Mengejutkan, Negara Mayoritas Muslim Ini Pertimbangkan Pelarangan Jilbab
loading...
A
A
A
ASTANA - Menteri Kebudayaan dan Informasi Aida Balayeva menyatakan Kazakhstan mungkin melarang pemakaian jilbab di tempat umum.
Balayeva menjelaskan hal itu dalam konferensi pers di Astana pada Jumat (6/10/2023).
Balayeva mengatakan pihak berwenang akan merevisi dan memperbarui undang-undang yang ada saat ini, yang menurutnya tidak memberikan cukup alat untuk mengatasi ekstremisme agama dan “gerakan keagamaan non-tradisional.”
“Undang-undang yang ada bahkan tidak memuat istilah ‘aliran sesat yang merusak’,” ujar dia, seperti dikutip kantor berita Kazinform.
Ketika ditanya apakah pemerintah akan melarang pemakaian jilbab dan pakaian keagamaan lainnya, Balayeva menjawab, “Kami pasti akan mengkaji dan mengusulkan norma-norma tersebut, setidaknya untuk ruang publik. (Peraturan) seperti ini diterapkan di seluruh dunia karena ini menyangkut keamanan nasional. Sangat sulit untuk mengidentifikasi (orang) di ruang publik yang wajahnya ditutupi.”
“Kementerian akan berupaya memperketat peraturan di bidang ini,” tambah Balayeva.
Menteri mengatakan langkah-langkah tersebut akan dirancang melalui konsultasi dengan LSM dan para ahli, termasuk ulama.
Berbicara di depan sekelompok guru pada Kamis, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev menekankan pentingnya sekularisme yang diabadikan dalam konstitusi negaranya.
“Prinsip ini harus ditegakkan secara tegas di semua bidang, termasuk pendidikan,” ujarnya.
Sekitar 65% penduduk Kazakhtan adalah Muslim dan 20% adalah Kristen Ortodoks, menurut sensus tahun 2021.
Perdebatan mengenai pakaian keagamaan telah muncul di beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Inggris, Prancis dan Jerman.
Bulan lalu, pengadilan tinggi Prancis menguatkan larangan abaya, pakaian mirip jubah Islami yang dikenakan oleh perempuan di sekolah.
Lihat Juga: 7 Kebijakan Tajikistan yang Janggal, Negara Mayoritas Muslim yang Larang Penggunaan Hijab
Balayeva menjelaskan hal itu dalam konferensi pers di Astana pada Jumat (6/10/2023).
Balayeva mengatakan pihak berwenang akan merevisi dan memperbarui undang-undang yang ada saat ini, yang menurutnya tidak memberikan cukup alat untuk mengatasi ekstremisme agama dan “gerakan keagamaan non-tradisional.”
“Undang-undang yang ada bahkan tidak memuat istilah ‘aliran sesat yang merusak’,” ujar dia, seperti dikutip kantor berita Kazinform.
Ketika ditanya apakah pemerintah akan melarang pemakaian jilbab dan pakaian keagamaan lainnya, Balayeva menjawab, “Kami pasti akan mengkaji dan mengusulkan norma-norma tersebut, setidaknya untuk ruang publik. (Peraturan) seperti ini diterapkan di seluruh dunia karena ini menyangkut keamanan nasional. Sangat sulit untuk mengidentifikasi (orang) di ruang publik yang wajahnya ditutupi.”
“Kementerian akan berupaya memperketat peraturan di bidang ini,” tambah Balayeva.
Menteri mengatakan langkah-langkah tersebut akan dirancang melalui konsultasi dengan LSM dan para ahli, termasuk ulama.
Berbicara di depan sekelompok guru pada Kamis, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev menekankan pentingnya sekularisme yang diabadikan dalam konstitusi negaranya.
“Prinsip ini harus ditegakkan secara tegas di semua bidang, termasuk pendidikan,” ujarnya.
Sekitar 65% penduduk Kazakhtan adalah Muslim dan 20% adalah Kristen Ortodoks, menurut sensus tahun 2021.
Perdebatan mengenai pakaian keagamaan telah muncul di beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Inggris, Prancis dan Jerman.
Bulan lalu, pengadilan tinggi Prancis menguatkan larangan abaya, pakaian mirip jubah Islami yang dikenakan oleh perempuan di sekolah.
Lihat Juga: 7 Kebijakan Tajikistan yang Janggal, Negara Mayoritas Muslim yang Larang Penggunaan Hijab
(sya)