Keputusan China Akhiri 'Nol Covid-19' Diduga Picu 1,9 Juta Ekses Kematian

Selasa, 05 September 2023 - 10:27 WIB
loading...
Keputusan China Akhiri Nol Covid-19 Diduga Picu 1,9 Juta Ekses Kematian
Penelitian terbaru mengindikasikan keputusan China akhiri kebijakan Nol Covid-19 telah memicu 1,9 juta ekses kematian dalam kurun waktu dua bulan. Foto/China Daily via REUTERS
A A A
BEIJING - Sebuah penelitian terbaru mengindikasikan bahwa keputusan China dalam mengakhiri kebijakan "Nol Covid-19" telah memicu dampak yang sangat buruk, yakni 1,9 juta ekses kematian dalam kurun waktu dua bulan.

Menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal JAMA Network Open, angka 1,9 juta hanya meliputi orang dewasa di atas usia 30 tahun yang meninggal antara Desember 2022 hingga Januari 2023.

Pemerintah China sebelumnya telah mengungkapkan sekitar 60.000 kematian terkait Covid-19 di sejumlah fasilitas kesehatan sejak awal Desember tahun lalu hingga pertengahan Januari lalu. Estimasi ini konsisten dengan perkiraan sejumlah akademisi dan kelompok kesehatan lainnya.

"Meski menjadi negara pertama yang terkena dampak Covid-19, China mampu dengan cepat menekan penyakit ini melalui tindakan ketat dalam jangka waktu yang cukup lama," kata Dr Joseph Unger, penulis senior penelitian tersebut dan peneliti biostatistik dan layanan kesehatan di Pusat Kanker Fred Hutchinson di Seattle.



"Karena sebagian besar penduduk China telah terlindungi dari infeksi lewat kekebalan alami mereka yang terbatas namun belum menerima vaksinasi lengkap, penyebaran infeksi Covid-19 yang terjadi secara tiba-tiba telah menimbulkan dampak yang sangat buruk," sambungnya, seperti dikutip dari New York Post, Selasa (5/9/2023).

Di Amerika Serikat, negara yang melaporkan jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19 selama pandemi, total 1,1 juta orang dewasa berusia 45 tahun ke atas telah meninggal dunia akibat virus tersebut. Itu menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Mengestimasi secara pasti jumlah kematian akibat Covid-19 sulit dilakukan di seluruh dunia karena berbagai alasan, termasuk tantangan dalam mendiagnosis infeksi sejak awal wabah dan melacak semua orang yang terkena dampak selama gelombang besar yang terjadi setelahnya.

Para ahli sepakat bahwa angka-angka yang tersedia di setiap negara hampir pasti terlalu rendah dari kondisi sesungguhnya, dan mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menghitung jumlah korban secara akurat.

Perkiraan jumlah ekses kematian, dilakukan dengan membandingkan angka kematian di antara kelompok sama dalam periode waktu berbeda, menempatkan India di urutan teratas dengan 6,2 juta kematian. Posisi berikutnya diikuti oleh China dengan 1,9 juta kematian, Rusia 1,5 juta, dan Amerika Serikat (AS) 1,3 juta.

Laporan Mengejutkan soal Ilmuwan Wuhan


"Ukuran ekses kematian mencerminkan dampak langsung dan tidak langsung dari Covid-19 pada suatu populasi," kata Dr Unger.

"Hal ini penting karena beban kematian akibat Covid-19 sering kali diremehkan hanya dengan menghitung kematian yang diketahui disebabkan oleh Covid-19 itu sendiri," lanjut dia.

"Strategi baru kami untuk memperkirakan jumlah ekses kematian merupakan hal penting dan dilakukan di waktu yang tepat," paparnya.

Temuan terbaru perihal ekses kematian di China muncul ketika identitas "pasien nol" Covid-19 diketahui sebagai seorang ilmuwan asal Wuhan yang melakukan eksperimen terhadap virus Corona.

Menurut laporan tersebut, ilmuwan bernama Ben Hu itu sedang melakukan tes berisiko di Institut Virologi Wuhan bersama dua rekannya, Ping Yu dan Yan Zhu.

Disebutkan bahwa ketiganya jatuh sakit dengan gejala mirip Covid-19 dan memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa pekan sebelum China mengungkapkan kemunculan wabah Covid-19 kepada dunia.

Beberapa pejabat pemerintah AS mengidentifikasi ketiga ilmuwan tersebut dalam laporan mengejutkan yang ditulis oleh jurnalis Michael Shellenberger dan Matt Taibbi. Menulis di buletin Substack Public awal tahun ini, keduanya menuduh ketiga ilmuwan itu sempat bereksperimen dengan virus Corona sebelum akhirnya jatuh sakit di tahun 2019.

Banyak ahli dan pejabat intelijen telah lama mencurigai para ilmuwan di laboratorium Wuhan secara tidak sengaja menyebarkan Covid-19 dalam apa yang disebut sebagai eksperimen "perolehan fungsi" pada virus Corona kelelawar.

Pasien Nol dan Teori Bocornya Lab Wuhan


Penamaan "pasien nol" bisa jadi menambah bukti tidak langsung mengenai teori kebocoran laboratorium sebagai penyebab terjadinya pandemi Covid-19.

Tidak jelas siapa orang di pemerintahan AS yang memiliki informasi intelijen tentang pekerja laboratorium yang sakit di Wuhan, atau berapa lama mereka memiliki informasi tersebut, dan mengapa hal tersebut tidak dibagikan ke publik.

Pembawa acara Sky News, Sharri Markson, yang berbicara kepada The Sun mengenai teori kebocoran laboratorium pada tahun 2021, mengatakan perkembangan terbaru mengenai "pasien nol" Covid-19 sebagai sesuatu yang "eksplosif”.

Jamie Metzl, mantan anggota komite penasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pengeditan genom manusia, menggambarkan perkembangan terbaru sebagai sebuah terobosan besar.

"Hal ini akan menjadi sebuah terobosan jika dapat dibuktikan bahwa Hu telah tertular Covid-19 sebelum orang lain," kata James.

"Ini juga berpotensi menjadi sebuah bukti besar. Hu adalah peneliti utama di laboratorium (milik virolog Shi Zhengli)," sambungnya.

DRASTIC, sebuah tim ilmuwan dan pakar internasional yang berupaya mengisi kesenjangan informasi mengenai asal muasal Covid-19, telah meneliti ketiga ilmuwan China tersebut pada tahun 2021.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1604 seconds (0.1#10.140)