Pendidikan Patriotik dan Skema Cuci Otak Generasi Muda China

Kamis, 26 Oktober 2023 - 11:41 WIB
loading...
Pendidikan Patriotik dan Skema Cuci Otak Generasi Muda China
Partai Komunis China meningkatkan pendidikan patriotik di sekolah, universitas, dan lembaga keagamaan di seantero negeri untuk redam tantangan politik internal terhadap Presiden Xi Jinping. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Partai Komunis China bergerak untuk meningkatkan "pendidikan patriotik" di sekolah, universitas, dan lembaga keagamaan di seantero negeri, termasuk di Hong Kong. Itu demi meredam tantangan politik internal terhadap pemerintahan Presiden Xi Jinping.

Laporan Radio Free Asia, yang mengutip kantor berita Xinhua, mengungkap praktik partai berkuasa China tersebut.

Rancangan kedua dari "Undang-undang Pendidikan Patriotik" telah diserahkan kepada Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional untuk ditinjau, dengan tujuan "meningkatkan identifikasi dengan tanah air kita yang besar, bangsa China, kebudayaan China, dan juga Partai Komunis”.

Menurut para analis, rancangan tersebut hampir pasti akan disahkan Parlemen, yang juga berisi klausul khusus tentang menargetkan "pendeta serta penganut agama”.

Seorang pejabat tinggi China juga telah meminta pemimpin Hong Kong John Lee untuk mengumumkan lebih banyak langkah-langkah "pendidikan patriotik" dalam pidato kebijakan tahunannya pekan depan.



Undang-undang tersebut juga mengacu pada "kepercayaan diri”, sebuah kata kunci yang dipromosikan Xi Jinping, yang "pemikiran budayanya" mencakup penekanan pada nilai-nilai tradisional Konfusianisme yang ditemukan dalam teks-teks klasik.

Hal ini terjadi ketika Xi Jinping meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan keterlibatan partai berkuasa dalam output kebudayaan di setiap tingkatan, dengan cara yang banyak disamakan dengan Revolusi Kebudayaan Mao Zedong di era 1966-1976.

Masih dari laporan Radio Free Asia, disebutkan bahwa rancangan undang-undang tersebut—jika diterapkan sepenuhnya—dapat berujung pada lebih banyak propaganda patriotik di sekolah, institusi, dan tempat ibadah, yang juga menjadi sasaran kebijakan "sinisasi agama" Xi Jinping, termasuk di Hong Kong.

Menurut para analis, hal ini kemungkinan besar menandai berkembangnya lebih lanjut kultus kepribadian di sekitar Xi Jinping, yang gaya "otoriter" dan sikapnya yang menyimpang 180 derajat dari kebijakan ekonomi selama empat dekade terakhir telah memicu kesulitan ekonomi bagi banyak orang, bersamaan dengan eksodus massal warga negara China.

Skema Cuci Otak


Blogger dan aktivis kebebasan berpendapat yang berbasis di Taiwan, Zhou Shuguang, yang dikenal secara online dengan julukan "Zola”, mengatakan bahwa "pendidikan patriotik" hanyalah skema cuci otak dalam bentuk lain.

"Perbedaan antara cuci otak dan pendidikan adalah bahwa dalam pendidikan, Anda memahami sesuatu melalui perbandingan, kontras, keraguan dan penyangkalan," kata Zhou, seperti dilansir dari laman ANI News, Kamis (26/10/2023).

"Cuci otak hanya memberi tahu Anda jawabannya, dan tidak membuat Anda meragukannya atau membandingkannya dengan hal lain. Mereka menggunakan metode seperti itu untuk mencuci otak orang, dengan tujuan mengendalikan mereka," paparnya.

Berdasarkan laporan Radio Free Asia, rancangan undang-undang patriotik itu telah dipublikasikan setelah Konferensi Propaganda, Ideologi, dan Budaya Nasional yang berlangsung selama dua hari di Beijing pada awal Oktober. Ini artinya, akan ada pengendalian yang lebih tinggi dari pemerintah China terhadap karya budaya dan konten kreatif dibandingkan sebelumnya.

"Mengangkat gagasan para pemimpin dan memperlakukannya sebagai hukum adalah karakteristik utama rezim totaliter Partai Komunis China," tutur Wang Tiancheng, direktur Institute for China's Democratic Transition kepada Radio Free Asia.

"Xi Jinping tumbuh di masa Revolusi Kebudayaan, dan dia jelas merupakan penggemar beratnya," kata Wang.

Wang mengatakan desakan Xi Jinping untuk berulang kali menyebut teori politik dengan nama dirinya adalah bukti bahwa dia ingin mendorong kultus kepribadian gaya Mao.

Pendidikan Patriotik


Pembangkang yang berbasis di AS, Wang Juntao, yang memimpin cabang Partai Demokrasi China yang dilarang di Amerika Serikat, mengatakan bahwa Xi Jinping berupaya memperkuat otoritas pribadi dan menekan kritik terhadap berbagai kebijakannya.

"Xi Jinping mempunyai tiga masalah saat ini–yang pertama adalah bagaimana membentuk kediktatoran yang akan berkonflik dengan berbagai kekuatan (di dalam lembaga politik), dan yang lainnya adalah perekonomian yang tidak berjalan dengan baik," ungkap Wang.

"Kedua masalah ini kini terbuka untuk dilihat semua orang, dan (masalah ketiga adalah) orang-orang akan mencoba menantangnya dengan ide-ide dan berbagai metode untuk menyelesaikannya," kata Wang.

"Dia kemudian harus menyampaikan serangkaian pernyataan mainstream mengenai budaya, karena budaya dapat menafsirkan ulang realitas hingga batas tertentu," imbuh dia.

Menurut komentator berita terkini yang berbasis di AS, Tang Jingyuan, prioritas politik inilah yang mendorong Xi melakukan kampanye "pendidikan patriotik."

"Partai Komunis China menggunakan (ideologi) untuk menyamarkan dirinya sebagai promosi budaya baru dan maju, serta untuk menipu rakyat China," kata Tang.

"Sekarang klaim Xi Jinping atas legitimasinya sudah hancur, dan dia ingin mengenakan budaya komunis serta ideologi merah dengan berbalut budaya tradisional untuk meningkatkan legitimasinya," ucapnya.

Bagian dari strategi itu tertuang dalam rancangan Undang-Undang Pendidikan Patriotik, yang menyebutkan "warisan sejarah dan budaya, perbuatan dan semangat para pahlawan dan martir, festival tradisional dan kegiatan budaya rakyat" sebagai cara untuk "meningkatkan rasa patriotik dan kekeluargaan, khususnya di kalangan kaum muda, dan di sekolah-sekolah."

Peneliti Asosiasi Kebijakan Lintas Selat Taiwan, Wu Se-chih, mengatakan bahwa sebagian besar rancangan undang-undang tersebut berisi rangkaian slogan.

"Makna simbolis jauh lebih penting dibandingkan makna substantifnya," kata Wu. Namun dia mengatakan hal itu masih akan mendorong berbagai lembaga untuk ikut serta dalam pendanaan.

"Setelah peraturan ini disahkan, institusi pendidikan, departemen pemerintah dan organisasi lainnya di China akan berjuang untuk mendapatkan pendanaan atau proyek apa pun atas nama mereka" ujar Wu.

Tuduhan Radikalisasi


Undang-undang tersebut juga secara khusus menargetkan "kompatriot" di Hong Kong, Makau dan Taiwan, untuk "meningkatkan identifikasi mereka dengan negara mereka, dan dengan tradisi budaya China yang sangat baik," sehingga dapat menjaga persatuan nasional dan etnis.

"Mereka sudah terus berbicara tentang bagaimana patriot harus memimpin Hong Kong dan Makau," kata Wu, mengacu pada perubahan pemilu baru-baru ini. “Agak sulit bagi mereka untuk menerapkan pendidikan patriotik di Taiwan, kecuali jika warga Taiwan pergi ke China untuk belajar."

"Pemerintah Hong Kong telah mengamanatkan pendidikan "keamanan nasional" di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dan baru-baru ini mulai mengirimkan siswa untuk menyerap "budaya merah" di tempat-tempat ziarah komunis, serta menghapuskan program berpikir kritis bertajuk Studi Liberal, dan menggantinya dengan "Moral, Pendidikan Kewarganegaraan dan Nasional”.

Anggota Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional, Li Huiqiong, pada hari Kamis lalu menyerukan agar Hong Kong menerapkan undang-undang tersebut, dengan langkah-langkah khusus yang akan ditetapkan dalam pidato kebijakan John Lee pekan depan. Li berharap warga Hong Kong akan mendapat "pemahaman mendalam mengenai negara mereka dan sejarahnya, sehingga menumbuhkan perasaan patriotik."

“Li juga meminta Hong Kong untuk membentuk Komite Koordinasi Pendidikan Patriotik untuk mempromosikan pendidikan patriotik di kalangan keluarga, kelompok agama, sekolah dan perusahaan. Ia telah mengucurkan dana hingga 1 miliar dolar Hong Kong untuk pembentukan komite tersebut,” tulis Radio Free Asia dalam laporannya, mengutip Hong Kong China News Agency.

Pada 2012, pemerintah Hong Kong untuk sementara menunda rencana memperkenalkan program "pendidikan patriotik" yang didukung Partai Komunis China ke sekolah-sekolah di kota tersebut. Pembatalan dilakukan setelah terjadinya aksi protes massal yang dipimpin siswa sekolah menengah bernama Joshua Wong dan kelompok kampanyenya; Scholarism.

Saat ini Joshua Wong berada di penjara. Dia menunggu persidangan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong, yang mengkriminalisasi kritik publik terhadap pihak berwenang.

Kepala keamanan Hong Kong Chris Tang belakangan ini menyalahkan gerakan "anti-cuci otak" serta gelombang protes pro-demokrasi sebagai bagian dari tindakan "kekuatan asing" yang berusaha meradikalisasi generasi muda Hong Kong.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0933 seconds (0.1#10.140)