Pencarian Korban Tewas Terus Berlanjut

Selasa, 04 April 2017 - 23:00 WIB
Pencarian Korban Tewas Terus Berlanjut
Pencarian Korban Tewas Terus Berlanjut
A A A
MOCOA - Operasi pencarian korban tewas akibat tanah longsor di Mocoa, Kolombia, terus dilanjutkan. Sebanyak 170 jenazah telah diidentifikasi dari 254 korban tewas dan 43 di antaranya adalah anak-anak. Tim petugas darurat dibantu tentara dan polisi melaksanakan penggalian dan pencarian korban tewas.

Angkatan Udara Kolombia juga mengirimkan helikopter untuk memudahkan proses evakuasi korban luka. Pemerintah Kolombia juga menggunakan alat berat dalam proses pencarian dan penyelamatan. Para sukarelawan dan petugas darurat kemarin berhasil menemukan 82 jenazah di Desa Villagarzon.

Banyak jenazah juga tersangkut di antara puing-puing dan reruntuhan bangunan. “Kami telah berhasil menemukan mereka. Kami berpikir kami akan menemukan jenazah lebih banyak lagi,” kata Wali Kota Villagarzon Jhoh Ever Calderon kepada Reuters.

Dia mengatakan, kotanya mengalami krisis peti mati dan penyimpanan jenazah. Para korban selamat dan keluarga korban hilang juga membantu proses pencarian. Mereka harus berjibaku dengan banyaknya puing-puing dan lumpur yang tebal. Korban selamat dan tim penyelamat harus bekerja keras di tengah cuaca yang tak bersahabat di kota di pedalaman Amazon, Mocoa, Ibu Kota Provinsi Putumayo. Dengan kondisi badan yang dipenuhi lumpur, Marta Gomez, 38, mengatakan, dia masih mencari keponakannya yang hilang.

“Saya mencari keponakan saya, tetapi saya belum menemukannya,” ungkap Gomez dengan raut muka sedih. “Saya terus menggali dan menggali. Saya justru menemukan tangan seorang bayi. Itu sungguh mengerikan,” katanya dilansir AFP.

Gomez mengaku sudah menyerah untuk mencari keponakannya. “Lumpur itu telah membawanya pergi jauh. Saya tidak pernah melihatnya lagi,” ungkap Gomez. Gomez juga telah kehilangan rumahnya. Dia kini harus mengantre untuk mendapatkan bantuan pemerintah.

Banyak keluarga di Mocoa masih bertahan di rumah mereka karena masih mencari anggota keluarga yang hilang. Mereka juga tetap bekerja pada malam hari meski tidak ada aliran listrik.

“Saya perlu tahu di mana mereka berada, apakah mereka terluka atau di mana kita bisa menemukan mereka,” kata Maria Lilia Tisoy, 37. Dia mencari dua putrinya dan cucunya yang hilang. “Jika mereka meninggal, tolong Tuhan kirimkan mereka kepada saya,” paparnya.

Bencana tanah longsor itu sebenarnya telah diprediksi akan terjadi pada Jumat (31/3). Akan tetapi, warga tidak sempat mengungsi dan waktu yang relatif pendek, akhirnya banyak warga yang menjadi korban. Tanah longsor itu menyapu banyak rumah, menghancurkan jembatan, dan menumbangkan banyak pohon.

Wilayah yang paling parah dilanda tanah longsor adalah kota berpenduduk 40.000 warga miskin dan mereka menderita akibat perang sipil selama lima dekade. Paus Fransiskus dari Vatikan mengungkapkan, dia berdoa untuk para korban. “Bencana itu sungguh menyedihkan,” kata Paus Fransiskus.

Marta Ceballos, pedagang kaki lima berusia 44 tahun, mengaku telah kehilangan segalanya. Akan tetapi, dia tetap bersyukur karena seluruh keluarganya masih hidup. “Terima kasih Tuhan, saya tidak ingin mengingat peristiwaitu,” katanya.

Ceballos mengaku melihat banyak orang berteriak, menaik, dan berlari saat tanah longsor terjadi. “Banyak orang yang melarikan diri dengan mengendarai mobil dan motor. Akan tetapi, mereka justru terjebak di tengah lumpur,” ujarnya. Dia mengungkapkan, hal yang paling menguntungkan adalah dia tidak kehilangan suami, anak perempuan, dan keponakannya.

Dikarenakan banyak warga kelaparan, insiden penjarahan toko juga terjadi. Banyak orang mencuri makanan dan minuman. Pasalnya, bantuan logistik sangat terbatas. Aparat keamanan tak berkutik karena jumlah penjarah yang sangat banyak. Kemudian Gubernur Putumayo Sorrel Aroca menyebut tragedi tanah longsor tersebut tidak terduga. “Banyak ratusan keluarga yang belum berhasil kita temukan. Satu kampung tertimbun longsor,” katanya kepada W Radia.

Para penduduk Mocoa juga mengungkapkan hujan deras yang tidak biasa itu mengakibatkan tanah longsor. “Hujan deras itu disertai petir,” kata penduduk lokal Mario Usale, 42. Dia masih mencari ayah mertuanya yang juga dilaporkan hilang. Menurut penduduk Mocoa lainnya, Hernando Rodriguez, 69, banyak penduduk yang harus tinggal di jalanan karena rumahnya hancur.

“Banyak orang yang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Mereka tidak memiliki persiapan menghadapi bencana,” katanya. Rodriguez mengungkapkan, masyarakat menyadari setelah bencana terjadi.

Korban Tewas Diprediksi Bertambah

Presiden Kolombia Juan Manuel Santos mengatakan, 170 korban tewas telah diidentifikasi. Dia mengatakan, sebanyak 43 anak-anak juga korban tewas. “Sebanyak 22 anak-anak masih dirawat di rumah sakit, sedangkan 203 orang dewasa terluka, sebagian besar mengalami luka serius,” ujarnya kepada CNN.

Lembaga nirlaba Save the Children menyatakan sedikitnya 70 anak-anak terpisah dari orang tuanya saat terjadi longsor. “Situasinya sangat mengejutkan dan buruk karena bencana tanah longsor bagi anak-anak dan ibu hamil,” kata Direktur Eksekutif Save the Children Maria Paula Martinez.

Kemudian, Santos memperingatkan jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat. “Sungguh disayangkan, jumlah korban itu masih sementara,” ujarnya. Menurut Santos, bagi seluruh korban, pemerintah mengucapkan doa dan duka. “Duka dari seluruh negeri untuk korban tewas,” ungkap Santos. Operasi darurat dan pemberian bantuan, ucap Santos, juga harus dipercepat.

Otoritas kesehatan juga mengirimkan tim sanitasi untuk mencegah mewabahnya penyakit mematikan. “Empat pengolahan air darurat akan dibangun untuk menghindari epidemik dan krisis kesehatan publik yang lebih parah,” ujarnya. Presiden Santos berkunjung ke Mocoa untuk kedua kalinya pada Minggu (2/4) lalu.

Dia mengatakan, layanan air dan listrik akan segera dipulihkan. “Bencana ini disebabkan perubahan iklim,” tutur Santos. Perubahan iklim mengakibatkan curah hujan lebih banyak dibandingkan biasanya. Sungai juga meluap sehingga mengakibatkan banjir bandang yang memicu tanah longsor. Hal senada juga diungkapkan Kepala Kantor PBB di Kolombia Martin Santiago.

Dia mengatakan, perubahan iklim diklaim memainkan peranan besar sebagai penyebab banyaknya bencana di dunia, termasuk tanah longsor di Kolombia. “Perubahan iklim mengakibatkan bencana alam yang intensif, seperti yang kita lihat di Mocoa,” kata Santiago.

Kemudian, tawaran bantuan tak diprediksi sebelumnya justru datang dari kelompok pemberontak Pasukan Bersenjata Revolusioner Kamboja (FARC) yang telah berdamai dengan pemerintah. Mereka menyatakan FARC siap membangun kembali Kota Mocoa.

Presiden Santos juga mengucapkan terima kasih kepada China yang menggelontorkan USD1 juta untuk membantu penanganan bencana tanah longsor. Kemudian, Bank Pembangunan Antar-Amerika juga memberikan bantuan sebesar USD200.000. Keluarga korban tewas akan mendapatkan bantuan USD6.400 dan biaya pemakaman.

Bagi korban luka, pemerintah akan menanggung biaya rumah sakit. Pemerintah Kolombia juga dikabarkan akan memberikan bantuan bagi warga untuk membangun kembali rumah mereka yang hancur. “Bagi mereka yang kehilangan rumah, kami akan membangunkannya kembali di tempat yang lebih aman,” ucap Santos.

Dia memerintahkan Menteri Perumahan untuk memulai inisiatif tersebut. Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Kolombia. Mayoritas wilayah itu berada di pegunungan yang rawan bencana. Belajar dari pengalaman, Presiden Santos menyarankan rakyat Kolombia untuk siap siaga jika menghadapi banjir dan hujan deras.

Pada November lalu sembilan orang tewas akibat tanah longsor di Kota El Tambo, sekitar 140 km dari Mocoa. Kurang dari sebulan sebelumnya, tanah longsor juga mengakibatkan beberapa orang tewas di Medellin sekitar 500 km dari Mocoa. Bencana tanah longsor paling mematikan di Kolombia pernah terjadi pada 1985 di mana 20.000 orang meninggal dunia.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4238 seconds (0.1#10.140)