Apakah Perang Israel Palestina Adalah Perang Agama? Berikut Jawabannya
loading...
![Apakah Perang Israel...](https://pict.sindonews.net/webp/732/pena/news/2023/11/14/45/1251097/apakah-perang-israel-palestina-adalah-perang-agama-berikut-jawabannya-cdj.webp)
Unit artileri bergerak Israel menembakkan peluru dari Israel selatan menuju Jalur Gaza, di posisi dekat perbatasan Israel-Gaza, Israel, 14 Oktober 2023. Foto/AP/Maya Allerruzzo
A
A
A
GAZA - Konflik perang Israel dan Palestina hingga sekarang tak kunjung mereda. Bahkan perang terbaru kembali diperparah usai Israel secara membabi buta melakukan penyerangan balasan kepada Hamas.
Peperangan kedua negara tersebut banyak yang menganggap karena disebabkan oleh perang agama. Prediksi itu disesuaikan dengan identitas agama Yahudi sebagai Israel dan Islam sebagai Palestina.
Lantas, apakah benar perang Israel Palestina itu dianggap sebagai perang agama? Berikut ulasannya.
Salah satu faktor agama yang sering menjadi pemicu konflik adalah soal status dan kedudukan situs-situs suci bagi kedua agama, terutama di Yerusalem.
Kota ini memiliki tempat-tempat bersejarah dan sakral bagi Yahudi, Kristen, dan Islam, seperti Tembok Ratapan, Gereja Makam Kudus, dan Masjid Al-Aqsa.
Masalahnya, beberapa situs ini berada di lokasi yang sama atau berdekatan, sehingga menimbulkan persaingan dan klaim eksklusif atasnya.
Misalnya, Masjid Al-Aqsa berada di atas reruntuhan Bait Suci Yahudi, yang menjadi sasaran para nasionalis Yahudi yang ingin membangun kembali kuil tersebut.
Hal inilah yang kemudian menjadi sering memicu bentrokan dan kekerasan antara umat Islam dan Yahudi di sekitar kompleks masjid tersebut. Tidak hanya adu argument di publik, kedua negara tersebut terus beradu dalam bidang kekuatan militer.
Faktor lain yang mempengaruhi konflik adalah narasi-narasi apokaliptik dan eskatologis dari kedua agama, yang mengaitkan konflik ini dengan akhir zaman dan kedatangan mesias.
Beberapa kelompok ekstremis Yahudi dan Islam percaya bahwa perang ini adalah bagian dari rencana Tuhan untuk memenuhi nubuat-nubuat suci, dan bahwa mereka harus berjuang untuk mempercepat kedatangan mesias atau imam Mahdi.
Namun, meskipun agama memiliki pengaruh yang signifikan dalam konflik ini, tidak tepat untuk menyebutnya sebagai perang agama.
Dikutip dari laman Wilson Center, konflik ini pada dasarnya adalah sengketa atas tanah dan kedaulatan, yang melibatkan dua bangsa yang memiliki sejarah, budaya, dan aspirasi yang berbeda.
Agama sering menjadi proksi atau simbol bagi sengketa tersebut, yang memperkuat identitas dan legitimasi kedua belah pihak. Namun, agama juga bisa menjadi sumber dialog dan rekonsiliasi, jika dipahami dan diterapkan dengan benar.
Salah satu bukti bahwa konflik ini bukan perang agama adalah adanya keragaman dan pluralisme di dalam masing-masing pihak. Tidak semua orang Israel adalah Yahudi, dan tidak semua orang Palestina adalah Muslim.
Ada juga orang-orang Kristen, Druze, Bahai, dan lain-lain yang tinggal di wilayah konflik. Bahkan, di antara orang-orang Yahudi dan Muslim, ada banyak aliran dan pandangan yang berbeda, mulai dari yang sekuler, moderat, hingga radikal.
Oleh karena itu, tidak tepat untuk menggeneralisasi atau menghomogenkan kedua belah pihak berdasarkan agama mereka. Selain itu, konflik ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak berhubungan dengan agama, seperti politik, ekonomi, sosial, dan militer.
Misalnya, konflik ini dipicu oleh pembentukan negara Israel pada tahun 1948, yang dianggap oleh orang-orang Palestina sebagai penjajahan dan pengusiran dari tanah air mereka.
Konflik ini juga dipengaruhi oleh campur tangan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Rusia, Iran, Turki, dan Arab Saudi, yang memiliki kepentingan dan agenda masing-masing di kawasan tersebut.
Lihat Juga: Siapa Fajr Al-Saeed? Pembaca Berita Televisi Kuwait yang Menyerukan Normalisasi Hubungan dengan Israel
Peperangan kedua negara tersebut banyak yang menganggap karena disebabkan oleh perang agama. Prediksi itu disesuaikan dengan identitas agama Yahudi sebagai Israel dan Islam sebagai Palestina.
Apakah Perang Agama?
Lantas, apakah benar perang Israel Palestina itu dianggap sebagai perang agama? Berikut ulasannya.
Salah satu faktor agama yang sering menjadi pemicu konflik adalah soal status dan kedudukan situs-situs suci bagi kedua agama, terutama di Yerusalem.
Kota ini memiliki tempat-tempat bersejarah dan sakral bagi Yahudi, Kristen, dan Islam, seperti Tembok Ratapan, Gereja Makam Kudus, dan Masjid Al-Aqsa.
Masalahnya, beberapa situs ini berada di lokasi yang sama atau berdekatan, sehingga menimbulkan persaingan dan klaim eksklusif atasnya.
Misalnya, Masjid Al-Aqsa berada di atas reruntuhan Bait Suci Yahudi, yang menjadi sasaran para nasionalis Yahudi yang ingin membangun kembali kuil tersebut.
Hal inilah yang kemudian menjadi sering memicu bentrokan dan kekerasan antara umat Islam dan Yahudi di sekitar kompleks masjid tersebut. Tidak hanya adu argument di publik, kedua negara tersebut terus beradu dalam bidang kekuatan militer.
Faktor lain yang mempengaruhi konflik adalah narasi-narasi apokaliptik dan eskatologis dari kedua agama, yang mengaitkan konflik ini dengan akhir zaman dan kedatangan mesias.
Beberapa kelompok ekstremis Yahudi dan Islam percaya bahwa perang ini adalah bagian dari rencana Tuhan untuk memenuhi nubuat-nubuat suci, dan bahwa mereka harus berjuang untuk mempercepat kedatangan mesias atau imam Mahdi.
Namun, meskipun agama memiliki pengaruh yang signifikan dalam konflik ini, tidak tepat untuk menyebutnya sebagai perang agama.
Dikutip dari laman Wilson Center, konflik ini pada dasarnya adalah sengketa atas tanah dan kedaulatan, yang melibatkan dua bangsa yang memiliki sejarah, budaya, dan aspirasi yang berbeda.
Agama sering menjadi proksi atau simbol bagi sengketa tersebut, yang memperkuat identitas dan legitimasi kedua belah pihak. Namun, agama juga bisa menjadi sumber dialog dan rekonsiliasi, jika dipahami dan diterapkan dengan benar.
Salah satu bukti bahwa konflik ini bukan perang agama adalah adanya keragaman dan pluralisme di dalam masing-masing pihak. Tidak semua orang Israel adalah Yahudi, dan tidak semua orang Palestina adalah Muslim.
Ada juga orang-orang Kristen, Druze, Bahai, dan lain-lain yang tinggal di wilayah konflik. Bahkan, di antara orang-orang Yahudi dan Muslim, ada banyak aliran dan pandangan yang berbeda, mulai dari yang sekuler, moderat, hingga radikal.
Oleh karena itu, tidak tepat untuk menggeneralisasi atau menghomogenkan kedua belah pihak berdasarkan agama mereka. Selain itu, konflik ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak berhubungan dengan agama, seperti politik, ekonomi, sosial, dan militer.
Misalnya, konflik ini dipicu oleh pembentukan negara Israel pada tahun 1948, yang dianggap oleh orang-orang Palestina sebagai penjajahan dan pengusiran dari tanah air mereka.
Konflik ini juga dipengaruhi oleh campur tangan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Rusia, Iran, Turki, dan Arab Saudi, yang memiliki kepentingan dan agenda masing-masing di kawasan tersebut.
Lihat Juga: Siapa Fajr Al-Saeed? Pembaca Berita Televisi Kuwait yang Menyerukan Normalisasi Hubungan dengan Israel
(sya)