestina terbesar, juga mengumumkan bahwa mereka tidak akan merayakan Natal yang biasanya penuh kegembiraan.
Pada tanggal 2 November, Dewan Pemimpin Gereja Yordania mengatakan perayaan Natal akan dibatalkan.
Dia juga mengatakan dia tidak akan memasang dekorasi apa pun. “Tidak akan ada hari libur apa pun dalam upaya mencapai resolusi yang adil bagi Palestina,” ungkap dia.
Darraj mengatakan periode ini sangat sulit bagi warga Palestina yang tinggal di diaspora. “Kami mengalami gelombang rasa bersalah yang mendalam dan menyakitkan dari para penyintas, selain mengetahui bahwa nyawa warga Palestina tidak dihargai oleh pemerintah kami,” tutur dia.
Yesus di Reruntuhan
Di Betlehem, satu gereja dihiasi dengan puing-puing sebagai bentuk solidaritas terhadap mereka yang terbunuh di Gaza, bukannya pohon Natal.
“Sementara genosida sedang dilakukan terhadap rakyat kami di Gaza, kami tidak bisa merayakan kelahiran Yesus Kristus tahun ini dengan cara apa pun. Kami tidak ingin merayakannya,” tegas pendeta Gereja Natal Evangelis Lutheran di Betlehem, Munzir Ishak, kepada Anadolu Agency.
Puing-puing tersebut, yang ditumpuk dengan bayi Yesus di tengahnya, melambangkan kehancuran di Gaza dan lebih dari 7.000 anak-anak yang telah terbunuh sejak 7 Oktober. Lilin ditempatkan di sekitar gundukan puing serta patung-patung Kristen.
“Kami ingin memberitahu gereja-gereja di seluruh dunia: 'Sayangnya, Natal di Palestina seperti ini.' Baik Kristen atau Muslim, ini adalah situasi yang kita alami di Palestina. Kita dihadapkan pada perang genosida yang menargetkan seluruh warga Palestina,” tutur dia.
“Sayangnya, ketika kita memikirkan kelahiran Bayi Kristus, kita memikirkan bayi-bayi yang dibunuh secara brutal di Gaza,” tambah Ishak.
Yordania, yang merupakan salah satu komunitas pengungsi Palestina terbesar, juga mengumumkan bahwa mereka tidak akan merayakan Natal yang biasanya penuh kegembiraan.
Pada tanggal 2 November, Dewan Pemimpin Gereja Yordania mengatakan perayaan Natal akan dibatalkan.