Sekjen NATO: Kita Tidak Boleh Meremehkan Rusia
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Kegagalan Ukraina dalam menembus garis pertahanan Rusia selama setahun terakhir menunjukkan bahwa NATO tidak boleh meremehkan Rusia. Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO Jens Stoltenberg.
Berbicara kepada pers menjelang pertemuan para menteri luar negeri NATO, ia ditanya apakah blok pimpinan Amerika Serikat (AS) itu mampu dan bersedia mempersenjatai Ukraina untuk melakukan serangan balasan terhadap pasukan Rusia di musim semi.
Stoltenberg mengklaim bahwa para anggota NATO tak tergoyahkan dalam komitmen mereka terhadap Kiev, merujuk pada jumlah senjata dan peralatan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dikirim oleh negara-negara ini ke Ukraina, dan pengiriman senjata yang akan datang – termasuk sistem pertahanan udara dan jet tempur, serta janji baru-baru ini oleh Jerman dan Belanda untuk memberikan bantuan militer gabungan sebesar hampir USD11 miliar ke Kiev tahun depan.
Namun, Sekjen NATO mengakui bahwa bahkan dengan dukungan militer yang besar dan signifikan dari sekutu NATO, Ukraina selama setahun terakhir belum mampu bergerak di garis depan.
"Dan itu mencerminkan fakta bahwa kita tidak boleh meremehkan Rusia,” ujarnya.
“Industri pertahanan mereka sedang dalam kondisi perang, mereka mampu memasok pasukan mereka dengan amunisi dan kemampuan baru…yang membuat sulit untuk mencapai perolehan teritorial yang kita harapkan,” imbuhnya seperti dikutip dari RT, Selasa (28/11/2023).
Sebelumnya dalam konferensi pers, Sekjen NATO itu menolak anggapan bahwa konflik saat ini berada pada “jalan buntu,” seperti yang dikatakan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Jenderal Valery Zaluzhny, awal bulan ini.
Namun, Stoltenberg mengatakan situasi di garis depan sangat sulit, dengan pertempuran sengit dan jumlah korban yang tinggi.
Serangan balasan Ukraina yang telah lama dijanjikan gagal mematahkan jaringan benteng pertahanan Rusia yang rumit, sehingga mengakibatkan kematian sedikitnya 103.000 tentara Ukraina antara awal Juni dan pertengahan November, menurut angka terbaru dari Kementerian Pertahanan Rusia.
Sebagai bayaran atas kerugian ini, Ukraina hanya berhasil merebut kembali 400 kilometer persegi dari lebih dari 100.000 wilayah yang dikuasai Rusia, menurut laporan surat kabar Prancis Le Monde bulan lalu.
Terlepas dari desakan Stoltenberg bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak memenangkan perang ini, para pejabat Barat semakin yakin bahwa Ukraina tidak dapat berharap untuk merebut kembali seluruh wilayahnya dan mau tidak mau harus mengupayakan perjanjian damai dengan Rusia, menurut laporan media baru-baru ini.
Namun demikian, Presiden Ukraian Volodymyr Zelensky bersikukuh bahwa ia tidak akan bernegosiasi dengan Kremlin, meskipun beberapa ajudannya dilaporkan memandang keyakinannya pada kemenangan militer sebagai “delusi.”
Berbicara kepada pers menjelang pertemuan para menteri luar negeri NATO, ia ditanya apakah blok pimpinan Amerika Serikat (AS) itu mampu dan bersedia mempersenjatai Ukraina untuk melakukan serangan balasan terhadap pasukan Rusia di musim semi.
Stoltenberg mengklaim bahwa para anggota NATO tak tergoyahkan dalam komitmen mereka terhadap Kiev, merujuk pada jumlah senjata dan peralatan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dikirim oleh negara-negara ini ke Ukraina, dan pengiriman senjata yang akan datang – termasuk sistem pertahanan udara dan jet tempur, serta janji baru-baru ini oleh Jerman dan Belanda untuk memberikan bantuan militer gabungan sebesar hampir USD11 miliar ke Kiev tahun depan.
Namun, Sekjen NATO mengakui bahwa bahkan dengan dukungan militer yang besar dan signifikan dari sekutu NATO, Ukraina selama setahun terakhir belum mampu bergerak di garis depan.
"Dan itu mencerminkan fakta bahwa kita tidak boleh meremehkan Rusia,” ujarnya.
“Industri pertahanan mereka sedang dalam kondisi perang, mereka mampu memasok pasukan mereka dengan amunisi dan kemampuan baru…yang membuat sulit untuk mencapai perolehan teritorial yang kita harapkan,” imbuhnya seperti dikutip dari RT, Selasa (28/11/2023).
Sebelumnya dalam konferensi pers, Sekjen NATO itu menolak anggapan bahwa konflik saat ini berada pada “jalan buntu,” seperti yang dikatakan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Jenderal Valery Zaluzhny, awal bulan ini.
Namun, Stoltenberg mengatakan situasi di garis depan sangat sulit, dengan pertempuran sengit dan jumlah korban yang tinggi.
Serangan balasan Ukraina yang telah lama dijanjikan gagal mematahkan jaringan benteng pertahanan Rusia yang rumit, sehingga mengakibatkan kematian sedikitnya 103.000 tentara Ukraina antara awal Juni dan pertengahan November, menurut angka terbaru dari Kementerian Pertahanan Rusia.
Sebagai bayaran atas kerugian ini, Ukraina hanya berhasil merebut kembali 400 kilometer persegi dari lebih dari 100.000 wilayah yang dikuasai Rusia, menurut laporan surat kabar Prancis Le Monde bulan lalu.
Terlepas dari desakan Stoltenberg bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak memenangkan perang ini, para pejabat Barat semakin yakin bahwa Ukraina tidak dapat berharap untuk merebut kembali seluruh wilayahnya dan mau tidak mau harus mengupayakan perjanjian damai dengan Rusia, menurut laporan media baru-baru ini.
Namun demikian, Presiden Ukraian Volodymyr Zelensky bersikukuh bahwa ia tidak akan bernegosiasi dengan Kremlin, meskipun beberapa ajudannya dilaporkan memandang keyakinannya pada kemenangan militer sebagai “delusi.”
(ian)