Belajar dari Sri Lanka, Bangladesh Waspadai Skema Belt and Road China
loading...
A
A
A
DHAKA - Hubungan bilateral China dan Bangladesh telah menjadi diskusi panas dalam beberapa tahun terakhir karena alasan meningkatnya minat Beijing untuk melibatkan Dhaka secara lebih mendalam dalam Belt and Road Initiative (BRI). China juga bekerja sama dengan Bangladesh dalam sejumlah proyek pembangunan.
Ada beragam reaksi atas keterlibatan China dalam program pembangunan Bangladesh. Dari perspektif global, telah diamati bahwa kesepakatan keuangan China telah membahayakan perekonomian banyak negara, termasuk Sri Lanka, Pakistan, Zimbabwe, Angola, Nigeria, Sudan, Serbia, dan lain sebagainya.
Investasi China di Bangladesh menghadapi tantangan suram. Pembangkit Listrik Payra, yang dibangun melalui inisiatif bersama China dan Bangladesh, telah menemui hambatan dalam pembayaran kembali pinjaman China. Situasi semakin diperparah krisis dolar dan kekurangan bahan baku. Jika kekurangan ini tidak dapat segera diatasi, Pembangkit Listrik Payra dapat ditutup dalam beberapa bulan.
Dalam laporan Financial Times pada Agustus 2022, Menteri Keuangan Bangladesh Mustafa Kamal telah memperingatkan bahwa negara-negara berkembang harus berpikir dua kali untuk mengambil lebih banyak pinjaman melalui skema Belt and Road Initiative milik China, karena inflasi global dan pertumbuhan yang melambat menambah tekanan pada pasar negara berkembang yang berutang.
Mustafa Kamal juga mengatakan China perlu lebih teliti dalam mengevaluasi pinjamannya di tengah kekhawatiran bahwa keputusan pinjaman yang buruk berisiko mendorong sejumlah negara ke dalam kesulitan utang. Mustafa Kamal menyinggung ke Sri Lanka, di mana proyek infrastruktur China yang gagal menghasilkan pengembalian dana telah memperburuk krisis ekonomi di negara tersebut.
"Apapun situasi (yang) terjadi di seluruh dunia, semua orang akan berpikir dua kali untuk menyetujui proyek seperti ini," kata Mustafa Kamal, merujuk pada Belt and Road Initiative.
"Semua orang menyalahkan China, dan China tidak bisa untuk tidak setuju. Itu tanggung jawab mereka," sambung dia.
Mustafa Kamal mengatakan krisis ekonomi Sri Lanka menjadi contoh bahwa China tidak cukup teliti dalam memutuskan proyek mana yang akan didukung. “Perlu melakukan studi menyeluruh sebelum meminjamkan uang ke suatu proyek,” katanya.
"Setelah (krisis ekonomi) Sri Lanka, kami merasa otoritas China tidak memperhatikan aspek khusus ini, padahal itu sangat, sangat penting," tegasnya.
Menurut laporan tahunan Bank Bangladesh, China menginvestasikan USD465,17 juta (13,5% dari total investasi asing langsung di Bangladesh) dan Hong Kong menginvestasikan USD179,22 juta (5,2%) pada periode Juli-Juni di tahun fiskal 2022, menjadikan nilai total investasi China di angka USD644,30 juta.
Ada beragam reaksi atas keterlibatan China dalam program pembangunan Bangladesh. Dari perspektif global, telah diamati bahwa kesepakatan keuangan China telah membahayakan perekonomian banyak negara, termasuk Sri Lanka, Pakistan, Zimbabwe, Angola, Nigeria, Sudan, Serbia, dan lain sebagainya.
Investasi China di Bangladesh menghadapi tantangan suram. Pembangkit Listrik Payra, yang dibangun melalui inisiatif bersama China dan Bangladesh, telah menemui hambatan dalam pembayaran kembali pinjaman China. Situasi semakin diperparah krisis dolar dan kekurangan bahan baku. Jika kekurangan ini tidak dapat segera diatasi, Pembangkit Listrik Payra dapat ditutup dalam beberapa bulan.
Dalam laporan Financial Times pada Agustus 2022, Menteri Keuangan Bangladesh Mustafa Kamal telah memperingatkan bahwa negara-negara berkembang harus berpikir dua kali untuk mengambil lebih banyak pinjaman melalui skema Belt and Road Initiative milik China, karena inflasi global dan pertumbuhan yang melambat menambah tekanan pada pasar negara berkembang yang berutang.
Mustafa Kamal juga mengatakan China perlu lebih teliti dalam mengevaluasi pinjamannya di tengah kekhawatiran bahwa keputusan pinjaman yang buruk berisiko mendorong sejumlah negara ke dalam kesulitan utang. Mustafa Kamal menyinggung ke Sri Lanka, di mana proyek infrastruktur China yang gagal menghasilkan pengembalian dana telah memperburuk krisis ekonomi di negara tersebut.
"Apapun situasi (yang) terjadi di seluruh dunia, semua orang akan berpikir dua kali untuk menyetujui proyek seperti ini," kata Mustafa Kamal, merujuk pada Belt and Road Initiative.
"Semua orang menyalahkan China, dan China tidak bisa untuk tidak setuju. Itu tanggung jawab mereka," sambung dia.
Mustafa Kamal mengatakan krisis ekonomi Sri Lanka menjadi contoh bahwa China tidak cukup teliti dalam memutuskan proyek mana yang akan didukung. “Perlu melakukan studi menyeluruh sebelum meminjamkan uang ke suatu proyek,” katanya.
"Setelah (krisis ekonomi) Sri Lanka, kami merasa otoritas China tidak memperhatikan aspek khusus ini, padahal itu sangat, sangat penting," tegasnya.
Investasi China di Bangladesh
Menurut laporan tahunan Bank Bangladesh, China menginvestasikan USD465,17 juta (13,5% dari total investasi asing langsung di Bangladesh) dan Hong Kong menginvestasikan USD179,22 juta (5,2%) pada periode Juli-Juni di tahun fiskal 2022, menjadikan nilai total investasi China di angka USD644,30 juta.