Siapa yang Harus Memerintah Jalur Gaza Agar Wilayah Stabil? Ada 3 Skenario
loading...
A
A
A
Dia berpendapat, “Israel belum mampu menstabilkan perbatasannya dengan Lebanon meskipun terdapat kekuatan internasional di sana. Oleh karena itu, setelah Israel menduduki Jalur Gaza, akan mungkin untuk mempertimbangkan pembentukan kekuatan internasional untuk mengendalikan Jalur Gaza, namun ini hanya jika Israel mau menjadi bagian darinya."
“Pasukan PBB di Lebanon hanyalah lelucon,” ungkap Litvak. “Mereka takut pada Hizbullah dan tidak melakukan apa pun. Pasukan PBB di Kosovo gagal. Pengawasan PBB hanyalah lelucon.”
Pada tahun 1967, kontingen penjaga perdamaian PBB di Sinai juga gagal menghentikan kemajuan Mesir.
Pada bulan Mei 1967, Mesir secara paksa memindahkan pasukan penjaga perdamaian PBB dari Semenanjung Sinai, tempat mereka ditempatkan sejak konflik Suez.
Tindakan ini tidak hanya menghentikan misi penjaga perdamaian tetapi juga menghalangi akses Israel ke Laut Merah dan menandai dimulainya Perang Enam Hari.
Sebaliknya, kelompok Multinational Force and Observers (MFO) yang memantau ketentuan perjanjian damai antara Mesir dan Israel tahun 1979 berhasil menjaga stabilitas kawasan.
“Yang perlu diingat, pasukan penjaga perdamaian MFO di Sinai bekerja dengan baik karena kedua belah pihak, Israel dan Mesir, berkomitmen menjaga perdamaian di antara mereka,” ungkap Litvak. Situasi di Gaza nampaknya jauh lebih rumit.
Saat AS memperdebatkan skenario pasca-perang di Gaza, Bartal mengatakan ada tiga skenario yang mungkin terjadi seiring dengan pecahnya perang Israel-Hamas.
Israel menduduki seluruh Jalur Gaza dan menegakkan kekuasaan militer dengan bantuan elemen lokal di Jalur Gaza, dengan atau tanpa Otoritas Palestina.
Sebanyak 240 orang yang diculik Hamas bisa saja dibebaskan oleh Israel atau tewas selama konflik. Skenario ini akan menjadi “kemenangan nyata” bagi Israel.
“Pasukan PBB di Lebanon hanyalah lelucon,” ungkap Litvak. “Mereka takut pada Hizbullah dan tidak melakukan apa pun. Pasukan PBB di Kosovo gagal. Pengawasan PBB hanyalah lelucon.”
Pada tahun 1967, kontingen penjaga perdamaian PBB di Sinai juga gagal menghentikan kemajuan Mesir.
Pada bulan Mei 1967, Mesir secara paksa memindahkan pasukan penjaga perdamaian PBB dari Semenanjung Sinai, tempat mereka ditempatkan sejak konflik Suez.
Tindakan ini tidak hanya menghentikan misi penjaga perdamaian tetapi juga menghalangi akses Israel ke Laut Merah dan menandai dimulainya Perang Enam Hari.
Sebaliknya, kelompok Multinational Force and Observers (MFO) yang memantau ketentuan perjanjian damai antara Mesir dan Israel tahun 1979 berhasil menjaga stabilitas kawasan.
“Yang perlu diingat, pasukan penjaga perdamaian MFO di Sinai bekerja dengan baik karena kedua belah pihak, Israel dan Mesir, berkomitmen menjaga perdamaian di antara mereka,” ungkap Litvak. Situasi di Gaza nampaknya jauh lebih rumit.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya di Gaza?
Saat AS memperdebatkan skenario pasca-perang di Gaza, Bartal mengatakan ada tiga skenario yang mungkin terjadi seiring dengan pecahnya perang Israel-Hamas.
1. Israel Menduduki Jalur Gaza
Israel menduduki seluruh Jalur Gaza dan menegakkan kekuasaan militer dengan bantuan elemen lokal di Jalur Gaza, dengan atau tanpa Otoritas Palestina.
Sebanyak 240 orang yang diculik Hamas bisa saja dibebaskan oleh Israel atau tewas selama konflik. Skenario ini akan menjadi “kemenangan nyata” bagi Israel.