PBB Serukan Gencatan Senjata Kemanusiaan di Jalur Gaza, Israel Murka
loading...
A
A
A
NEW YORK - Majelis Umum PBB menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera diberlakukan di Jalur Gaza . Seruan itu dikeluarkan tepat pada hari ke-21 konflik senjata Israel-Hamas ketikan tentara Zionis mengumumkan akan memperluas operasi daratnya ke wilayah yang hancur tersebut.
Resolusi yang tidak mengikat tersebut, yang dikritik oleh Israel dan Amerika Serikat (AS) karena tidak menyebutkan nama Hamas, mendapat 120 suara dukungan, 14 menentang, dan 45 abstain dari anggota PBB.
Israel dengan marah menolak tindakan tersebut, dan mengatakan negaranya akan menggunakan segala cara yang mereka miliki dalam menghadapi Hamas.
“Hari ini adalah hari yang akan dianggap keburukan. Kita semua telah menyaksikan bahwa PBB tidak lagi memiliki legitimasi atau relevansi sedikit pun,” kata Duta Besar Israel Gilad Erdan.
“Anda memalukan,” serunya.
“Israel akan terus mempertahankan diri. Kami akan mempertahankan masa depan kami, keberadaan kami dengan membersihkan dunia dari kejahatan Hamas sehingga mereka tidak lagi mengancam orang lain,” ujarnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Sabtu (28/10/2023).
Sementara itu Hamas menyambut baik seruan untuk mengakhiri konflik.
“Kami menuntut penerapannya segera untuk memungkinkan masuknya bahan bakar dan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil,” bunyi pernyataan yang dikeluarkan Hamas.
Sedangkan Kementerian Luar Negeri saingannya, Otoritas Palestina, mengatakan bahwa ketika kampanye Israel mencapai puncak kebrutalan baru, ada posisi internasional yang kuat yang menolak agresi Israel yang tidak terkendali.
Teks yang diusulkan oleh Yordania atas nama 22 negara Arab menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang segera, tahan lama, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Versi sebelumnya menyerukan “gencatan senjata segera.”
Israel telah membombardir Gaza sejak kelompok bersenjata Hamas menyerbu perbatasan pada tanggal 7 Oktober, menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik lebih dari 220 lainnya, menurut para pejabat Israel.
Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas, dalam laporan terbarunya pada hari Jumat, mengatakan serangan tersebut kini telah menewaskan 7.326 orang, sebagian besar warga sipil dan banyak dari mereka adalah anak-anak.
Resolusi yang disponsori bersama oleh hampir 50 negara lain sebagian besar berpusat pada situasi kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza yang tertutup ketika Israel terus melakukan pemboman.
Dokumen tersebut mendesak penyediaan segera air, makanan, pasokan medis, bahan bakar dan listrik serta akses tanpa hambatan bagi PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya yang berupaya membantu warga Palestina.
Rancangan tersebut mengutuk semua tindakan kekerasan yang ditujukan terhadap warga sipil Palestina dan Israel, termasuk semua tindakan terorisme dan serangan tanpa pandang bulu namun tidak menyebutkan Hamas.
Resolusi tersebut mengungkap perpecahan di negara-negara Barat, dimana Prancis memberikan suara untuk tindakan tersebut; Jerman, Italia dan Inggris abstain; sementara Austria dan Amerika Serikat memberikan suara menentang.
“Sangat keterlaluan resolusi ini gagal menyebutkan nama pelaku serangan teroris 7 Oktober,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
“Kata kunci lain yang hilang dalam resolusi ini adalah penyanderaan,” tambahnya.
Resolusi yang tidak mengikat tersebut, yang dikritik oleh Israel dan Amerika Serikat (AS) karena tidak menyebutkan nama Hamas, mendapat 120 suara dukungan, 14 menentang, dan 45 abstain dari anggota PBB.
Israel dengan marah menolak tindakan tersebut, dan mengatakan negaranya akan menggunakan segala cara yang mereka miliki dalam menghadapi Hamas.
“Hari ini adalah hari yang akan dianggap keburukan. Kita semua telah menyaksikan bahwa PBB tidak lagi memiliki legitimasi atau relevansi sedikit pun,” kata Duta Besar Israel Gilad Erdan.
“Anda memalukan,” serunya.
“Israel akan terus mempertahankan diri. Kami akan mempertahankan masa depan kami, keberadaan kami dengan membersihkan dunia dari kejahatan Hamas sehingga mereka tidak lagi mengancam orang lain,” ujarnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Sabtu (28/10/2023).
Baca Juga
Sementara itu Hamas menyambut baik seruan untuk mengakhiri konflik.
“Kami menuntut penerapannya segera untuk memungkinkan masuknya bahan bakar dan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil,” bunyi pernyataan yang dikeluarkan Hamas.
Sedangkan Kementerian Luar Negeri saingannya, Otoritas Palestina, mengatakan bahwa ketika kampanye Israel mencapai puncak kebrutalan baru, ada posisi internasional yang kuat yang menolak agresi Israel yang tidak terkendali.
Teks yang diusulkan oleh Yordania atas nama 22 negara Arab menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang segera, tahan lama, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Versi sebelumnya menyerukan “gencatan senjata segera.”
Israel telah membombardir Gaza sejak kelompok bersenjata Hamas menyerbu perbatasan pada tanggal 7 Oktober, menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik lebih dari 220 lainnya, menurut para pejabat Israel.
Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas, dalam laporan terbarunya pada hari Jumat, mengatakan serangan tersebut kini telah menewaskan 7.326 orang, sebagian besar warga sipil dan banyak dari mereka adalah anak-anak.
Resolusi yang disponsori bersama oleh hampir 50 negara lain sebagian besar berpusat pada situasi kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza yang tertutup ketika Israel terus melakukan pemboman.
Dokumen tersebut mendesak penyediaan segera air, makanan, pasokan medis, bahan bakar dan listrik serta akses tanpa hambatan bagi PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya yang berupaya membantu warga Palestina.
Rancangan tersebut mengutuk semua tindakan kekerasan yang ditujukan terhadap warga sipil Palestina dan Israel, termasuk semua tindakan terorisme dan serangan tanpa pandang bulu namun tidak menyebutkan Hamas.
Resolusi tersebut mengungkap perpecahan di negara-negara Barat, dimana Prancis memberikan suara untuk tindakan tersebut; Jerman, Italia dan Inggris abstain; sementara Austria dan Amerika Serikat memberikan suara menentang.
“Sangat keterlaluan resolusi ini gagal menyebutkan nama pelaku serangan teroris 7 Oktober,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
“Kata kunci lain yang hilang dalam resolusi ini adalah penyanderaan,” tambahnya.
(ian)