Jurnalisme Bebas di China Memprihatinkan, Banyak Aktivis Ditangkap

Senin, 13 Mei 2024 - 17:46 WIB
loading...
Jurnalisme Bebas di...
RSF ungkap memburuknya kondisi jurnalisme bebas di China, banyak aktivis ditangkap. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tibet dan Xinjiang telah menjadi berita utama dalam beberapa tahun terakhir, dan para aktivis dari waktu ke waktu terus memprotes tindakan China di dua wilayah tersebut.

Sebuah laporan baru-baru ini sekali lagi menyoroti kebrutalan dan kesulitan yang dihadapi para jurnalis, penulis, atau komentator di China.

Publikasi terbaru Indeks Kebebasan Pers Dunia 2024 oleh Reporters Without Borders (RSF) pada 3 Mei lalu menunjukkan memburuknya kondisi jurnalisme bebas di China, dan menunjuk pada tindakan keras yang diambil pihak berwenang untuk melawan kebebasan berpendapat. Dalam daftar tersebut, China berada di peringkat 172.

"Di China (peringkat 172), selain menahan lebih banyak jurnalis dibandingkan negara lain di dunia, pemerintah terus melakukan kontrol ketat terhadap saluran informasi, menerapkan kebijakan sensor dan pengawasan kebijakan untuk mengatur konten online dan membatasi penyebaran informasi yang dianggap sensitif atau bertentangan dengan haluan partai," ujar RSF, seperti dikutip dari The HK Post,Senin (13/5/2024).

China berada sedikit di atas peringkat Korea Utara (177) dan Afghanistan (178) dalam daftar tersebut.

Menurut laporan The Epoch Times, disebutkan bahwa "dibandingkan peringkat tahun lalu di angka 179—tempat kedua terakhir—peringkat China tahun ini telah meningkat."



Namun, lanjut The Epoch Times, "laporan Indeks Kebebasan Pers Dunia tersebut mengindikasikan bahwa satu-satunya alasan kenaikan peringkat ini adalah memburuknya situasi di negara dan wilayah lain, seperti di Afghanistan yang dikuasai Taliban, dan bukan perbaikan di China.”

Kebebasan Pers dan Berekspresi


Hong Kong, wilayah yang dikuasai rezim China, berada di peringkat ke-135 dalam daftar tersebut, jauh di atas Beijing.

"Pernah menjadi benteng kebebasan pers, Daerah Administratif Khusus Hong Kong di Republik Rakyat China telah mengalami serangkaian kemunduran yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 2020, ketika Beijing mengadopsi Undang-Undang Keamanan Nasional yang bertujuan membungkam suara-suara independen," sebut RSF.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3404 seconds (0.1#10.140)